Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)


GOALS KOGNITIF
(PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.


Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penyusun mampu menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, para keluarganya, sahabatnya, tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika. Penulisan ini ini bertujuan sebagai sumber informasi mengenai “Goals Kognitif (Pemahaman, Penalaran, Komunikasi, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematis” dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Maulana, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Model-model Pembelajaran Matematika yang senantiasa memberikan bimbingan dan ilmunya serta memberikan tugas untuk belajar secara kooperatif. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 13 April 2016



         Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah...................................................................  1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................  2
1.3  Tujuan Pembahasan..........................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pemahaman Matematis.....................................................................   3
2.2  Penalaran Matematis........................................................................  7
2.3  Komunikasi Matematis..................................................................... 13
2.4  Koneksi Matematis........................................................................... 17
2.5  Pemecahan Masalah Matematis........................................................ 21
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 25
3.2  Saran................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 27











BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap situasi dan lingkungan yang berada di sekitar individu. Belajar sendiri dilakukan agar terjadi perubahan perilaku sebagai tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Perubahan yang dimaksud hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya  Dari konsep belajar, mengajar dan pengajaran tercetus suatu konsep yakni pembelajaran yang merupakan salah satu upaya interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran matematika dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan dengan tujuan peserta didik dapat memahami konteks metamatika yang diajarkan.
Dalam menghadapi era globalisasi yang semakin menantang tentunya dunia pendidikan harus mempersiapkan lulusan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing. Peserta didik dibentuk agar memiliki kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pembelajaran matematika sendiri mempunyai tujuan agar peserta didik paham terhadap konteks matematika. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003). Dari tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika yang telah digariskan misalnya termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semuanya diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran matematika.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien serta tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terisolasi melainkan sebagai hubungan antar konsep, ide matematika dan aplikasinya. Dalam menyikapi beberapa hal tersebut, selain diperlukan inovasi dan variasi pembelajaran dari guru juga memerlukan pengetahuan serta pemahaman mengenai kompetensi yang ditargetkan dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran matematika dapat dilakukan secara sistematis dan terarah sesuai tujuan. Hal tersebut dikarenakan kompetensi dasar matematika yang diklasifikasikan dalam beberapa aspek atau proses matematik sebagai tujuan dari pembelajaran diketahui oleh guru dan dapat dicapai secara optimal sehingga peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memang seharusnya dimiliki oleh setiap peserta didik setelah mengikuti pembelajaran matematik.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana konsep dari pemahaman matematis?
1.2.2        Bagaimana konsep dari penalaran matematis?
1.2.3        Bagaimana konsep dari komunikasi matematis?
1.2.4        Bagaimana konsep dari koneksi matematis?
1.2.5        Bagaimana konsep dari pemecahan masalahan matematis?

1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep pemahaman matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep penalaran matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.3        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep koneksi matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep pemecahan masalah matematis dalam pembelajaran matematika.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pemahaman Matematis
Pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada peserta didik bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman peserta didik dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap mater yang disampaikan oleh guru, sebab itu guru merupakan pembimbing peserta didik untuk mencapai konsep yang diharapkan. Salahsatu tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik. Dalam pemahaman matermatis terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan matematis.
Pemahaman merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu comprehension, yang berarti memahami sesuatu dengan pikiran, juga berasal dari kata paham yang kemudian dibubuhi imbuhan pe-an, sehingga membentuk kata pemahaman yang berarti melakukan proses memahami. Sementara pengertian matematis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2015) yaitu bersangkutan dengan matematika; bersifat matematika. Dengan itu, dapat disimpulkan bahwa pemahaman matematis merupakan kemampuan dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan ide-ide matematika berdasarkan pemahamannya dalam pembelajaran matematika.

2.1.1         Aspek Kemampuan Pemahaman Matematis
Adapun beberapa aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman. Menurut Kurniawan (2009), terdapat tujuh aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman, yakni sebagai berikut.
1)      Interpreting (menginterpretasikan/menafsirkan), yaitu suatu kemampuan untuk menafsirkan suatu objek yang diawali dengan proses perubahan representasi yang satu ke representasi yang lainnya. Misalnya, menguraikan sesuatu dengan kata-katanya sendiri, menafsirkan gambar-gambar dengan kata-kata, menafsirkan kalimat atau kata-kata dengan gambar, dan menafsirkan bilangan-bilangan dengan kata-kata atau sebaliknya.
2)      Examplifying atau kemampuan memberikan contoh khusus dari suatu konsep yang umum.
3)      Classsifying atau kemampuan mengklasifikasikan, yaitu terjadi ketika seorang siswa merekognisi suatu contoh atau kejadian menjadi suatu konsep tertentu. Mengklasifikasikan merupakan proses yang dimulai dengan pemberian sebuah contoh khusus kepada siswa yang kemudian mendorong siswa untuk menemukan sebuah konsep umum.
4)      Summarizing atau merangkum, yaitu terjadi ketika siswa memberi kesan atas sebuah statemen tunggal yang mewakili suatu informasi yang disajikan. Yang termasuk merangkum adalah membangun sebuah representasi suatu informasi dari suatu peran. Nama lain merangkum adalah menggeneralisasikan dan mengabstraksikan. Mengabstraksi sebuah rangkuman berarti seperti menentukan sebuah tema utama.
5)      Inferring atau menduga, yaitu kemampuan menemukan sebuah bentuk dari sejumlah contoh-contoh yang serupa atau menduga suatu objek. Inferring terjadi ketika seseorang dapat membuat suatu abstraksi dari sebuah konsep atau sejumlah contoh-contoh melalui hubungan pengkodean contoh-contoh yang relevan. Sebagai contoh, ketika siswa diberikan sejumlah bilangan berurut seperti 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, … Inferring terjadi ketika siswa dapat membedakan bentuk dari sejumlah bilangan yang satu dengan bilangan sebelumnya. Proses pendugaan suatu objek termasuk membuat perbandingan di antara sekumpulan konteks tertentu. Nama lain menduga, yaitu mengektrapolasi, interpolasi, memprediksi, dan mengkonklusikan.
6)      Comparing atau membandingkan. Membandingkan terjadi ketika seorang siswa diberikan sebuah informasi baru kemudian siswa meneliti lebih lanjut dengan mengkorespondensikan informasi tersebut dengan pengetahuan yang lebih dikenalnya. Membandingkan berarti juga menemukan korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan bentuk pola suatu objek, kejadian, dan ide yang lainnya.
7)      Explaining atau menjelaskan, yaitu terjadi ketika seorang siswa dapat mengkonstruksi dan menggunakan penyebab dan efek model sebuah sistem.

2.1.2         Jenis-jenis Pemahaman Matematis
Terdapat gagasan para ahli yang menjelaskan tentang jenis-jenis pemahaman matematika, salah satunya yang paling terkenal adalah jenis pemahaman berdasarkan taksonomi tujuan Bloom, Ruseffendi (Herdian, 2010) yang menyebutkan bahwa pemahaman dapat digolongkann kedalam tiga segi yang berbeda yaitu pemahaman translasi (pengubahan), interpretasi (pemberi arti), ekstrapolasi. Pemahaman translasi merupakan kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dalam bentuk lain dari pernyataan atau ide yang dikenal sebelumnya. Pemahaman interpretasi adalah kemampuan untuk memahami suatu ide yang disusun ke dalam bentuk lain, misalnya mengubah persamaan garis ke dalam bentuk gambar. Pemahaman ekstrapolasi adalah suatu keterampilan untuk meramalkan kelanjutan dari kecenderungan yang ada, misalnya membayangkan bentuk yang terjadi akibat dari perputaran luas daerah yang diputar trerhadap sumbu X dan Y.
Polya (Sumarmo, 2011) mengemukakan empat tingkat pemahaman suatu hukum atau konsep, diantaranya pemahaman mekanikal, pemahaman induktif, pemahaman rasional, dan pemahaman intuitif. Seseorang bisa dikatakan mempunyai pemahaman mekanikal suatu konsep, jika ia dapat mengingat dan menerapkan konsep itu secara benar. Kemudian seseorang dikatakan telah memiliki pemahaman induktif suatu konsep, jika ia telah mencoba atau menguji konsep itu berlaku dalam kasus yang sederhana dan yakin bahwa konsep itu berlaku dalam kasus serupa, seseorang dikatakan telah memiliki pemahaman rasional suatu konsep, jika ia dapat membuktikannya. Selanjutnya seseoarang dikatakan telah memiliki pemahaman intuitif suatu konsep, jika ia telah yakin akan kebenaran konsep tersebut.
Skemp (Sumarmo, 2011) membedakan dua jenis pemahaman, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus serta menerapkannya dalam perhitungan tanpa mengetahui alasan-alasan dan penjelasannya. Sebalikanya pada pemahaman relasional termuat suatu skema atau struktur pengetahuan yang kompleks dan saling ber-relasi atau berhubungan yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas dan kompleks.

2.1.3         Contoh Soal Pemahaman
Berdasarkan jenis-jenis masalah menurut Ruseffendi (Herdian, 2010) sebagai berikut.
1)      Pemahaman translasi
Surya memiliki sebuah meja belajar lipat yang berbentuk persegi panjang. Meja belajar tersebut memiliki panjang 40 cm dan lebarnya 25 cm. Ubahlah pernyataan tersebut kedalam kalimat matematika!
2)      Pemahaman interpretasi
Tentukanlah letak koordinat-koordinat berikut!
a)   (2,7)
b)   (-4,5)
c)   (5,-8)
3)      Suatu pekerjaan dapat selesai oleh 8 orang dalam waktu 24 hari. Jika jumlah pekerja bertambah menjadi 16 orang, berapa hari pekerjaan tersebut dapat diselesaikan?

2.2     Penalaran Matematis
Kemampuan bernalar merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai pada pembelajaran matematika. Pada pembelajaran matematikanya kemampuan penalaran sangat dibutuhkan dalam penarikan kesimpulan. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Ross (Rochmad; Yurianti, dkk.) yang mengemukakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran. Oleh karena itu keberhasilan belajar siswa kemungkinan besar ditentukan oleh lama berpikirnya atau penalarannya, begitu pula keberhasilan belajar matematika karena hasil belajar matematika menuntut kemampuan penalaran agar dapat menerjemahkan persoalan-persoalan ke dalam kalimat matematika. Permasalahan yang akan terjadi ketika kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002,722) merupakan suatu cara (perihal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis, jangkauan pemikiran. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. Proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Sementara itu, Permana dan Sumarmo (dalam Udhayani, 2014) mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran merupakan proses berfikir dalam penarikan kesimpulan, penalaran ada dua yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Kemampuan penalaran matematika merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu permasalahan matematika. Sementara itu, penalaran menurut Kamsiyati, dkk. (2009) diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir bersifat logis dan analitik. Kemampuan berpikir atau bernalar secara logus dan analitik merupakan modal utama untuk menguasai ilmu pengetahuan. Sementara itu, Suherman (dalam Yurianti dkk.) mengemukakan bahwa penalaran matematis adalah suatu kegiatan menyimpulkan fakta, menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan membuat suatu kesimpulan.
Adapun Suryadi (Saragih, 2007; Yurianti, dkk, mengemukakan pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika yaitu pada pembelajaran yang lebih menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.

2.2.1         Jenis jenis Penalaran Matematis
Secara garis besar, terdapat dua jenis penalaran matematis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penjelasan dari jenis-jenis penalaran adalah sebagai berikut:
1)      Penalaran Induktif
Menurut Sumartini (2015) penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan baru dari kasus-kasus yang khusus. Sumarmo (dalam Sumartini, 2015) mengemukakan beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif yaitu sebagai berikut:
a)      Transduktif: Menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.
b)      Analogi: Penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.
c)      Generalisasi: Penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.
d)     Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan: Interpolasi dan ekstrapolasi.
e)      Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
f)       Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur.
Pada proses pembelajarannya, penalaran induktif digunakan pada pendekatan induktif sebagai siasat dalam pembelajaran agar konsep-konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret.
Contoh soal yang menggunakan penalaran induktif salah satunya meliputi bekerja dengan pola Jika terdapat alfabet seperti D, G, J, M, S, ..., ... Huruf apakah yang paling tepat untuk menempati dua huruf terakhir pada deretan alfabet tersebut? Penyelesaian: Urutan alfabet adalah A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N ,O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z. Dari urutan tersebut, dengan mudah dapat diperoleh dua huruf terakhir yakni V dan Y.
2)      Penalaran Deduktif
Menurut Sumartini (2015) penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Sementara itu, menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006) penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme tersebut terdiri dari dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Adapun contoh soal yang menggunakan penalaran deduktif menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006) adalah sebagai berikut:
Contoh: Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) “Faktor persekutuan terbesar (FPB) dari beberapa bilangan adalah sebuah bilangan asli paling besar yang merupakan faktor persekutuan dari semua bilangan itu” Cara menentukan FPB dari dua bilangan 24 dan 36 adalah sebagai berikut: Himpunan faktor dari 24 adalah: A = {1,2,3,4,6,8,12,24}, Himpunan faktor dari 36 adalah: B = {1,2,3,4,6,9,12,18,36}, Himpunan faktor persekutuan dari 24 dan 36 adalah himpunan irisan A dan B, yaitu A á´– B = {1,2,3,4,6,12}. Anggota paling besar dari A á´– B adalah 12. Jadi 12 merupakan pembagi persekutuan yang terbesar dari 24 dan 36. FPB dari 24 dan 36 adalah 12 keterangan:
Pada contoh mencari FPB di atas terjadi silogisme. Premis mayor: Definisi FPB, dua bilangan a dan b. Premis minor: a = 24 dan b = 36, Kesimpulan: FPB dari 24 dan 36 adalah 12.

2.2.2         Komponen Penalaran Matematis
Maulana (2008) mengemukakan, bahwa komponen-komponen dalam penalaran matematis di antaranya adalah konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan komunikasi matematis. Penjelasan dari setiap komponen penalaran matematis tersebut adalah sebagai berikut.
1)      Konjektur
Konjektur atau dugaan merupakan pernyataan yang dianggap benar dan masih perlu dibuktikan kebenarannya, atau dengan kata lain kebenarannya belum diketahui secara pasti. Melakukan konjektur dapat dilakukan pada saat meneliti pola atau pada saat menguji data. Konjektur dapat diartikan pula sebagai salahsatu kemampuan dalam membuat pernyataan matematika yang memiliki nilai kebenaran didasarkan atas investigasi, eksplorasi, maupun eksperimen.
2)      Analisis
Analisis dapat diartikan sebagai salahsatu kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuannya untuk memecahkan berbagai masalah. Kegiatan yang dapat disebut analisis misalnya membuat kesimpulan dari data yang ada atau diberikan, menganalisis berbagai macam data, seperti data statistik, menguji data atau pemecahan suatu masalah.
3)      Evaluasi
Dalam bidang pendidikan, evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana tercapainya tujuan pembelajaran dilihat dari keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar yang diberikan guru terhadap siswanya. Evaluasi dalam penalaran matematis adalah melakukan peninjauan kembali atau mendiskusikan dan menilai suatu ide matematik atau metode pemecahan masalah. Dengan kata lain, evaluasi adalah mengkritisi sejauh mana efektifitas strategi pemecahan masalah matematika.
4)      Generalisasi
Generalisasi dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam menarik atau membuat kesimpulan yang bersifat umum. Generalisasi dapat dilakukan melalui penalaran deduktif, hasil dari generalisasi misalnya rumus yang diperoleh dari pernyataan khusus menjadi aturan yang bersifat umum. Dengan kata lain, melalui generalisasi siswa dapat memperluas pemecahan masalah yang dikaji, sehingga dapat diterapkan secara lebih luas pada permasalahan yang lebih luas.
5)      Koneksi
Koneksi berarti mencari hubungan atau keterkaitan. Misalnya, mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antartopik matematika, ataupun menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada atau yang dimiliki siswa.
6)      Sintesis
Sintesis merupakan kegiatan siswa dalam mengkombinasikan prosedur-prosedur matematika sehingga diperoleh hasil yang diinginkan. Dengan kata lain, siswa mampu mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh (umum).
7)      Pemecahan Masalah Tidak Rutin
Dalam mengembangkan kemampuan tingkat tinggi siswa, guru haruslah memberikan masalah-masalah matematika yang sifatnya tidak rutin. Artinya, cara atau metode penyelesaiannya belum diketahui oleh siswa. “Atau dengan kata lain, pemecahan masalah tidak rutin adalah menerapkan suatu prosedur matematis dalam konteks yang baru dihadapi” (Maulana, 2008, hlm. 43). Dengan demikian, pemecahan masalah tidak rutin adalah proses menemukan cara atau metode penyelesaian masalah matematika melalui kegiatan mengamati, memahami, menganalisis, menduga, dan meninjau kembali.
8)      Jastifikasi atau Pembuktian
Dalam penalaran matematis, pembuktian suatu pernyataan dilakukan dengan berpedoman pada sifat-sifat matematika yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat deduktif.
9)      Komunikasi Matematis
Penyajian ide matematika tidak hanya secara tertulis, tetapi juga secara lisan. Penulisan tugas matematika tersebut dikerjakan tidak hanya dalam bentuk deskripsi, tetapi juga dalam bentuk diagram dan tabel. Kegiatan dalam komunikasi matematis ini misalnya menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, atau kalimat matematika.

2.2.3         Indikator Penalaran Matematis
Menurut Maulana (2011,55) mengemukakan beberapa indikator yang tergolong kemampuan penalaran matematik adalah sebagai berikut:
1)      Menarik kesimpulan logis.
2)      Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, dan hubungan.
3)      Memperkirakan jawaban dan proses solusi.
4)      Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik.
5)      Menyusun dan menguji konjektur.
6)      Merumuskan lawan contoh.
7)      Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen.
8)      Menyusun argumen yang valid.
9)      Menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik.

2.3     Komunikasi Matematis
Matematika adalah bahasa yang dapat menjadi alat dalam menemukan pola dan alat komunikasi antarsiswa dan komunikasi antara guru dan siswa. Menurut Wahyudin (2012, hlm. 527), “Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasi permasalahan”. Melalui komunikasi, suatu ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Menurut Asikin (2001, hlm. 1) komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada peserta didik untuk saling komunikasi, sehingga dapat berjalan dengan lancar dan sebaliknya jika komunikasi antara siswa dengan guru tidak berjalan dengan baik maka akan rendahnya kemampuan komunikasi matematik.
Adapun Sadirman (1999, 1) (dalam Muhammad Darkasyi, dkk)  mengemukakan komunikasi (secara konseptual) yaitu memberitahukan dan menyebarkan berita, pengetahuan, pikiran-pikiran dan nilai-nilai dengan maksud untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadi milik bersama. Suwito (1999, 1) (dalam Muhammad Darkasyi, dkk) pun menjelaskan bahwa kata komunikasi berasal dari kata kerja Latin “communicare”, yang berarti “berbicara bersama, berunding, berdiskusi, dan berkonsultasi, satu sama lain”. Kata ini erat hubungannya dengan kata Latin “communitas”, yang tidak hanya berarti komunitas atau masyarakat sebagai satu kesatuan, tetapi juga berarti ikatan berteman dan rasa keadilan dalam hubungan antara orang-orang satu sama lain.

2.3.1         Indikator Komunikasi Matematis
Menurut Sumarmo (2004) (dalam Muhammad Darkasyi, dkk) indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematika adalah sebagai berikut ini.
1)      Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
2)      Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3)      Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik.
4)      Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5)      Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
Kemampuan yang disebutkan di atas dapat tergolong ke dalam kemampuan berpikir matematika tingkat rendah atau tingkat tinggi  tergantung pada kesulitan komunikasi yang terlibat. Dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh peserta didik yaitu berupa kemampuan dalam mengekspresikan ide matematis yang dihubungkan dengan model-model situasi nyata. Dalam hal ini, guru harus dapat membantu peserta didik dalam mengkonstruksi suatu bahasa untuk mengekspresikan ide dan gagasan matematis yang dimilikinya.

2.3.2         Aspek-aspek Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi secara tertulis maupun lisan atau verbal (Mahmudi, 2004). Komunikasi secara tertulis dapat berupa kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berpikir peserta didik. Komunikasi tertulis dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan peserta didik dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Proses komunikasi dapat membantu peserta didik membangun pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika peserta didik ditantang untuk berpikir tentang matematika dan memngkomunikasikanya kepad orang atau peserta didik lain secara lisan maupun tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami, khusunya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian, proses komunikasi akan bermanfaat bagi peserta didik terhadap pemahamannya akn konsep-konsep matematika.
Menurut Vermont Departement of Education, (Mahmudi, 2004) komunikasi matematika melibatkan tiga aspek, diantaranya sebagai berikut.
1)      Menggunakan bahasa matematika secara akurat dan menggunakannya untuk mengkomunikasikan aspek-aspek penyelesaian masalah.
2)      Menggunakan representasi matematika secara akurat untuk mengkomunikasikan penyelesaian masalah.
3)      Mempresentasikan penyelesaian masalah yang terorganisasi dan terstruktur dengan baik.
Terdapat beberapa alasan penting mengapa pelajaran matematika terfokus pada pengkomunikasian, menurut Wahyudin (Rizky, 2012), matematika pada dasarnya adalah suatu bahasa. Bahasa disajikan merupakan alat yang tak terhingga adanya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, cermat dan tepat.

2.3.3         Manfaat Komunikasi Matematis
Menurut Asikin (2001, hlm., 3) (dalam Muhammad Darkasyi, dkk) uraian tentang penting komunikasi komunikasi dalam pembelajaran matematika dideskripsikan sebagai berikut.
1)      Komunikasi dimana ide matematika dieksploitasi dalam berbagai perspektif, mermbantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam  kemampuan siswa dalam melihat berbagai keterkaitan materi matematika.
2)      Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman, dan merefleksikan pemahaman matematika para siswa.
3)      Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan pemikiran matematika mereka.
Indikator komunikasi matematika ini untuk mencapai sasaran pada soal-soal matematika yang nantinya diberikan pada tes kemampuan komunikasi peserta didik akan mencapai target dalam berkomunikasi matematika sehingga siswa tidak terlepas dalam target yang diinginkan dalam berkomunikasi matematika.

2.3.4      Peran Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis
Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai pembimbing, pengarah, dan fasilitator. NCTM (Novian, 2011) menyebutkan tentang peran guru dalam mengembnagkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik di antaranya sebagai berikut.
1)      Menyelidiki pertanyaan dan tugas yang diberikan, menarik hati dan menantang masing-masing peserta didik untuk berpikir.
2)      Meminta peserta didik untuk mengklarifikasi dan menilai ide-ide mereka secara lisan dan tulisan.
3)      Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan peserta didik dalam diskusi.
4)      Memutuskan kapan dan bagaimana menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika kepada peserta didik.
5)      Memutuskan kapan untuk memberi informasi, kapan mengklarifikasi suatu permasalahan, dan kapan untuk memberikan kesempatan pada peserta didik bergelut dengan pemikiran dan penalarannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
6)      Memonitor partisipasi peserta didik dalam diskusi, dan memutuskan kapan serta bagaimana untuk memotivasi masing-masing peserta didik untuk berpartisipasi.
2.3.5      Contoh Soal Komunikasi Matematis
Berikut adalah beberapa contoh soal untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
1)      Contoh soal.
Jika Riska memiliki 50 macam rasa permen yang akan dibagikan kepada teman-temannya dalam beberapa kantung permen, berapa banyak kantung permen dapat dibuat apabila kantung berisi dua macam rasa permen?
Penyelesaian:
Diketahui: Banyak rasa permen = 50
 Setiap kantung berisi 2 macam rasa permen yang berbeda
Ditanya: Berapa banyak kantung permen?
Jawab: Banyak rasa permen : 2 = 50 : 2 = 25
Jadi, banyaknya kantung permen yang dapat dibuat adalah 25 kantung permen.

2.4     Koneksi Matematis
Koneksi matematis diartikan sebagai ide-ide matematis. Menurut National Council Teacher Mathematics (NTCM) membagi koneksi matematika menjadi dua jenis di antaranya hubungan representasi yang ekuivalen dalam metematika dan prosesnya yang saling berkorespodensi dan hubungan antara matematika dengan situasi masalah yang berkembang di dunia nyata atau pada disiplin ilmu lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dalam kehidupan.
Adapun pendapat Brunner (Ruseffendi, 1991) (dalam Afrizal, 2012) mengemukakan bahwa dalam matematis setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnya misalnya, antara dalil dan dalil, antara teori-teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri). Oleh karena itu, agar peserta didik dalam belajar matematika lebih berhasil, peserta didik  harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.
Melalui koneksi matematis, pembelajaran matematika akan menjadi lebih bermakna dan dapat mengembangkan kemampuan dasar matematika peserta didik. Di mana dalam kegiatan pembelajarannya, apan yang dipelajari peserta didik memiliki keterkaitan dengan konsep matematika, kehidupan sehari-hari, dan disiplin bidang ilmu lain. ketika peserta didik akan lebih mendalam dan lebih lama bertahan dalam ingatan peserta didik.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematis dpat diartikan sebagai suatu kemampuan dasar matematis yang memiliki keterkaitan. Keterkaitan tersebut merupakan keterkaitan antarakonsep matematika, baik keterkaitan secara internal yang berhubungan dengan matematika itu sendiri maupun keterkaitan secara eksternal di mana matematika berhubungan dengan bidang lain, baik bidang studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.

2.4.1      Tujuan dan Manfaat Koneksi Matematis
Koneksi matematis bertujuan untuk membantu siswa dalam membuat persepsi matematika sebagai bagian yang terintegrasi dengan kehidupan nyata. Menurut NCTM (Tanpa nama, 2012), Terdapat tiga tujuan koneksi matematis yaitu memperluas wawasan pengetahuan siswa, memandang matematika sebagai suatu keseluruhan yang padu, dan menyatakan relevansi dan manfaat baik di sekolah maupun luar sekolah.
Koneksi matematis bertujuan untuk memperluas wawasan pengetahuan peserta didik, karena pemberian materi atau permasalahannya yang berkaitan dengan berbagai topik dan dalam penyelesaiannya menggunakan berbagai sumber belajar, sehingga peseta didik memperoleh pengetahuan yang lebih kaya dan tidak bertumpu hanya pada materi tertentu saja. Dengan mengkaitkan berbagai topik dalam pembelajaran, maka matematika dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terpadu dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sehingga akan bermanfaat baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai akibat dari penyelesaian masalah yang dilihat dari berbagai sudut pandang penyelesaian dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Jadi, melalui kemampuan koneksi matematis peserta didik dapat memahami ide matematika secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang utuh, dan merupakan bagian yang terintegrasi antara topik matematika itu sendiri, dengan bidang ilmu lain, dan dengan kehidupan sehari-hari.  Ketika ide matematika tersebut berkaitan dengan kehidupan nyata, maka siswa akan sadar terhadap manfaat dan kegunaan matematika itu sendiri sebagai bagian dari kehidupan.

2.4.2      Indikator Koneksi Matematis
Salah satu pentingnya peserta didik diberikan latihan-latihan yang berkenaan dengan soal-soal koneksi bahwa dalam matematika setiap konsep berkaitan satu sama lain, seperti dalil dengan dalil, antara teori dengan teori, antara topik dengan topik, dan antara cabang-cabang matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Brunner (Nurulislamidiana, 2013), yang mengemukakan bahwa.
Dalam matematika setiap konsep ini berkaitan dengan konsep lain. begitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dengan dalil, antara teori dan teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika. Oleh karena itu, agar siswa berhasil belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.

Selain itu untuk lebih jelas akan kemampuan yang akan dikembangkan khususnya koneksi pada peserta didik maka yang perlu diperhatikan yaitu indikator pencapaiannya. Adapun indikator kemampuan koneksi matematik menurut Sartika (Nurulislamidiana, 2013), adalah.
1)   Mencari hubungan antar berbagai representatif konsep dan prosedur.
2)   Memahami hubungan antar topik matematika.
3)   Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari.
4)   Memahami representatif ekuivalen konsep yang sama.
5)   Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representatif yang ekuivalen.
6)   Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik lain.

2.4.3      Contoh Soal Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi  matematika yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan topik matematika yang sedang dibahas dengan topik matematika lainnya, dengan mata pelajaran lain atau dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut secara umum dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi, baik soal koneksi internal maupun soal koneksi eksternal.
1)      Koneksi internal (koneksi antar topik matematika).
Banyak di antara topik matematika yang sebenarnya memiliki koneksi satu sama lain dalam suatu permasalahan matematika.
Contoh soal:    Diketahui panjang suatu persegi panjang adalah 10 cm dan lebarnya adalah setengah dari panjangnya. Berapa dm kah keliling persegi panjang tersebut!
Topik-topik yang terkait dengan soal di atas adalah geometri bangun datar yaitu persegi panjang, satuan pengukuran dan operasi bentuk pecahan.
2)      Koneksi eksternal (koneksi topik matematika dengan topik diluar matematika).
Koneksi eksternal terdiri dari koneksi dengan mata pelajaran lain atau koneksi dengan kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu dapat bermanfaat baik bagi pengembangan disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh soal:    Ibu pergi ke pasar membeli 3 liter beras dengan harga Rp.2500/liter, gula pasir ½ kg dengan harga Rp.2000, 3 ikat kangkung dengan harga Rp.1000/ikat. Pergi dan pulangnya Ibu naik becak dengan ongkos Rp.3000. Berapa seluruh uang yang ibu keluarkan?
Topik matematika tersebut terkait dengan permasalahan sehari-hari dan disiplin ilmu lain yaitu mata pelajaran IPS dengan topik kegiatan jual beli.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika merupakan pengaitan matematika dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain, yang meliputi: memahami hubungan antar topik matematika; menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari; menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.

2.5     Pemecahan Masalah Matematis
Masalah dalam matematika adalah masalah yang jawabannya terarah kepada jawaban tunggal atau pasangan tertentu, dengan kata lain hanya ada satu kemungkinan jawaban benar (kovergen). Selain konvergen, adapun divergen yaitu jawaban yang dihasilkan lebih dari satu atau bervariasi, dengan kata lain kemungkinan jawaban benar ada lebih dari satu (Tarigan, 2006). Sementara itu, menurut Siswono (dalam Suci dan Rosyidi) pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Menurut Maulana (2011) sebagai pendekatan pembelajaran, pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving) digunakan untuk menemukan (discovery) atau menemukan kembali (reinvention), serta untuk memahami materi, konsep dan prinsip matematika.



2.5.1         Tujuan Pemecahan Masalah Matematis
Selain daripada kemampuan bernalar yang merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa, adapun kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika yang berorientasi pada penerapan matematika dalam menyelesaikan masalah. Selaras dengan tujuan pemecahan masalah matematis yang dikemukakan oleh Maulana (2011) yaitu agar siswa dapat:
1)   Merumuskan masalah.
2)   Menerapkan strategi.
3)   Menjelaskan/menginterpretasikan.
4)   Menyusun model matematika.
5)   Menggunakan matematika.

2.5.2         Indikator Pemecahan Masalah Matematis
Siswono (dalam Ruci dan Rosyidi) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut ini.
1)      Pengalaman awal.
Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
2)      Latar belakang matematika.
Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
3)      Keinginan dan motivasi.
Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.

4)      Struktur Masalah.
Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

2.5.3         Langkah-langkah Pemecahan Masalah Matematis
Adapun aspek-aspek yang harus dicantumkan siswa pada setiap langkah-langkah pemecahan masalah (dalam Suci & Rosyidi) adalah:
1)      Memahami masalah. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
2)      Merencanakan penyelesaian. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi urutan langkah penyelesaian dan mengarahkan pada jawaban yang benar.
3)      Menyelesaikan rencana penyelesaian. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi pelaksanaan cara yang telah dibuat dan kebenaran langkah yang sesuai dengan cara yang dibuat.
4)      Memeriksa kembali. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi penyimpulan jawaban yang telah diperoleh dengan benar/memeriksa jawabannya dengan tepat.

2.5.4         Strategi Pemecahan Masalah Matematis
Strategi pemecahan masalah matematis menurut Larson (dalam Suryawan) terbagi menjadi 12 macam diantaranya sebagai berikut:
1)   Mencari pola.
2)   Buatlah gambar.
3)   Bentuklah masalah yang setara.
4)   Lakukan modifikasi pada soal.
5)   Pilih notasi yang tepat.
6)   Pergunakan simetri.
7)   Kerjakan dalam kasus-kasus.
8)   Bekerja mundur.
9)   Berargumentasi dengan kontradiksi.
10)    Pertimbangkan paritas.
11)    Perhatikan kasus-kasus ekstrim.
12)    Lakukan perumuman.
Masing-masing strategi di atas tidak dimaksudkan untuk memecahkan semua jenis masalah. Terkadang dengan satu strategi saja suatu masalah telah dapat diselesaikan, tetapi kadang-kadang suatu masalah menuntut penggunaan gabungan dari beberapa strategi. Tidak ada strategi yang lebih baik dari strategi yang lain. Strategi-strategi tersebut bersifat relatif satu sama lain. Oleh karena itu ada baiknya semua strategi di atas dipelajari seluruhnya. Kalau pun nantinya hanya akan memilih satu strategi tertentu untuk memecahkan masalah, semua tergantung pada masalahnya.














BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
Pemahaman merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu comprehension, yang berarti memahami sesuatu dengan pikiran, juga berasal dari kata paham yang kemudian dibubuhi imbuhan pe-an, sehingga membentuk kata pemahaman yang berarti melakukan proses memahami. Sementara pengertian matematis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2015) yaitu bersangkutan dengan matematika; bersifat matematika. Dengan itu, dapat disimpulkan bahwa pemahaman matematis merupakan kemampuan dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan ide-ide matematika berdasarkan pemahamannya dalam pembelajaran matematika. Suherman (dalam Yurianti dkk.) mengemukakan bahwa penalaran matematis adalah suatu kegiatan menyimpulkan fakta, menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan membuat suatu kesimpulan.
Menurut Asikin (2001, hlm. 1) komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada peserta didik untuk saling komunikasi, sehingga dapat berjalan dengan lancar dan sebaliknya jika komunikasi antara siswa dengan guru tidak berjalan dengan baik maka akan rendahnya kemampuan komunikasi matematik.
Koneksi matematis diartikan sebagai ide-ide matematis. Menurut National Council Teacher Mathematics (NTCM) membagi koneksi matematika menjadi dua jenis di antaranya hubungan representasi yang ekuivalen dalam metematika dan prosesnya yang saling berkorespodensi dan hubungan antara matematika dengan situasi masalah yang berkembang di dunia nyata atau pada disiplin ilmu lain. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika tidak hanya menghubungkan antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan berbagai ilmu lain dalam kehidupan.
Masalah dalam matematika adalah masalah yang jawabannya terarah kepada jawaban tunggal atau pasangan tertentu, dengan kata lain hanya ada satu kemungkinan jawaban benar (kovergen). Selain konvergen, adapun divergen yaitu jawaban yang dihasilkan lebih dari satu atau bervariasi, dengan kata lain kemungkinan jawaban benar ada lebih dari satu (Tarigan, 2006). Sementara itu, menurut Siswono (dalam Suci dan Rosyidi) pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Menurut Maulana (2011) sebagai pendekatan pembelajaran, pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving) digunakan untuk menemukan (discovery) atau menemukan kembali (reinvention), serta untuk memahami materi, konsep dan prinsip matematika.

3.2     Saran
Goals kognitif dalam pembelajaran matematika perlu diketahui dan dipahami oleh pendidik atau calon guru. Karena dengan memahami hal tersebut pembelajaran matematika dapat dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan tersebut secara optimal. Selain itu guru juga dapat melakukan evaluasi pembelajaran dengan didasarkan kepada beberapa tujuan pembelajaran yang telah direncanakan sehingga arah pembelajaran matematika tidak melenceng dari alur yang telah ditargetkan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal, Irfan Mufti. (2012). Kemampuan Koneksi Matematis. [Online]. Diakses dari: http://irfanmuftiafrizal.blogspot.co.id/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html.
Asikin, M. (2001). Komunikasi Matematika dalam RME. Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Darma Yogyakarta.
Astuti, A & Leonard. (Tanpa tahun). Peran Kemampuan Komunikasi Matematika Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa: Universitas Indraprasta PGRI
Darkasyi, M. (Tanpa tahun). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa Dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning Pada Siswa SMP Negeri 5 Lhoukseumawe. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala

Herdian. (2010). Kemampuan Pemahaman Matematis. [Online]. Diakses dari: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2014). Kamus Versi Online/Daring (Dalam Jaringan. [Online]. Diakses dari: http://kbbi.web.id/.
Kamsiyati, dkk. (Tanpa tahun). Pengaruh Penerapan Pendekatan Matematika Realistik dan Kemampuan Penalaran Dalam Pembelajaran Matematika. Semarang: Program Studi PGSD FKIP UNS
Maulana. (2008). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Royyan Press.
Maulana. (2011). Dasar-dasar Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 1. Bandung: Royyan Press.
Mahmudi, Ali. (2004). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari: http://eprints.uny.ac.id/724/1/PM-10%20Ali%20Mahmudi.pdf.
Miratus, D. (2013). Makalah model pembelajaran SAVI. [Online]. Diakses dari: http://dyamiratus.blogspot.co.id/2013/03/makalah-model-pembelajaran-savi.html.
Muslim, A. (2014). Kemampuan koneksi matematik. [Online]. Diakses dari: http://arifinmuslim.wordpress.com/2014/02/21/kemampuan-koneksi-matematik/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3262643595.
Nurulislamidiana, R. (2013). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online]. Diakses dari: http://proposalmatematika23.blogspot.com/2013/05/kemampuan-koneksi-matematika.html.
Novian. (2011) Kemampuan komunikasi matematika. [Online]. Diakses dari: http://noviansangpendiam.blogspot.com/2011/04/kemampuan-komunikasi-matematika.html.

Sardiman. (2007). Pendekatan Pembelajaran Matematika dengan Komunikasi Matematika. Bandung: CV Media Utama.
Ramellan, P. dkk. (2012). Kemampuan Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Interaktif: Staff Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Suci, A. A. W. & Rosyidi, A. H. (Tanpa tahun). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Pada Pembelajaran Problem Posing Berkelompok: Jurusan Matematika, FMIPA Unesa

Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model Pembelajaran Matematika. Edisi Kesatu. Bandung: Upi Press.
Sumarmo, U. (2004). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah disajikan pada Pelatihan Guru Matematika di Jurusan Matematika ITB. April 2004.
Sumarmo, U. (2011). Pembinaan karakter, berpikir tingkat tinggi dan disposisi matematik, kesulitan guru dan siswa serta alternatif solusinya. Makalah disajikan dalam kuliah Matrikulasi SPS UPI 2011.
Suwito, U. (1999). Komunikasi Untuk Pembangunan. IKIP Yogyakarta.
Tanpa nama. (2012). BAB II kajian pustaka. [Online]. Diakses dari: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-878-07118883002 4%20bab%20II.pdf.
Tanpa nama. (2012). Kemampuan komunikasi matematis. [Online]. Diakses dari: http://sbrrhasody.blogspot.com/2012/07/kemampuan-komunikasi-matematis.html.
Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-model Pembelajaran Matematika. Bandung: Mandiri.
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.


GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...