GOALS
KOGNITIF
(PEMAHAMAN,
PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.
Maharani
Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penyusun mampu menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, para keluarganya, sahabatnya,
tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas dari mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika. Penulisan ini ini
bertujuan sebagai sumber informasi mengenai “Goals Kognitif (Pemahaman,
Penalaran, Komunikasi, Koneksi, dan Pemecahan Masalah Matematis” dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Maulana, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Model-model Pembelajaran Matematika yang senantiasa
memberikan bimbingan dan ilmunya serta memberikan tugas untuk belajar secara
kooperatif. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari
segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena
itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami
dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami
khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir
kata kami ucapkan terima kasih.
Sumedang, 13
April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemahaman Matematis..................................................................... 3
2.2 Penalaran Matematis........................................................................
7
2.3 Komunikasi Matematis.....................................................................
13
2.4 Koneksi Matematis...........................................................................
17
2.5 Pemecahan Masalah Matematis........................................................
21
BAB
III PENUTUP
3.1 Simpulan...........................................................................................
25
3.2 Saran.................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses
interaksi terhadap situasi dan lingkungan yang berada di sekitar individu.
Belajar sendiri dilakukan agar terjadi perubahan perilaku sebagai tujuan dan proses
berbuat melalui pengalaman. Perubahan yang dimaksud hendaknya terjadi sebagai
akibat interaksi dengan lingkungannya Dari
konsep belajar, mengajar dan pengajaran tercetus suatu konsep yakni
pembelajaran yang merupakan salah satu upaya interaksi antara pendidik dengan
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran
matematika dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi antara pendidik dan
peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan dengan tujuan peserta
didik dapat memahami konteks metamatika yang diajarkan.
Dalam menghadapi era globalisasi yang semakin
menantang tentunya dunia pendidikan harus mempersiapkan lulusan pendidikan yang
bermutu dan berdaya saing. Peserta didik dibentuk agar memiliki kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Pembelajaran matematika sendiri
mempunyai tujuan agar peserta didik paham terhadap konteks matematika. Tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap
gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003). Dari
tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika yang telah digariskan misalnya
termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semuanya diharapkan
dapat tercapai melalui pembelajaran matematika.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran matematika
yang efektif dan efisien serta tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan
konsep dan prosedur yang terisolasi melainkan sebagai hubungan antar konsep,
ide matematika dan aplikasinya. Dalam menyikapi beberapa hal tersebut, selain diperlukan
inovasi dan variasi pembelajaran dari guru juga memerlukan pengetahuan serta
pemahaman mengenai kompetensi yang ditargetkan dalam pembelajaran matematika sehingga
pembelajaran matematika dapat dilakukan secara sistematis dan terarah sesuai
tujuan. Hal tersebut dikarenakan kompetensi dasar matematika yang
diklasifikasikan dalam beberapa aspek atau proses matematik sebagai tujuan dari
pembelajaran diketahui oleh guru dan dapat dicapai secara optimal sehingga peserta
didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memang seharusnya
dimiliki oleh setiap peserta didik setelah mengikuti pembelajaran matematik.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Bagaimana konsep dari pemahaman matematis?
1.2.2
Bagaimana konsep dari penalaran matematis?
1.2.3
Bagaimana konsep dari komunikasi matematis?
1.2.4
Bagaimana konsep dari koneksi matematis?
1.2.5
Bagaimana konsep dari pemecahan masalahan matematis?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
pemahaman matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.2
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
penalaran matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.3
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.4
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
koneksi matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.5
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
pemecahan masalah matematis dalam pembelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pemahaman
Matematis
Pemahaman
matematis adalah salah satu tujuan
penting dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang
diajarkan kepada peserta didik bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari
itu dengan pemahaman peserta didik dapat lebih mengerti akan konsep materi
pelajaran itu sendiri. Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan
dari setiap mater yang disampaikan oleh guru, sebab itu guru merupakan
pembimbing peserta didik untuk mencapai konsep yang diharapkan. Salahsatu
tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta
didik. Dalam pemahaman matermatis terdiri dari dua kata, yaitu pemahaman dan
matematis.
Pemahaman merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu comprehension,
yang berarti memahami sesuatu dengan pikiran, juga berasal dari kata paham yang
kemudian dibubuhi imbuhan pe-an, sehingga membentuk kata pemahaman yang berarti
melakukan proses memahami. Sementara pengertian matematis menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia atau KBBI (2015) yaitu bersangkutan dengan matematika;
bersifat matematika. Dengan itu, dapat disimpulkan
bahwa pemahaman matematis merupakan kemampuan dalam mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan atau menyatakan ide-ide matematika berdasarkan pemahamannya dalam
pembelajaran matematika.
2.1.1
Aspek Kemampuan Pemahaman Matematis
Adapun beberapa aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman. Menurut Kurniawan
(2009), terdapat tujuh aspek yang harus termuat dalam kemampuan pemahaman,
yakni sebagai berikut.
1)
Interpreting (menginterpretasikan/menafsirkan), yaitu
suatu kemampuan untuk menafsirkan suatu objek yang diawali dengan proses
perubahan representasi yang satu ke representasi yang lainnya. Misalnya,
menguraikan sesuatu dengan kata-katanya sendiri, menafsirkan gambar-gambar
dengan kata-kata, menafsirkan kalimat atau kata-kata dengan gambar, dan
menafsirkan bilangan-bilangan dengan kata-kata atau sebaliknya.
2)
Examplifying
atau kemampuan memberikan contoh khusus dari suatu konsep yang umum.
3)
Classsifying atau kemampuan mengklasifikasikan, yaitu terjadi ketika
seorang siswa merekognisi suatu contoh atau kejadian menjadi suatu konsep
tertentu. Mengklasifikasikan merupakan proses yang dimulai dengan pemberian
sebuah contoh khusus kepada siswa yang kemudian mendorong siswa untuk menemukan
sebuah konsep umum.
4)
Summarizing atau merangkum, yaitu terjadi ketika siswa memberi kesan atas
sebuah statemen tunggal yang mewakili suatu informasi yang disajikan. Yang termasuk merangkum adalah membangun sebuah representasi suatu
informasi dari suatu peran. Nama lain merangkum adalah menggeneralisasikan dan
mengabstraksikan. Mengabstraksi sebuah rangkuman berarti seperti menentukan
sebuah tema utama.
5)
Inferring
atau menduga, yaitu kemampuan menemukan sebuah bentuk dari sejumlah
contoh-contoh yang serupa atau menduga suatu objek. Inferring terjadi ketika
seseorang dapat membuat suatu abstraksi dari sebuah konsep atau sejumlah
contoh-contoh melalui hubungan pengkodean contoh-contoh yang relevan. Sebagai
contoh, ketika siswa diberikan sejumlah bilangan berurut seperti 1, 2, 3, 5, 8,
13, 21, … Inferring terjadi ketika siswa dapat membedakan bentuk dari sejumlah
bilangan yang satu dengan bilangan sebelumnya. Proses pendugaan suatu objek
termasuk membuat perbandingan di antara sekumpulan konteks tertentu. Nama lain
menduga, yaitu mengektrapolasi, interpolasi, memprediksi, dan mengkonklusikan.
6)
Comparing
atau membandingkan. Membandingkan terjadi ketika seorang siswa diberikan sebuah
informasi baru kemudian siswa meneliti lebih lanjut dengan mengkorespondensikan
informasi tersebut dengan pengetahuan yang lebih dikenalnya. Membandingkan
berarti juga menemukan korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan bentuk
pola suatu objek, kejadian, dan ide yang lainnya.
7)
Explaining
atau menjelaskan, yaitu terjadi ketika seorang siswa dapat mengkonstruksi dan
menggunakan penyebab dan efek model sebuah sistem.
2.1.2
Jenis-jenis Pemahaman Matematis
Terdapat gagasan para ahli yang menjelaskan
tentang jenis-jenis pemahaman matematika, salah satunya yang paling terkenal
adalah jenis pemahaman berdasarkan taksonomi tujuan Bloom, Ruseffendi (Herdian,
2010) yang menyebutkan bahwa pemahaman dapat digolongkann kedalam tiga segi
yang berbeda yaitu pemahaman translasi (pengubahan), interpretasi (pemberi arti),
ekstrapolasi. Pemahaman translasi merupakan kemampuan untuk memahami suatu ide
yang dinyatakan dalam bentuk lain dari pernyataan atau ide yang dikenal
sebelumnya. Pemahaman interpretasi adalah kemampuan untuk memahami suatu ide
yang disusun ke dalam bentuk lain, misalnya mengubah persamaan garis ke dalam
bentuk gambar. Pemahaman ekstrapolasi adalah suatu keterampilan untuk
meramalkan kelanjutan dari kecenderungan yang ada, misalnya membayangkan bentuk
yang terjadi akibat dari perputaran luas daerah yang diputar trerhadap sumbu X
dan Y.
Polya (Sumarmo, 2011) mengemukakan empat tingkat
pemahaman suatu hukum atau konsep, diantaranya pemahaman mekanikal, pemahaman
induktif, pemahaman rasional, dan pemahaman intuitif. Seseorang bisa dikatakan
mempunyai pemahaman mekanikal suatu konsep, jika ia dapat mengingat dan
menerapkan konsep itu secara benar. Kemudian seseorang dikatakan telah memiliki
pemahaman induktif suatu konsep, jika ia telah mencoba atau menguji konsep itu
berlaku dalam kasus yang sederhana dan yakin bahwa konsep itu berlaku dalam
kasus serupa, seseorang dikatakan telah memiliki pemahaman rasional suatu
konsep, jika ia dapat membuktikannya. Selanjutnya seseoarang dikatakan telah
memiliki pemahaman intuitif suatu konsep, jika ia telah yakin akan kebenaran
konsep tersebut.
Skemp (Sumarmo, 2011) membedakan dua jenis
pemahaman, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman
instrumental sejumlah konsep diartikan sebagai pemahaman atas konsep yang
saling terpisah dan hanya hafal rumus serta menerapkannya dalam perhitungan
tanpa mengetahui alasan-alasan dan penjelasannya. Sebalikanya pada pemahaman
relasional termuat suatu skema atau struktur pengetahuan yang kompleks dan
saling ber-relasi atau berhubungan yang dapat digunakan pada penyelesaian
masalah yang lebih luas dan kompleks.
2.1.3
Contoh Soal Pemahaman
Berdasarkan jenis-jenis masalah menurut
Ruseffendi (Herdian, 2010) sebagai berikut.
1)
Pemahaman translasi
Surya memiliki sebuah meja belajar lipat yang berbentuk persegi panjang.
Meja belajar tersebut memiliki panjang 40 cm dan lebarnya 25 cm. Ubahlah
pernyataan tersebut kedalam kalimat matematika!
2)
Pemahaman interpretasi
Tentukanlah letak koordinat-koordinat berikut!
a)
(2,7)
b)
(-4,5)
c)
(5,-8)
3)
Suatu pekerjaan dapat selesai oleh 8 orang dalam waktu 24 hari. Jika
jumlah pekerja bertambah menjadi 16 orang, berapa hari pekerjaan tersebut dapat
diselesaikan?
2.2
Penalaran Matematis
Kemampuan
bernalar merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai pada pembelajaran matematika.
Pada pembelajaran matematikanya kemampuan penalaran sangat dibutuhkan dalam
penarikan kesimpulan. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Ross (Rochmad;
Yurianti, dkk.) yang mengemukakan bahwa salah satu tujuan terpenting dari
pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran. Oleh karena
itu keberhasilan belajar siswa kemungkinan besar ditentukan oleh lama
berpikirnya atau penalarannya, begitu pula keberhasilan belajar matematika
karena hasil belajar matematika menuntut kemampuan penalaran agar dapat
menerjemahkan persoalan-persoalan ke dalam kalimat matematika. Permasalahan
yang akan terjadi ketika kemampuan bernalar tidak dikembangkan pada siswa, maka
bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian
prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya.
Penalaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002,722) merupakan suatu cara (perihal) menggunakan nalar, pemikiran atau
cara berpikir logis, jangkauan pemikiran. Hal mengembangkan atau mengendalikan
sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. Proses mental
dalam mengembangkan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip. Sementara itu, Permana
dan Sumarmo (dalam Udhayani, 2014) mengungkapkan bahwa kemampuan penalaran merupakan
proses berfikir dalam penarikan kesimpulan, penalaran ada dua yaitu penalaran
induktif dan penalaran deduktif.
Kemampuan
penalaran matematika merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan dari
suatu permasalahan matematika. Sementara itu, penalaran menurut Kamsiyati, dkk.
(2009) diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir bersifat logis dan analitik.
Kemampuan berpikir atau bernalar secara logus dan analitik merupakan modal
utama untuk menguasai ilmu pengetahuan. Sementara itu, Suherman (dalam Yurianti
dkk.) mengemukakan bahwa penalaran matematis adalah suatu kegiatan menyimpulkan
fakta, menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan membuat suatu
kesimpulan.
Adapun
Suryadi (Saragih, 2007; Yurianti, dkk, mengemukakan pentingnya kemampuan
penalaran dalam pembelajaran matematika yaitu pada pembelajaran yang lebih
menekankan pada aktivitas penalaran dan pemecahan masalah sangat erat kaitannya
dengan pencapaian prestasi siswa yang tinggi.
2.2.1
Jenis jenis Penalaran Matematis
Secara
garis besar, terdapat dua jenis penalaran matematis yaitu penalaran induktif
dan penalaran deduktif. Penjelasan dari jenis-jenis penalaran adalah sebagai
berikut:
1) Penalaran
Induktif
Menurut
Sumartini (2015) penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan
mengambil suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan
baru dari kasus-kasus yang khusus. Sumarmo (dalam Sumartini, 2015) mengemukakan
beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif yaitu sebagai berikut:
a) Transduktif:
Menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada
kasus khusus lainnya.
b) Analogi:
Penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses.
c) Generalisasi:
Penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.
d) Memperkirakan
jawaban, solusi atau kecenderungan: Interpolasi dan ekstrapolasi.
e) Memberi
penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
f) Menggunakan
pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur.
Pada
proses pembelajarannya, penalaran induktif digunakan pada pendekatan induktif
sebagai siasat dalam pembelajaran agar konsep-konsep matematika yang abstrak
dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret.
Contoh
soal yang menggunakan penalaran induktif salah satunya meliputi bekerja dengan pola Jika terdapat alfabet
seperti D, G, J, M, S, ..., ... Huruf
apakah yang paling tepat untuk menempati dua huruf terakhir pada deretan
alfabet tersebut? Penyelesaian: Urutan alfabet adalah
A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N ,O, P, Q, R, S, T, U, V, W, X, Y, Z.
Dari urutan tersebut, dengan mudah dapat diperoleh dua huruf terakhir yakni V
dan Y.
2) Penalaran
Deduktif
Menurut
Sumartini (2015) penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal
yang umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Sementara
itu, menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006) penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme tersebut
terdiri dari dua macam pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi).
Adapun contoh soal yang menggunakan penalaran deduktif menurut Suwangsih dan
Tiurlina (2006) adalah sebagai berikut:
Contoh: Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) “Faktor
persekutuan terbesar (FPB) dari beberapa bilangan adalah sebuah bilangan asli
paling besar yang merupakan faktor persekutuan dari semua bilangan itu” Cara
menentukan FPB dari dua bilangan 24 dan 36 adalah sebagai berikut: Himpunan
faktor dari 24 adalah: A = {1,2,3,4,6,8,12,24}, Himpunan faktor dari 36 adalah:
B = {1,2,3,4,6,9,12,18,36}, Himpunan faktor persekutuan dari 24 dan 36 adalah
himpunan irisan A dan B, yaitu A á´– B = {1,2,3,4,6,12}.
Anggota paling besar dari A á´– B adalah 12. Jadi 12
merupakan pembagi persekutuan yang terbesar dari 24 dan 36. FPB dari 24 dan 36
adalah 12 keterangan:
Pada
contoh mencari FPB di atas terjadi silogisme. Premis
mayor: Definisi FPB, dua bilangan a dan b. Premis minor: a = 24
dan b = 36, Kesimpulan:
FPB dari 24 dan 36 adalah 12.
2.2.2
Komponen Penalaran Matematis
Maulana
(2008) mengemukakan, bahwa komponen-komponen dalam penalaran matematis di
antaranya adalah konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi,
sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan komunikasi matematis. Penjelasan
dari setiap komponen penalaran matematis tersebut adalah sebagai berikut.
1)
Konjektur
Konjektur atau dugaan merupakan pernyataan yang dianggap
benar dan masih perlu dibuktikan kebenarannya, atau dengan kata lain
kebenarannya belum diketahui secara pasti. Melakukan
konjektur dapat dilakukan pada saat meneliti pola atau pada saat menguji data.
Konjektur dapat diartikan pula sebagai salahsatu kemampuan dalam membuat
pernyataan matematika yang memiliki nilai kebenaran didasarkan atas
investigasi, eksplorasi, maupun eksperimen.
2)
Analisis
Analisis
dapat diartikan sebagai salahsatu kemampuan siswa dalam menggunakan
pengetahuannya untuk memecahkan berbagai masalah. Kegiatan yang dapat disebut
analisis misalnya membuat kesimpulan dari data yang ada atau diberikan,
menganalisis berbagai macam data, seperti data statistik, menguji data atau
pemecahan suatu masalah.
3)
Evaluasi
Dalam
bidang pendidikan, evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana tercapainya
tujuan pembelajaran dilihat dari keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar
yang diberikan guru terhadap siswanya. Evaluasi dalam penalaran matematis
adalah melakukan peninjauan kembali atau mendiskusikan dan menilai suatu ide
matematik atau metode pemecahan masalah. Dengan kata lain, evaluasi adalah
mengkritisi sejauh mana efektifitas strategi pemecahan masalah matematika.
4)
Generalisasi
Generalisasi
dapat diartikan sebagai kemampuan siswa dalam menarik atau membuat kesimpulan
yang bersifat umum. Generalisasi dapat dilakukan melalui penalaran deduktif,
hasil dari generalisasi misalnya rumus yang diperoleh dari pernyataan khusus
menjadi aturan yang bersifat umum. Dengan kata lain, melalui generalisasi siswa
dapat memperluas pemecahan masalah yang dikaji, sehingga dapat diterapkan
secara lebih luas pada permasalahan yang lebih luas.
5)
Koneksi
Koneksi
berarti mencari hubungan atau keterkaitan. Misalnya, mencari hubungan berbagai
representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antartopik matematika,
ataupun menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada atau
yang dimiliki siswa.
6)
Sintesis
Sintesis
merupakan kegiatan siswa dalam mengkombinasikan prosedur-prosedur matematika
sehingga diperoleh hasil yang diinginkan. Dengan kata lain, siswa mampu
mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang
dimilikinya, sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh (umum).
7)
Pemecahan Masalah Tidak
Rutin
Dalam
mengembangkan kemampuan tingkat tinggi siswa, guru haruslah memberikan
masalah-masalah matematika yang sifatnya tidak rutin. Artinya, cara atau metode
penyelesaiannya belum diketahui oleh siswa. “Atau dengan kata lain, pemecahan
masalah tidak rutin adalah menerapkan suatu prosedur matematis dalam konteks
yang baru dihadapi” (Maulana, 2008, hlm. 43). Dengan demikian, pemecahan
masalah tidak rutin adalah proses menemukan cara atau metode penyelesaian masalah
matematika melalui kegiatan mengamati, memahami, menganalisis, menduga, dan
meninjau kembali.
8)
Jastifikasi atau
Pembuktian
Dalam
penalaran matematis, pembuktian suatu pernyataan dilakukan dengan berpedoman
pada sifat-sifat matematika yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian,
kebenaran yang diperoleh bersifat deduktif.
9)
Komunikasi Matematis
Penyajian
ide matematika tidak hanya secara tertulis, tetapi juga secara lisan. Penulisan
tugas matematika tersebut dikerjakan tidak hanya dalam bentuk deskripsi, tetapi
juga dalam bentuk diagram dan tabel. Kegiatan dalam komunikasi matematis ini
misalnya menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, atau kalimat matematika.
2.2.3
Indikator Penalaran Matematis
Menurut
Maulana (2011,55) mengemukakan beberapa indikator yang tergolong kemampuan
penalaran matematik adalah sebagai berikut:
1)
Menarik kesimpulan
logis.
2)
Memberikan penjelasan
dengan menggunakan model, fakta, sifat, dan hubungan.
3)
Memperkirakan jawaban
dan proses solusi.
4)
Menggunakan pola dan
hubungan untuk menganalisis situasi matematik.
5)
Menyusun dan menguji
konjektur.
6)
Merumuskan lawan
contoh.
7)
Mengikuti aturan
inferensi, memeriksa validitas argumen.
8)
Menyusun argumen yang
valid.
9)
Menyusun pembuktian
langsung, tak langsung dan menggunakan induksi matematik.
2.3
Komunikasi Matematis
Matematika adalah bahasa yang
dapat menjadi alat dalam menemukan pola dan alat komunikasi antarsiswa dan
komunikasi antara guru dan siswa. Menurut Wahyudin (2012, hlm. 527),
“Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasi permasalahan”.
Melalui komunikasi, suatu ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan
dikembangkan. Menurut Asikin (2001, hlm. 1) komunikasi matematis dapat
diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan atau dialog yang terjadi
dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang
dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi
di lingkungan kelas adalah guru dan siswa. Sedangkan cara pengalihan pesan
dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada peserta didik
untuk saling komunikasi, sehingga dapat berjalan dengan lancar dan sebaliknya
jika komunikasi antara siswa dengan guru tidak berjalan dengan baik maka akan
rendahnya kemampuan komunikasi matematik.
Adapun Sadirman (1999, 1)
(dalam Muhammad Darkasyi, dkk)
mengemukakan komunikasi (secara konseptual) yaitu memberitahukan dan
menyebarkan berita, pengetahuan, pikiran-pikiran dan nilai-nilai dengan maksud
untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan menjadi milik
bersama. Suwito (1999, 1) (dalam Muhammad Darkasyi, dkk) pun menjelaskan bahwa
kata komunikasi berasal dari kata kerja Latin “communicare”, yang
berarti “berbicara bersama, berunding, berdiskusi, dan berkonsultasi, satu sama
lain”. Kata ini erat hubungannya dengan kata Latin “communitas”, yang
tidak hanya berarti komunitas atau masyarakat sebagai satu kesatuan, tetapi
juga berarti ikatan berteman dan rasa keadilan dalam hubungan antara
orang-orang satu sama lain.
2.3.1
Indikator Komunikasi Matematis
Menurut Sumarmo (2004) (dalam Muhammad Darkasyi,
dkk) indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematika adalah sebagai
berikut ini.
1)
Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.
2)
Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
3)
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematik.
4)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5)
Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
Kemampuan
yang disebutkan di atas dapat tergolong ke dalam kemampuan berpikir matematika
tingkat rendah atau tingkat tinggi
tergantung pada kesulitan komunikasi yang terlibat. Dapat disimpulkan
bahwa indikator kemampuan berpikir matematis yang perlu dimiliki oleh peserta
didik yaitu berupa kemampuan dalam mengekspresikan ide matematis yang
dihubungkan dengan model-model situasi nyata. Dalam hal ini, guru harus dapat
membantu peserta didik dalam mengkonstruksi suatu bahasa untuk mengekspresikan
ide dan gagasan matematis yang dimilikinya.
2.3.2
Aspek-aspek Kemampuan Komunikasi Matematis
Komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi
secara tertulis maupun lisan atau verbal (Mahmudi, 2004). Komunikasi secara
tertulis dapat berupa kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang
menggambarkan proses berpikir peserta didik. Komunikasi tertulis dapat berupa
uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan
kemampuan peserta didik dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk
menyelesaikan masalah. Proses komunikasi dapat membantu peserta didik membangun
pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika
peserta didik ditantang untuk berpikir tentang matematika dan
memngkomunikasikanya kepad orang atau peserta didik lain secara lisan maupun
tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide
matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi
lebih mudah dipahami, khusunya oleh diri mereka sendiri. Dengan demikian,
proses komunikasi akan bermanfaat bagi peserta didik terhadap pemahamannya akn
konsep-konsep matematika.
Menurut Vermont Departement of Education,
(Mahmudi, 2004) komunikasi matematika melibatkan tiga aspek, diantaranya
sebagai berikut.
1)
Menggunakan bahasa matematika secara akurat dan menggunakannya untuk
mengkomunikasikan aspek-aspek penyelesaian masalah.
2)
Menggunakan representasi matematika secara akurat untuk mengkomunikasikan
penyelesaian masalah.
3)
Mempresentasikan penyelesaian masalah yang terorganisasi dan terstruktur
dengan baik.
Terdapat beberapa alasan penting mengapa
pelajaran matematika terfokus pada pengkomunikasian, menurut Wahyudin (Rizky,
2012), matematika pada dasarnya adalah suatu bahasa. Bahasa disajikan merupakan
alat yang tak terhingga adanya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan
jelas, cermat dan tepat.
2.3.3
Manfaat Komunikasi Matematis
Menurut Asikin (2001, hlm., 3) (dalam Muhammad
Darkasyi, dkk) uraian tentang penting komunikasi komunikasi dalam pembelajaran
matematika dideskripsikan sebagai berikut.
1)
Komunikasi dimana ide matematika dieksploitasi dalam berbagai perspektif,
mermbantu mempertajam cara berpikir siswa dan mempertajam kemampuan siswa dalam melihat berbagai
keterkaitan materi matematika.
2)
Komunikasi merupakan alat untuk “mengukur” pertumbuhan pemahaman, dan
merefleksikan pemahaman matematika para siswa.
3)
Melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan
pemikiran matematika mereka.
Indikator
komunikasi matematika ini untuk mencapai sasaran pada soal-soal matematika yang
nantinya diberikan pada tes kemampuan komunikasi peserta didik akan mencapai
target dalam berkomunikasi matematika sehingga siswa tidak terlepas dalam
target yang diinginkan dalam berkomunikasi matematika.
2.3.4
Peran Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis
Peran guru dalam pembelajaran adalah sebagai pembimbing,
pengarah, dan fasilitator. NCTM (Novian, 2011) menyebutkan tentang peran guru
dalam mengembnagkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik di antaranya
sebagai berikut.
1)
Menyelidiki pertanyaan dan tugas yang diberikan, menarik hati dan menantang
masing-masing peserta didik untuk berpikir.
2)
Meminta peserta didik untuk mengklarifikasi dan menilai ide-ide mereka
secara lisan dan tulisan.
3)
Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan peserta didik dalam
diskusi.
4)
Memutuskan kapan dan bagaimana menyajikan notasi matematika dalam bahasa
matematika kepada peserta didik.
5)
Memutuskan kapan untuk memberi informasi, kapan mengklarifikasi suatu
permasalahan, dan kapan untuk memberikan kesempatan pada peserta didik bergelut
dengan pemikiran dan penalarannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
6)
Memonitor partisipasi peserta didik dalam diskusi, dan memutuskan kapan
serta bagaimana untuk memotivasi masing-masing peserta didik untuk
berpartisipasi.
2.3.5
Contoh Soal Komunikasi Matematis
Berikut adalah beberapa contoh soal untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis peserta didik.
1)
Contoh soal.
Jika Riska memiliki 50 macam rasa permen yang akan dibagikan kepada
teman-temannya dalam beberapa kantung permen, berapa banyak kantung permen
dapat dibuat apabila kantung berisi dua macam rasa permen?
Penyelesaian:
Diketahui: Banyak rasa permen = 50
Setiap kantung berisi 2 macam rasa
permen yang berbeda
Ditanya: Berapa banyak kantung permen?
Jawab: Banyak rasa permen : 2 = 50 : 2 = 25
Jadi, banyaknya kantung permen yang dapat dibuat adalah 25 kantung
permen.
2.4
Koneksi Matematis
Koneksi matematis diartikan
sebagai ide-ide matematis. Menurut National Council Teacher Mathematics
(NTCM) membagi koneksi matematika menjadi dua jenis di antaranya hubungan
representasi yang ekuivalen dalam metematika dan prosesnya yang saling
berkorespodensi dan hubungan antara matematika dengan situasi masalah yang
berkembang di dunia nyata atau pada disiplin ilmu lain. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika tidak hanya menghubungkan
antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan
berbagai ilmu lain dalam kehidupan.
Adapun pendapat Brunner (Ruseffendi, 1991) (dalam
Afrizal, 2012) mengemukakan bahwa dalam matematis setiap konsep itu berkaitan
dengan konsep lain. Begitu pula antara yang lainnya misalnya, antara dalil dan
dalil, antara teori-teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika
(aljabar dan geometri). Oleh karena itu, agar peserta didik dalam belajar
matematika lebih berhasil, peserta didik
harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.
Melalui koneksi matematis, pembelajaran
matematika akan menjadi lebih bermakna dan dapat mengembangkan kemampuan dasar
matematika peserta didik. Di mana dalam kegiatan pembelajarannya, apan yang
dipelajari peserta didik memiliki keterkaitan dengan konsep matematika,
kehidupan sehari-hari, dan disiplin bidang ilmu lain. ketika peserta didik akan
lebih mendalam dan lebih lama bertahan dalam ingatan peserta didik.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematis dpat
diartikan sebagai suatu kemampuan dasar matematis yang memiliki keterkaitan. Keterkaitan
tersebut merupakan keterkaitan antarakonsep matematika, baik keterkaitan secara
internal yang berhubungan dengan matematika itu sendiri maupun keterkaitan
secara eksternal di mana matematika berhubungan dengan bidang lain, baik bidang
studi lain maupun dengan kehidupan sehari-hari.
2.4.1
Tujuan dan Manfaat Koneksi Matematis
Koneksi matematis bertujuan untuk membantu siswa
dalam membuat persepsi matematika sebagai bagian yang terintegrasi dengan
kehidupan
nyata. Menurut NCTM (Tanpa
nama, 2012), “Terdapat tiga tujuan koneksi matematis
yaitu memperluas wawasan pengetahuan siswa, memandang matematika sebagai suatu
keseluruhan yang padu, dan menyatakan relevansi dan manfaat baik di sekolah
maupun luar sekolah”.
Koneksi matematis bertujuan untuk memperluas wawasan
pengetahuan peserta didik, karena pemberian materi atau permasalahannya yang
berkaitan dengan berbagai topik dan dalam penyelesaiannya menggunakan berbagai
sumber belajar, sehingga peseta didik memperoleh pengetahuan yang lebih kaya
dan tidak bertumpu hanya pada materi tertentu saja. Dengan mengkaitkan berbagai
topik dalam pembelajaran, maka matematika dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang terpadu dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, sehingga
akan bermanfaat baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai akibat dari
penyelesaian masalah yang dilihat dari berbagai sudut pandang penyelesaian dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Jadi, melalui kemampuan koneksi matematis peserta didik
dapat memahami ide matematika secara keseluruhan sebagai suatu kesatuan yang
utuh, dan merupakan bagian yang terintegrasi antara topik matematika itu
sendiri, dengan bidang ilmu lain, dan dengan kehidupan sehari-hari. Ketika
ide matematika tersebut berkaitan dengan kehidupan nyata, maka siswa akan sadar
terhadap manfaat dan kegunaan matematika itu sendiri sebagai bagian dari
kehidupan.
2.4.2
Indikator Koneksi Matematis
Salah satu pentingnya peserta didik diberikan
latihan-latihan yang berkenaan dengan soal-soal koneksi bahwa dalam matematika
setiap konsep berkaitan satu sama lain, seperti dalil dengan dalil, antara
teori dengan teori, antara topik dengan topik, dan antara cabang-cabang
matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Brunner (Nurulislamidiana, 2013),
yang mengemukakan bahwa.
Dalam matematika setiap konsep ini berkaitan dengan konsep lain. begitu
pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dengan dalil, antara teori dan
teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika. Oleh karena itu,
agar siswa berhasil belajar matematika, siswa harus lebih banyak diberi
kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.
Selain itu untuk lebih jelas akan kemampuan yang
akan dikembangkan khususnya koneksi pada peserta didik maka yang perlu
diperhatikan yaitu indikator pencapaiannya. Adapun indikator kemampuan koneksi
matematik menurut Sartika (Nurulislamidiana, 2013), adalah.
1)
Mencari hubungan antar berbagai representatif konsep dan prosedur.
2)
Memahami hubungan antar topik matematika.
3)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan
sehari-hari.
4)
Memahami representatif ekuivalen konsep yang sama.
5)
Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representatif yang ekuivalen.
6)
Menggunakan koneksi antar topik matematika dan antar topik matematika
dengan topik lain.
2.4.3
Contoh Soal Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematika yang
dimaksud adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan topik matematika yang sedang
dibahas dengan topik matematika lainnya, dengan mata pelajaran lain atau dengan
kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut secara umum dilihat dari kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal-soal koneksi, baik soal koneksi internal maupun
soal koneksi eksternal.
1)
Koneksi
internal (koneksi antar topik matematika).
Banyak di
antara topik matematika yang sebenarnya memiliki koneksi satu sama lain dalam
suatu permasalahan matematika.
Contoh soal: Diketahui panjang suatu persegi panjang
adalah 10 cm dan lebarnya adalah setengah dari panjangnya. Berapa dm kah
keliling persegi panjang tersebut!
Topik-topik
yang terkait dengan soal di atas adalah geometri bangun datar yaitu persegi
panjang, satuan pengukuran dan operasi bentuk pecahan.
2)
Koneksi
eksternal (koneksi topik matematika dengan topik diluar matematika).
Koneksi
eksternal terdiri dari koneksi dengan mata pelajaran lain atau koneksi dengan
kehidupan sehari-hari. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu dapat bermanfaat
baik bagi pengembangan disiplin ilmu lain, maupun dalam memecahkan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh soal: Ibu pergi ke pasar membeli 3 liter beras dengan harga Rp.2500/liter,
gula pasir ½ kg dengan harga Rp.2000, 3 ikat kangkung dengan harga
Rp.1000/ikat. Pergi dan pulangnya Ibu naik becak dengan ongkos Rp.3000. Berapa
seluruh uang yang ibu keluarkan?
Topik matematika tersebut terkait
dengan permasalahan sehari-hari dan disiplin ilmu lain yaitu mata pelajaran IPS
dengan topik kegiatan jual beli.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika merupakan pengaitan
matematika dengan pelajaran lain, atau dengan topik lain, yang meliputi:
memahami hubungan antar topik matematika; menggunakan matematika dalam bidang
studi lain atau kehidupan sehari-hari; menggunakan koneksi antar topik
matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain.
2.5
Pemecahan Masalah Matematis
Masalah dalam matematika adalah masalah yang
jawabannya terarah kepada jawaban tunggal atau pasangan tertentu, dengan kata
lain hanya ada satu kemungkinan jawaban benar (kovergen). Selain konvergen,
adapun divergen yaitu jawaban yang dihasilkan lebih dari satu atau bervariasi,
dengan kata lain kemungkinan jawaban benar ada lebih dari satu (Tarigan, 2006).
Sementara itu, menurut Siswono (dalam Suci dan Rosyidi) pemecahan masalah
adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan
atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.
Menurut Maulana (2011) sebagai pendekatan pembelajaran, pemecahan masalah
matematis (mathematical problem solving)
digunakan untuk menemukan (discovery)
atau menemukan kembali (reinvention),
serta untuk memahami materi, konsep dan prinsip matematika.
2.5.1
Tujuan Pemecahan Masalah Matematis
Selain
daripada kemampuan bernalar yang merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh
siswa, adapun kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika yang
berorientasi pada penerapan matematika dalam menyelesaikan masalah. Selaras
dengan tujuan pemecahan masalah matematis yang dikemukakan oleh Maulana (2011)
yaitu agar siswa dapat:
1)
Merumuskan masalah.
2)
Menerapkan strategi.
3)
Menjelaskan/menginterpretasikan.
4)
Menyusun model matematika.
5)
Menggunakan matematika.
2.5.2
Indikator Pemecahan Masalah Matematis
Siswono
(dalam Ruci dan Rosyidi) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut ini.
1) Pengalaman
awal.
Pengalaman
terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman
awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
2) Latar
belakang matematika.
Kemampuan
siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat
memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
3) Keinginan
dan motivasi.
Dorongan
yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA”
maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang,
kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.
4) Struktur
Masalah.
Struktur
masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara
verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar
belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan
masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
2.5.3
Langkah-langkah
Pemecahan Masalah Matematis
Adapun
aspek-aspek yang harus dicantumkan siswa pada setiap langkah-langkah pemecahan
masalah (dalam Suci & Rosyidi) adalah:
1)
Memahami masalah. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada
langkah ini meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
2)
Merencanakan
penyelesaian. Aspek yang harus
dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi urutan langkah penyelesaian dan
mengarahkan pada jawaban yang benar.
3)
Menyelesaikan rencana
penyelesaian. Aspek yang harus
dicantumkan siswa pada langkah ini meliputi pelaksanaan cara yang telah dibuat
dan kebenaran langkah yang sesuai dengan cara yang dibuat.
4)
Memeriksa kembali. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada
langkah ini meliputi penyimpulan jawaban yang telah diperoleh dengan
benar/memeriksa jawabannya dengan tepat.
2.5.4
Strategi Pemecahan Masalah Matematis
Strategi
pemecahan masalah matematis menurut Larson (dalam Suryawan) terbagi menjadi 12
macam diantaranya sebagai berikut:
1) Mencari
pola.
2) Buatlah
gambar.
3) Bentuklah
masalah yang setara.
4) Lakukan
modifikasi pada soal.
5) Pilih
notasi yang tepat.
6) Pergunakan
simetri.
7) Kerjakan
dalam kasus-kasus.
8) Bekerja
mundur.
9) Berargumentasi
dengan kontradiksi.
10) Pertimbangkan
paritas.
11) Perhatikan
kasus-kasus ekstrim.
12) Lakukan
perumuman.
Masing-masing strategi di atas
tidak dimaksudkan untuk memecahkan semua jenis masalah. Terkadang dengan satu
strategi saja suatu masalah telah dapat diselesaikan, tetapi kadang-kadang
suatu masalah menuntut penggunaan gabungan dari beberapa strategi. Tidak ada
strategi yang lebih baik dari strategi yang lain. Strategi-strategi tersebut
bersifat relatif satu sama lain. Oleh karena itu ada baiknya semua strategi di
atas dipelajari seluruhnya. Kalau pun nantinya hanya akan memilih satu strategi
tertentu untuk memecahkan masalah, semua tergantung pada masalahnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Pemahaman merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu
comprehension, yang berarti memahami sesuatu dengan pikiran, juga berasal dari
kata paham yang kemudian dibubuhi imbuhan pe-an, sehingga membentuk kata
pemahaman yang berarti melakukan proses memahami. Sementara pengertian
matematis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI (2015) yaitu
bersangkutan dengan matematika; bersifat matematika. Dengan
itu, dapat disimpulkan
bahwa pemahaman matematis merupakan kemampuan dalam mengartikan, menafsirkan,
menerjemahkan atau menyatakan ide-ide matematika berdasarkan pemahamannya dalam
pembelajaran matematika. Suherman
(dalam Yurianti dkk.) mengemukakan bahwa penalaran matematis adalah suatu
kegiatan menyimpulkan fakta, menganalisa data, memperkirakan, menjelaskan dan
membuat suatu kesimpulan.
Menurut Asikin (2001, hlm. 1)
komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan
atau dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi
pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang
dipelajari di kelas, komunikasi di lingkungan kelas adalah guru dan siswa.
Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang
disampaikan guru kepada peserta didik untuk saling komunikasi, sehingga dapat
berjalan dengan lancar dan sebaliknya jika komunikasi antara siswa dengan guru
tidak berjalan dengan baik maka akan rendahnya kemampuan komunikasi matematik.
Koneksi matematis diartikan
sebagai ide-ide matematis. Menurut National Council Teacher Mathematics
(NTCM) membagi koneksi matematika menjadi dua jenis di antaranya hubungan
representasi yang ekuivalen dalam metematika dan prosesnya yang saling
berkorespodensi dan hubungan antara matematika dengan situasi masalah yang
berkembang di dunia nyata atau pada disiplin ilmu lain. Berdasarkan hal
tersebut, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika tidak hanya menghubungkan
antar topik dalam matematika, tetapi juga menghubungkan matematika dengan
berbagai ilmu lain dalam kehidupan.
Masalah dalam matematika adalah masalah yang
jawabannya terarah kepada jawaban tunggal atau pasangan tertentu, dengan kata
lain hanya ada satu kemungkinan jawaban benar (kovergen). Selain konvergen,
adapun divergen yaitu jawaban yang dihasilkan lebih dari satu atau bervariasi,
dengan kata lain kemungkinan jawaban benar ada lebih dari satu (Tarigan, 2006).
Sementara itu, menurut Siswono (dalam Suci dan Rosyidi) pemecahan masalah
adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi halangan
atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Menurut Maulana (2011)
sebagai pendekatan pembelajaran, pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving) digunakan
untuk menemukan (discovery) atau
menemukan kembali (reinvention),
serta untuk memahami materi, konsep dan prinsip matematika.
3.2
Saran
Goals kognitif dalam pembelajaran matematika perlu
diketahui dan dipahami oleh pendidik atau calon guru. Karena dengan memahami
hal tersebut pembelajaran matematika dapat dilaksanakan untuk mencapai beberapa
tujuan tersebut secara optimal. Selain itu guru juga dapat melakukan evaluasi
pembelajaran dengan didasarkan kepada beberapa tujuan pembelajaran yang telah
direncanakan sehingga arah pembelajaran matematika tidak melenceng dari alur
yang telah ditargetkan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal, Irfan Mufti. (2012). Kemampuan Koneksi Matematis. [Online].
Diakses dari: http://irfanmuftiafrizal.blogspot.co.id/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html.
Asikin, M. (2001). Komunikasi
Matematika dalam RME. Makalah Seminar. Disajikan dalam Seminar Nasional RME
di Universitas Sanata Darma Yogyakarta.
Astuti, A & Leonard. (Tanpa tahun). Peran Kemampuan Komunikasi Matematika
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa: Universitas Indraprasta PGRI
Darkasyi, M. (Tanpa tahun). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi Siswa Dengan
Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning Pada Siswa SMP Negeri 5 Lhoukseumawe.
Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala
Herdian. (2010). Kemampuan
Pemahaman Matematis. [Online]. Diakses dari: http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-pemahaman-matematis/.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(2014). Kamus Versi Online/Daring (Dalam Jaringan. [Online].
Diakses dari: http://kbbi.web.id/.
Kamsiyati, dkk. (Tanpa tahun). Pengaruh Penerapan Pendekatan Matematika
Realistik dan Kemampuan Penalaran Dalam Pembelajaran Matematika. Semarang:
Program Studi PGSD FKIP UNS
Maulana. (2008). Dasar-dasar
Keilmuan dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Royyan Press.
Maulana. (2011). Dasar-dasar
Keilmuan dan Pembelajaran Matematika Sequel 1. Bandung: Royyan Press.
Mahmudi, Ali.
(2004). Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Melalui
Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari: http://eprints.uny.ac.id/724/1/PM-10%20Ali%20Mahmudi.pdf.
Miratus,
D. (2013). Makalah model pembelajaran
SAVI. [Online]. Diakses dari: http://dyamiratus.blogspot.co.id/2013/03/makalah-model-pembelajaran-savi.html.
Muslim, A. (2014). Kemampuan koneksi matematik. [Online].
Diakses dari: http://arifinmuslim.wordpress.com/2014/02/21/kemampuan-koneksi-matematik/?_e_pi_=7%2CPAGE_ID10%2C3262643595.
Nurulislamidiana, R. (2013). Kemampuan Koneksi Matematika. [Online].
Diakses dari: http://proposalmatematika23.blogspot.com/2013/05/kemampuan-koneksi-matematika.html.
Novian. (2011) Kemampuan komunikasi matematika. [Online]. Diakses dari: http://noviansangpendiam.blogspot.com/2011/04/kemampuan-komunikasi-matematika.html.
Sardiman. (2007). Pendekatan
Pembelajaran Matematika dengan Komunikasi Matematika. Bandung: CV Media
Utama.
Ramellan,
P. dkk. (2012). Kemampuan Komunikasi
Matematis dan Pembelajaran Interaktif: Staff Pengajar Jurusan Matematika
FMIPA UNP
Suci, A. A. W. & Rosyidi, A. H. (Tanpa tahun). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
Pada Pembelajaran Problem Posing Berkelompok: Jurusan Matematika, FMIPA
Unesa
Suwangsih, E. &
Tiurlina. (2010). Model Pembelajaran Matematika. Edisi Kesatu. Bandung:
Upi Press.
Sumarmo, U. (2004).
Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Makalah disajikan pada Pelatihan Guru Matematika di Jurusan
Matematika ITB. April 2004.
Sumarmo, U. (2011). Pembinaan karakter, berpikir tingkat tinggi
dan disposisi matematik, kesulitan guru dan siswa serta alternatif solusinya.
Makalah disajikan dalam kuliah Matrikulasi SPS UPI 2011.
Suwito, U. (1999). Komunikasi
Untuk Pembangunan. IKIP Yogyakarta.
Tanpa nama. (2012). BAB II kajian
pustaka. [Online]. Diakses dari: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-878-07118883002
4%20bab%20II.pdf.
Tanpa nama. (2012). Kemampuan komunikasi matematis. [Online]. Diakses dari: http://sbrrhasody.blogspot.com/2012/07/kemampuan-komunikasi-matematis.html.
Wahyudin. (2012). Filsafat
dan Model-model Pembelajaran Matematika. Bandung: Mandiri.
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa.
(2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan
Percetakan Balai Pustaka.