Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

KONSTRUKTIVISME VS MEKANISTIS DAN PENDEKATAN INDUKTIF, DEDUKTIF, LANGSUNG, TIDAK LANGSUNG


KONSTRUKTIVISME VS MEKANISTIS DAN PENDEKATAN INDUKTIF, DEDUKTIF, LANGSUNG, TIDAK LANGSUNG

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.


Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konstruktivisme vs Mekanistis, dan Pendekatan Induktif, Deduktif, Langsung, Tak Langsung” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai paradigma atau teori pembelajaran konstruktivisme versus mekanistis, dan beberapa pendekatan (tools) dalam pembelajaran matematika diantaranya pendekatan induktif, pendekatan deduktif, pendekatan langsung, dan pendekatan tidak langsung.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.      Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
                                                                                    Sumedang, 17 Februari 2016


   Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3  Tujuan Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Perbedaan Konstruktivisme dan Mekanistis.................................... 3
2.2  Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Matematika................... 9
2.3  Pendekatan Deduktif dalam Pembelajaran Matematika.................. 13
2.4  Pendekatan Langsung dalam Pembelajaran Matematika................. 16
2.5  Pendekatan Tidak Langsung dalam Pembelajaran Matematika....... 21
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 24
3.2  Saran................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 26









BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan dengan tujuan siswa memahami konteks matematika yang diajarkan. Pembelajaran matematika ditujukan untuk tercapainya standar kompetensi/kompetensi inti dan kompetensi dasar pembelajaran dimana pembelajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Guru juga harus memperhatikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari kegiatan awal sampai akhir pembelajaran. Melakukan evaluasi yang relevan dan disesuaikan dengan proses dalam pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pembelajaran matematika tidak terlepas dari paradigma atau teori pembelajaran yang melatarbelakangi proses kegiatan pembelajaran. Ada beberapa paradigma atau teori pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran konstruktivisme dan mekanistis. Dimana paradigma atau teori tersebut dapat mempengaruhi cara yang dilakukan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga pendidik harus benar-benar dapat membedakan kedua paradigma/teori pembelajaran tersebut.
 Guru sebagai pemegang peranan utama dalam pembelajaran matematika tidak hanya memiliki pengetahuan akan materi matematika yang diajarkan. Akan tetapi guru juga harus memiliki pengetahuan konseptual dan prosedural yang akan mengantarkan siswa ke topik pembelajaran, memiliki kecakapan untuk menangani miskonsepsi yang mungkin terjadi dalam pengajaran matematika dan memahami tahapan bahwa mereka masih memiliki sedikit pemahaman tentang suatu materi menuju penguasaan materi tertentu. Oleh karena itu guru diharapkan mampu mengetahui dan mengimplementasikan beberapa pendekatan pembelajaran yang biasa diterapkan dalam pembelajaran matematika diantaranya yaitu pendekatan induktif, deduktif, serta pendekatan langsung dan tak langsung yang dapat membantu guru dalam menciptakan pembelajaran yang optimal.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana perbedaan konstruktivisme dan mekanistis?
1.2.2        Bagaimana konsep dan implementasi dari pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika?
1.2.3        Bagaimana konsep dan implementasi dari pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika?
1.2.4        Bagaimana konsep dan implementasi dari pendekatan pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika?
1.2.5        Bagaimana konsep dan implementasi dari pendekatan pembelajaran tidak langsung dalam pembelajaran matematika?

1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui serta memahami perbedaan pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran mekanistis dalam matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika.
1.3.3        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika.
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai pendekatan langsung dalam pembelajaran matematika.
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai pendekatan tidak langsung dalam pembelajaran matematika.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Perbedaan Pembelajaran Konstruktivisme dan Mekanistis
2.1.1        Konsep dan Implementasi Konstruktivisme dalam Matematika
Pembelajaran matematika telah mengalami perkembangan atau pergeseran paradigma yang bisa saja dipengaruhi oleh teori atau prinsip pembelajaran yang ada. Pembelajaran sendiri menurut Grafura dan Wijayanti (2012, hlm 9) mengalami pergeseran dari paradigma behaviorisme menuju kognitivisme, dan sekarang berada di konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan perpaduan dari kognitif dan behavior yang memandang bahwa pembelajaran ditujukan kepada pembentukan dan pemahaman pengetahuan yang mengedepankan hasil, konstruksi dan interaksi dari proses pembelajaran.
Menurut Hernawan, dkk. (2010, hlm. 55) konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan konstektual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dibangun dengan tiba-tiba. Oleh karena itu peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergulat dengan ide-ide sehingga dapat mengontruksikan pengetahuannya. Esensi pembelajaran konstruktivisme yaitu siswa harus mampu menemukan dan mentransformasi suatu informasi kedalam situasi yang lain, dengan demikian perlu ada aktivitas yang dilakukan siswa agar informasi yang diterima dapat dibangun sendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Konstruktivisme memandang bahwa pembelajaran matematika diarahkan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Dengan kata lain bahwa pembelajaran matematika dajarkan dengan proses pembelajaran yang berpusat kepada siswa yang mendasari pembelajaran bertajuk situated-learning yaitu suatu proses pembelajaran yang diarahkan kepada kebermaknaan pada dunia nyata. Paradigma belajar konstruktivisme selaras dengan teori Realistic Mathemathics Education (RME) yang dikembangkan oleh Freudential. Masthoni (2011) menegaskan teori RME yang mengatakan bahwa pengetahuan matematika dikreasi bukan ditemukan sebagai sesuatu yang sudah jadi. Guru tidak sebagai sumber atau pusat pembelajaran namun berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru menciptakan kondisi pembelajaran dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang sesuai, representatif, serta realistik bagi siswa sehingga memperoleh pengalaman belajar yang optimal.
Konstruktivisme sendiri menurut Budiningsih (2012, hlm 64) merupakan proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi, yang membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitif. Oleh karena itu pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukan tersebut secara optimal pada diri siswa. Adapun ciri belajar berbasis konstruktisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldham (dalam Siregar & Nara, 2010, hlm. 39) sebagai berikut ini.
1)      Orientasi yaitu siswa diberi kesempatan mengembangkan motivasi.
2)      Elisitasi yaitu siswa mengungkapkan ide dengan jalan diskusi.
3)      Restrukturisasi ide yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain.
4)      Penggunaan berbagai ide baru dalam berbagai situasi/aplikasi ide.
5)      Review yaitu mengaplikasikan pengetahuan dan revisi apabila diperlukan.
Dengan demikian tugas guru dalam pembelajaran konstruktivisme yaitu memfasilitasi siswa belajar lebih aktif dan menjadikan proses pembelajaran lebih bermakna. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran yaitu siswa diharapkan dapat mengamati dan menemukan sendiri informasi yang diperolehnya dari hasil pengamatan, pengalaman dan hasil merasakan. Konstruktivisme memiliki beberapa prinsip dasar yaitu pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, tekanan proses pembelajaran terletak pada siswa, kegiatan belajar mengajar adalah kegiatan membantu siswa belajar, penekanan kepada proses bukan hasil akhir, kurikulum menekankan pasrtisipasi siswa, dan guru adalah fasilitator.
Dalam implementasi terhadap pembelajaran matematika, ada beberapa prinsip konstruktivisme Piaget seperti yang dikemukakan oleh De Vries dan Kohlberg (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2006, hlm.114) diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1)      Struktur psikologi harus dikembangkan terlebih dahulu sebelum persoalan bilangan dikembangkan.
2)      Struktur psikologi (skemata) harus dikembangkan lebih dulu sebelum simbol formal diajarkan.
3)      Siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan atau membentuk relasi matematis sendiri.
4)      Suasana berpikir harus diciptakan.
Implementasi pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran matematika meliputi empat tahap yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan penjelasan konsep, dan pengembangan serta aplikasi. Tahap apersepsi mendorong siswa untuk mengemukakan pengetahuan awal tentang konsep yang akan dibahas. Tahap eksplorasi memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelidiki dan menemukan konsep, pengumpulan, pengorganisasian dan penginterpretasian data. Tahap diskusi dan penjelasan konsep memberikan solusi berdasar observasi dan ditambah dengan penguatan guru. Tahap pengembangan dan aplikasi yaitu kegiatan pengaplikasian pemahaman konseptual siswa.
2.1.2        Konsep dan Implementasi Mekanistis dalam Matematika
Matematising merupakan kegiatan mengorganisasi dan menstruktur yang memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk menemukan apa yang masih belum diketahui secara beraturan, hubungan dan struktur. Matematisasi dibedakan menjadi dua dalam pemecahan masalah matematika yakni matematisasi horizontal dimana arah jalan matematika dibuka melalui bentuk model, bentuk bagan dan simbol, selain itu matematisasi vertikal yang terkait dengan proses secara matematis dan meningkatkan level untuk menstruktur masalah dalam pembahasannya. Dalam matematisasi horizontal siswa datang dengan alat-alat matematika yang dapat menolong mereka untuk mengorganisasi dan memecahkan masalah ke dalam situasi kehidupan nyata. Sedangkan dalam matematisasi vertikal terjadi proses mengorganisasi kembali ke dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya menemukan cara singkat dan menemukan hubungan antara konsep dan strategi dan mengaplikasikan penemuan tersebut.
Secara singkat, matematisasi horizontal melibatkan masalah dunia nyata ke bentuk dunia simbol-simbol, sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia symbol. Jika ditinjau dari penggunaan proses matematisasi Treffers (dalam Darhim, tanpa tahun, hlm. 7) membedakan empat pendekatan pembelajaran matematika yaitu pendekatan mekanistik, struktulalistik, empiristik, dan pendekatan realistic. Pendekatan mekanistik dicirikan sebagai kelemahan dari kedua komponen matematising horizontal dan vertikal. Artinya bahwa tidak ada kejadian nyata sebagai sumber, sedikit memberikan perhatian pada aplikasi, lebih menekankan pada pengaburan atau penyamaran ingatan dan mengotomatiskan pada fakta dan aksi bilangan, tidak menggunakan secara mendalam pada operasi dari sistem formal. Bentuk lunak dari pendekatan mekanistik didasarkan pada teori belajar Gagne, tapi bentuk kasarnya cenderung pada prinsip behavioristik.
Jika berlandaskan filosofi bahwa mekanistik manusia layaknya komputer, seperti instrumen yang dapat diprogram dengan latihan untuk melakukan sesuatu, pada tingkat terendah misalnya aritmetika dan aljabar bahkan geometris dan untuk memecahkan masalah terapan, dimana dibedakan pola yang dikenali dan diproses secara berulang. Jika bentuk kasar dari mekanistik yaitu prinsip behavioristik maka pembelajarannya dengan model hubungan antara stimulus dan respon, sehingga mendudukan orang belajar sebagai individu yang pasif. Hal tersebut dikarenakan siswa perlu didorong melalui berbagai motivasi dan penguatan harus terus diberikan serta mengurangi hukuman. Menurut teori belajar Gagne kapabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki manusia karena ia belajar.
Dalam praktik instruksional pendekatan mekanistik menggunakan cara menentukan instuksi secara individu, yang dilatih pada perhitungan formal tersendiri. Hal tersebut selaras dengan pendapat Freudental yang mengemukakan bahwa pendekatan mekanistik lebih cenderung pada pembelajaran secara sendiri (didactically) dimana sikap didaktik tidak disesuaikan/dicocokan dengan rekan kerja matematisnya. Dengan demikian siswa yang memiliki kemampuan rendah harus diajarkan secara khusus. Materi pelajaran matematika pada pendekatan mekanistik diberikan secara sedikit demi sedikit pada siswa yang menguasai tujuan instruksional pada tingkat rendah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal tersebut biasa disebut sebagai metode mastery learning.
Pendekatan mekanistik secara lunak didasarkan kepada teori Gagne. Menurut Gagne (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2006, hlm. 79) dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan tak langsung. Objek langsung meliputi fakta, keterampilan, konsep dan aturan/prinsip. Sedangkan objek tidak langsung meliputi kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Dalam teori belajar Gagne, belajar dikelompokan menjadi delapan tipe belajar yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan dan pemecahan masalah.
Pemecahan masalah pada tipe belajar Gagne (dalam Maulana, 2011, hlm. 66) memuat lima langkah yang harus ditempuh sebagai berikut ini.
1)      Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
2)      Menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional.
3)      Menyusun hipotesis alternative dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu.
4)      Menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk mengetahui hasil.
5)      Memeriksa kembali hasil yang diperoleh dan mungkin memilih alternatif pemecahan masalah yang paling baik.

2.1.3        Konstruktivisme Versus Mekanistis (Behaviorisme)
Behaviorisme memandang psikologi sebagai studi tentang tingkah laku dan menjelaskan belajar sebagai suatu sistem respon tingkah laku terhadap rangsangan fisik. Dalam pembelajaran behaviorisme, menurut Skinner (dalam Suparno, 1997, hlm. 58) pelajar dipandang sebagai pasif, butuh motivasi luar dan dipengaruhi oleh reinforcement. Sehingga kurikulum behaviorisme dirancang secara tersturktur termasuk bagaimana cara pendidik memotivasi siswa, mengevaluasi dan lain sebagainya. Dengan demikian behaviorisme menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran.
Hal tersebut berbeda dengan pandangan konstruktivisme. Konstruktivisme mempunyai fokus penekanan terhadap perkembangan dan pembentukan konsep juga pemahaman konsep secara mendalam. Pembentukan dan pemahaman konsep tersebut dibangun berdasarkan konstruksi aktif dari peserta didik. Suparno (1997, hlm. 59) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme bila seseorang tidak mengonstruksikan pengetahuannya sendiri secara aktif meskipun ia berumur tua, akan tetap tidak berkembang pengetahuannya. Dengan demikian konstruktivisme menyoroti kepada hal kemandirian pembelajar dalam membentuk pengetahuan secara aktif. Adapun perbedaan secara lebih jelas yang dikemukakan oleh Siregar dan Nara (2010) bahwa perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (mekanistis/behaviorisme) dengan pembelajaran konstruktivistik yaitu sebagai berikut ini.

Tabel 2.1. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Konstruktivistik
Pembelajaran Tradisional
Pembelajaran Konstruktivistik
Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan dasar.
Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju ke bagian-bagian dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
Kegiatan kurikuler lebih banyak mengenalkan pada buku teks dan buku kerja.
Kegiatan kurikuler mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
Siswa dipandang sebagai kertas kosong yang dapat digoresi informasi dengan cara didaktik.
Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan teoti tentang dirinya.
Penilaian hasil belajar dipandang sebagai bagian dari pembelajaran dan dilakukan dengan cara testing.
Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin dalam kesatuan kegiatan pembelajaran melalui tugas pekerjaan.
Siswa biasanya bekerja sendiri tanpa ada grup proses.
Siswa banyak belajar dan bekerja di dalam grup proses.

2.2     Pendekatan Induktif dalam Pembelajaran Matematika
Maulana (2011, hlm. 85) mengungkapkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Dari hal tersebut terdapat dua jenis pendekatan pembelajaran matematika yakni pendekatan yang bersifat metodologi dan pendekatan pembelajaran yang bersifat material. Pendekatan metodologi sendiri merupakan pendekatan pembelajaran yang berkenaan dengan bagaimana cara peserta didik untuk menerima konsep yang telah diajarkan dan bagaimana cara guru menyajikan konsep tersebut. Salah satu contoh dari pendekatan metodologi yaitu pendekatan induktif.
Pendekatan induktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran metodologi dengan menggunakan penalaran induktif yakni penalaran yang dimulai dari konsep yang bersifat khusus menuju ke konsep yang bersifat umum. Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh seorang filosof Inggris yakni Prancis Bacon pada tahun 1561. Prancis Bacon (dalam Sagala, 2006, hlm. 77) menyatakan bahwa pendekatan induktif merupakan pendekatan yang menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan fakta-fakta yang konkrit sebanyak mungkin. Sistem ini dipandang sebagai sistem berpikir yang paling baik pada abad pertengahan yaitu cara induktif atau biasa disebut sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara rasional. Berpikir induktif sendiri didefinisikan sebagai suatu proses berpikir yang berlangsung dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang bersifat umum.
Pembelajaran induktif juga merupakan salah satu pendekatan dan strategi pembelajaran yang digolongkan berdasarkan proses berpikir dalam mengolah pesan atau materi pembelajaran. Strategi berdasarkan proses berpikir dalam mengolah pesan atau materi pembelajaran menurut Rusman dan Dewi (2013, hlm. 198) digolongkan kedalam tiga bagian yakni pembelajaran deduktif, pembelajaran induktif dan pembelajaran deduktif-induktif. Dengan demikian pendekatan induktif sangat bergantung kepada strategi pembelajaran induktif pula. Hal tersebut selaras dengan Hernawan, dkk. (2010, hlm. 71) yang menyatakan strategi pembelajaran menentukan pendekatan bagi guru dalam meningkatkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 108) menngemukakan pendekatan induktif menggunakan penalaran induktif, hingga cara empiris bisa diterapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan penalaran induktif dan menekankan kemampuan berpikir induktif. Menurut Adjie dan Rostika (2009, hlm. 45) penalaran induktif adalah kemampuan seseorang dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum melalui pernyataan yang bersifat khusus. Penalaran yang menggunakan pendekatan induktif pada prinsipnya yaitu menyelesaikan suatu masalah matematika dengan tidak menggunakan rumus atau dalil namun dimulai dari memperhatikan sampel atau soal. Sehingga dari soal tersebut diproses yang hasilnya berbentuk kerangka atau pola dasar tertentu yang dicari sendiri dan berakhir pada penarikan suatu kesimpulan. Kesimpulannya bahwa penalaran induktif memiliki pola yang dilalui secara hierarkis yakni data atau fakta, konsep atau proses, dan generalisasi.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan mempunyai kelemahan tidak dapat menjamin kesimpulan yang berlaku secara umum. Kebenaran dari suatu kesimpulan yang diambil secara induktif menurut Purwanto (dalam Sagala, 2006, hlm. 77) bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan. Dengan demikian besar sedikitnya sampel dapat mempengaruhi validitas dari penarikan kesimpulan. Selain itu taraf validitas juga dapat dipengaruhi oleh tingkat objektivitas peneliti dan homogenitas hal yang diteliti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran induktif merupakan pendekatan pembelajaran diawali dengan penyajian sejumlah keadaan yang bersifat khusus kemudian disimpulkan menjadi suatu hal yang bersifat umum seperti fakta, prinsip serta aturan. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam pembelajaran induktif diantaranya sebagai berikut ini.
2.2.1        Pembelajaran diawali dengan pemilihan konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan melalui pendekatan induktif.
2.2.2        Memancing siswa untuk memperkirakan sifat umum yang terkandung dalam konsep, prinsip atau aturan yang khusus yang disajikan kepada siswa.
2.2.3        Penyajian bukti tambahan yang dapat memperkuat atau menyangkal perkiraan yang telah siswa buat.
2.2.4        Menyusun kesimpulan berupa pernyataan yang bersifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah sebelumnya.
Meskipun matematika merupakan salah satu ilmu yang berasal pada pola penalaran deduktif. Namun pola pendekatan deduktif menurut Prihandoko (2006, hlm. 57) kurang sesuai diimplementasikan terhadap siswa SD, khususnya kelas rendah. Hal tersebut dikarenakan bahwa perkembangan mental siswa menurut teori Piaget masih berada pada tahap operasional konkret, sehingga anak perlu didorong untuk mengembangkan konsep dengan manipulasi benda konkrit untuk menyelidiki model abstrak. Dengan demikian pendekatan pembelajaran induktif sangatlah sesuai dengan perkembangan siswa. Namun guru harus sadar bahwa pendekatan induktif tersebut hanya digunakan sebagai pendekatan pembelajaran matematika pada siswa SD bukan sebagai alat generalisasi dalam matematika. Pendekatan pembelajaran induktif merupakan suatu jembatan terhadap anak menuju tahap operasional formal yang nantinya anak akan berpikir secara abstrak dan tidak bergantung kepada penalaran yang bersifat induktif.
Salah satu tujuan pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika yaitu membantu siswa SD untuk meningkatkan kemampuan berhitungnya. Dalam implementasinya misalnya peserta didik diberikan suatu deret aritmatika seperti 1, 4, 7, 10, 13, ….. dan deret 10, 8, 6, 4, …. serta deret bilangan 1, 2, 4, 7, 11, 16, ….. dari pola tersebut peserta didik akan melihat pola bilangan yang diketahui dalam deret yang diberikan sehingga dengan bekal keterampilannya dalam operasi penjumlahan dan pengurangan peserta didik akan dapat menarik kesimpulan dari pola yang ada dan juga menentukan bilangan yang rumpang. Selain itu masih banyak lagi aplikasi soal dari pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika dengan tujuan yang bervariasi misalnya pada materi sifat operasi hitung dan lain sebagainya. Pendekatan induktif dapat membantu pembelajaran matematika contohnya dalam banyak himpunan bagian suatu himpunan, bekerja dengan pola, pola bilangan dan pola geometri.
Pendekatan induktif bisa diajarkan dengan menggunakan metode induktif pula. Menurut Aqib (2015, hlm. 117) metode induktif dimulai dengan pemberian berbagai kasus, fakta, contoh atau sebab yang mencerminkan suatu konsep atau prinsip. Untuk kemudian peserta didik dibimbing untuk berusaha keras mensintesiskan, merumuskan atau menyimpulkan prinsip dasar dari pembelajaran tersebut. Namun pada implementasinya, tidak selamanya pendekatan pembelajaran induktif dalam pembelajaran matematika menggunakan metode induktif saja.

2.3     Pendekatan Deduktif dalam Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan suatu ilmu yang pola penalarannya deduktif. Hal tersebut dikarenakan bahwa suatu penurunan teorema matematika tidak didasarkan kepada suatu proses generalisasi dengan observasi yang terbatas namun hal tersebut didasarkan kepada definisi, aksioma, dan teorema yang sudah ada sebelumnya. Yang kemudian teorema tersebut diimplementasikan pada semua elemen himpunan semesta. Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 108) mendefinisikan pendekatan deduktif merupakan cara penarikan kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir deduktif atau lebih dikenal dengan pola berpikir silogisme. Silogisme sendiri sering dikenal dalam logika matematika jika ada dua premis benar dan ditarik kesimpulannya atau disebut konklusi.
Menurut Sagala (2006, hlm. 76) pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula degan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Dengan demikian pendekatan deduktif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir deduktif siswa. Adapun pengertian dari berpikir deduktif yaitu suatu proses berpikir yang berlangsung dari hal yang bersifat umum ke hal yang bersifat khusus. Sehingga siswa bertumpu dari suatu teori, prinsip ataupun kesimpulan yang dianggap benar dan bersifat umum yang untuk selanjutya diterapkan kepada hal yang khusus kemudian diambil kesimpulan khusus yang berlaku terhadap suatu hal tersebut.
Menurut Adjie dan Rostika (2009, hlm. 56) penalaran deduktif yaitu penalaran yang berlangsung dari hal yang bersifat umum (generalisasi) ke hal yang khusus. Sehingga pembuktian dalam penalaran deduktif mempunyai pola yakni simplan didasarkan atas pernyataan generalisasi yang berlaku secara umum dan pernyataan khusus. Penalaran deduktif tidak menerima generalisasi yang diperoleh berdasarkan hasil observasi layaknya penalaran induktif. Oleh karena itu kebenaran suatu pernyataan didasarkan kepada kebenaran pernyataan-pernyataan lain. Untuk membuktikan kebenaran yang paling awal maka dapat diatasi dengan memasukan beberapa unsur pernyataan awal/pangkal sebagai kesepakatan yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian dan yang telah disepakati maknanya yang kemudian disebut sebagai aksioma dan postulat dalam matematika. Adapun langkah pendekatan pembelajaran deduktif seperti berikut.
2.3.1        Pembelajaran diawali dengan pemilihan konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan melalui pendekatan deduktif.
2.3.2        Penyajian aturan, prinsip atau aturan yang bersifat umum lengkap dengan definisinya yang disertai dengan bukti.
2.3.3        Menyajikan contoh khusus yang ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa supaya dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan konsep, prinsip atau aturan yang bersifat umum.
2.3.4        Menyajikan bukti yang dapat menyangkal atau memperkuat kesimpulan yang menunjukkan bahwa keadaan khusus tersebut merupakan suatu gambaran dari hal yang bersifat umum.
Pendekatan pembelajaran deduktif dapat diterapkan ketika anak berada pada tahap operasional formal yang sudah dapat berpikir secara abstrak dan tidak bergantung kepada hal yang bersifat konkret. Dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang mengenalkan siswa pada proses pembuktian maupun penurunan suatu konsep atau teorema dalam pembelajaran matematika maka akan merubah pola berpikir anak dari induktif ke deduktif. Siswa SD kelas tinggi pun yang biasanya berada pada kelas 5 atau 6 menurut Prihandoko (2006, hlm. 58) pendekatan pembelajaran deduktif semacam itu sudah dapat diterapkan, karena pada usia itu siswa sudah memasuki masa transisi dari tahap operasional konkret menuju tahap operasional formal.
Pendekatan pembelajaran deduktif dengan menggunakan soal cerita merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Karena dengan memecahkan soal yang ada siswa harus mampu bernalar secara deduktif dimulai dari mentransfer soal cerita ke dalam model matematika kemudian dengan bekal konsep matematika yang telah dimiliki maka siswa dituntut untuk menyelesaikan masalah yang ada. Adapun contoh dari soal cerita yang menggunakan pendekatan deduktif misalnya Dedi mempunyai uang Rp. 20.000,- kemudian seperempat uangnya dibelikan kelereng yang harga 1 butir kelerengnya yaitu Rp. 500,-, dan kelereng tersebut dibagikan sama rata kepada dua orang adiknya, berapa banyak kelereng yang diterima oleh masing-masing adik Dedi?. Kunci dari pendekatan deduktif yang menggunakan penalaran deduktif yaitu membutuhkan pengetahuan yang dapat mengantarkan pada penyelesaian permasalahan yang dihadapi meliputi ingatan, pemahaman dan penerapan sifat, teorema, aksioma, rumus, dalil, definisi atau hukum.
Pendekatan deduktif dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan mengajarkan konsep dengan pendekatan deduktif dimulai dari mengemukakan definisinya kemudian disusul dengan contoh yang diberikan oleh guru atau dicari oleh murid. Sehingga pendekatan deduktif merupakan kebalikan dari pendekatan induktif. Penggunaan teorema atau rumus dalam menyelesaikan soal merupakan salah satu ciri khas dari pendekatan deduktif. Cara membuktikan teorema dan menentukan jawaban soal dengan menggunakan pendekatan deduktif pola berpikirnya sama yakni menentukan aturan untuk memberlakukan keadaan khusus yang kemudian mendapat kesimpulan atau hasil. Sebenarnya banyak sekali materi yang dapat diajarkan dengan menggunakan pendekatan deduktif yang dapat mengajarkan siswa bernalar secara benar baik materi matematika sekolah dasar pada kelas rendah maupun pada kelas tinggi.
Seperti pendekatan lainnya bahwa pendekatan pembelajaran deduktif tentu tidak terlepas dari metode pembelajaran. Adapun metode yang dapat digunakan pada pembelajaran deduktif diantaranya yaitu metode pembelajaran deduktif. Menurut Aqib (2015, hlm. 116) metode deduktif merupakan pemberian penjelasan tentang prinsip-prinsip isi pelajaran, kemudian dijelaskan dalam bentuk penerapannya atau contoh-contohnya dalam situasi tertentu. Sehingga metode pembelajaran deduktif menjelaskan hal yang bersifat umum kepada hal yang bersifat khusus dan dari suatu teoritas kepada realitas. Tetapi dalam implementasinya pendekatan deduktif bisa dilakukan dengan beberapa metode lainnya dan bervariasi.

2.4     Pendekatan Langsung dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran langsung menurut Engelman dan Carnine (dalam Runtukahu & Kandou, 2014, hlm. 232) merupakan pendekatan belajar modifikasi perilaku dan kognitif. Tujuan utama pendekatan pembelajaran langsung yaitu meyediakan urutan atau sekuens belajar yang efektif yang diharapkan akan membantu anak membuat generalisasi terhadap semua aplikasi kemungkinan belajar. Pendekatan pembelajaran langsung disusun untuk mengenalkan peserta didik terhadap mata pelajaran dalam membangun minat, menimbulkan rasa ingin tahu, dan meransang mereka untuk berpikir. Peserta didik tidak dapat berbuat apa-apa jika pikiran mereka tidak dikembangkan oleh guru. Agar tidak terjadi kesalahan dalam belajar guru harus mempersiapkan peserta didik baik secara mental maupun fisik. Menurut Silberham (dalam Amri & Ahmadi, 2010, hlm. 39) “pendekatan pembelajaran langsung melalui berbagai pengetahuan secara aktif merupakan cara untuk mengenalkan peserta didik kepada materi pelajaran yang akan diajarkan”.
Guru juga dapat menggunakan pembelajaran langsung untuk menilai tingkat pengetahuan peserta didik sambil melakukan kegiatan pembentukan tim. Cara ini sangat cocok pada segala ukuran kelas mulai dari kelas rendah hingga kelas tinggi, dan dengan materi pelajaran apapun yang ada di sekolah dasar. Sedangkan pendapat Arends (dalam Amri & Ahmadi, 2011, hlm. 42) pembelajaran langsung memiliki beberapa manfaat dalam pembelajaran.
Pembelajaran langsung dirancang untuk meningkatkan proses pembelajaran para peserta didik terutama dalam hal memahami sesuatu (pengetahuan) dan menjelaskannya secara utuh sesuai pengetahuan prosedural dan penegtahuan deklaratif yang diajarkan secara bertahap.

Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan tentang sesuatu dan pengetahuan prosedural yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pembelajaran langsung yang terdapat pengetahuan dekalaratif dan pengetahuan prosedural bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dasar dan keterampilan akademik peserta didik. Menurut Rosenshine & Stevens (Nur, 2011, hlm. 19) “Pendekatan pembelajaran langsung didukung oleh tiga teori yaitu teori belajar perilaku, teori pembelajaran sosial, dan penelitian efektivitas guru”. Teori tersebut menjadi alasan rasional digunakannya pendekatan pembelajaran langsung pada proses belajar mengajar dikelas.
Pendekatan pembelajaran langsung dalam pelaksanaan lebih berorientasi pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus melibatkan peserta didik, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan tanya jawab yang terencana. Pembelajaran ini bukan berarti bersifat memaksa, dingin dan tanpa humor, melainkan ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar peserta didik mencapai hasil belajar dengan baik. Pendekatan pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat teliti dari guru.
Agar pendekatan pembelajaran langsung berjalan dengan efektif dan lancar, seorang guru harus memperhatikan karakteristik dan tahapan pendekatan pembelajaran langsung. Menurut Amri dan Ahmadi (2010, hlm. 43) pendekatan pembelajaran langsung memiliki karakteristik diantaranya sebagai berikut ini.
2.4.1        Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian.
2.4.2        Fase dan atau pola keseluruhan dan kegiatan pembelajaran.
2.4.3        Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

Adapun tahapan-tahapan pendekatan pembelajaran langsung, menurut Amri dan Ahmadi (2010, hlm. 43) pembelajaran langsung memiliki lima tahapan dalam pelaksanaannya yaitu, “Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, menyediakan latihan terbimbing, menganalisis pemahaman dan memberikan umpan balik, serta memberikan kesempatan latihan mandiri”.
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, sebagai guru harus mampu menyiapkan peserta didik serta menyampaikan tujuan pembelajaran terlebih dahulu kepada siswa sebelum jam pelajaran dimulai. Penyiapan dimaksudkan untuk memusatkan perhatian serta pikiran peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran dan lebih jauhnya pada materi ajar. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara mengingat kembali materi ajar sebelumnya yang memilki hubungan dengan materi yang akan disampaikan. Cara lain yang biasa digunakan yaitu dengan mengajukan pertanyaan mengenai pokok pembahasan materi ajar.
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan dalam pembelajaran langsung, sebagian besar pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh peserta didik merupakan hasil pengamatan terhadap orang lain, khususnya guru. Informasi mengenai materi ajar yang disampaikan oleh guru merupakan dasar penting bagi peserta didik dalam memahami materi ajar. Dalam penyampaian materi yang dilakukan oleh guru haruslah jelas dan dimengerti oleh peserta didik. Dan penyampaian materi juga perlu disertai dengan contoh-contoh nyata agar peserta didik mempunyai bayangan akan konsep yang sedang dipelajari. Pengetahuan bagi peserta didik tidak hanya pengetahuan kognitif saja, melainkan juga pengetahuan psikomotor serta nilai afektif. Pengetahuan psikomotor berupa keterampilan tertentu yang diperoleh peserta didik pada saat pembelajaran serta keterampilan ini mampu diaplikasikan dalam situasi lain pada saat dibutuhkan. Peserta didik akan mampu menguasai keterampilan ini jika gurunya sendiri menguasai serta mampu mendemonstrasikan.
Menyediakan latihan terbimbing hal ini peserta didik harus diberi kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperolehnya. Peserta didik perlu diberikan latihan yang mampu mendorongnya dalam mengembangkan pengetahuan serta keterampilan sebagai usaha penguasaan materi ajar. Bentuk latihan harus singkat dan jelas namun tetap memberikan makna bagi peserta didik. Pada saat latihan berlangsung, guru harus mampu menjadi pembimbing, mampu memotivasi peserta didik agar dapat menyelesaikan latihan dan juga mampu memberikan penjelasan serta arahan ketika peserta didik kurang paham.
Menganalisis pemahaman dan memberikan umpan balik hal ini merupakan salahsatu upaya guru dalam mengecek tingkat pemahaman peserta didik mengenai materi ajar yang telah disampaikan. Guru wajib memberikan penguatan mengenai materi yang telah diberikan ataupun penjelasan kembali khususnya kepada peserta didik yang belum paham akan materi yang telah disampaikan oleh guru.
Memberikan kesempatan latihan mandiri dalam pembelajaran langsung ini guru memberikan tugas sebagai bentuk latihan mandiri bagi peserta didik. Hal ini juga mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih menguasai materi ajar. Bentuk latihan mandiri yang diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan materi ajar yang diberikan baik itu kelanjutan dari materi ajar ataupun soal-soal yang dipersiapkan sebagai materi ajar selanjutnya. Orangtua juga terlibat dalam memberikan bimbingan tambahan.
Pembelajaran dengan menggukan pendekatan langsung akan terlaksana secara efektif dan lancar apabila guru mempersiapkan materi ajar serta komponen pembelajaran lainnya dengan baik dan sistematis. Pendekatan pembelajaran langsung juga memiliki kelebihan dan kekurangan diantaranya yaitu relatif banyak materi yang tersampaikan, untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah untuk diikuti, dan akan tetapi jika terlalu dominan pada ceramah, maka siswa akan cepat merasa bosan.
Sedangkan jika dilihat berdasarkan pembahasan mengenai konsep dan tahapan pendekatan pembelajaran langsung, maka dapat diidentifikasi beberapa kelebihan dan kekurangan yang lain. Dalam kelebihan pendekatan pembelajaran langsung siswa dapat mengetahui tujuan pembelajaran dengan jelas, memperoleh suatu keterampilan yang didemonstrasikan oleh guru, menyediakan latihan-latihan sebagai sarana pengembangan siswa terhadap pemahaman materi ajar, menekankan untuk adanya umpan balik bagi peserta didik, dapat digunakan dengan efektif untuk kelas rendah maupun kelas tinggi, dan tidak memerlukan banyak waktu.
Kekurangan pendekatan pembelajaran langsung dalam proses pembelajaran berpusat pada guru, kurang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir kritis serta mengembangkan kreativitasnya, peserta didik cepat merasa bosan saat pembelajaran berlangsung, dan pembelajaran kurang bermakna bagi peserta didik. Menurut Carnine dan Stein (dalam Runtukahu & Kandou, 2014, hlm. 233) mengusulkan sistem pendekatan pembelajaran langsung dalam pengajaran matematika. Strategi ini dapat digunakan secara klasikal dan individual.



2.5     Pendekatan Tidak Langsung dalam Pembelajaran Matematika
Pendekatan pembelajaran tak langsung merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik. Dengan istilah lain pendekatan ini sering juga disebut indirect learning approach atau student-centered approach. Pada pembelajaran ini peserta didik ditekankan untuk aktif dan mandiri dalam proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik harus yang lebih aktif saat pembelajaran, sedangkan guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator saja. Peran guru dalam pendekatan ini hanya menyediakan materi ajar, sedamgkan siswa yang mengembangkan, menganalisa, menyimpulkan, dan menemukan solusinya sendiri. Guru yang berperan sebagai pengatur di kelas diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang inovatif. Salahsatunya dengan menggunakan pendekatan pembelajaran tak langsung yang memiliki ciri khas dalam pembelajarannya yaitu membuat peserta didik menjadi aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Menurut Robertson dan Lang (Karlimah, dkk., 2010, hlm. 4) yang mengemukakan bahwa pembelajaran tak langsung memiliki karakteristik pembelajaran yaitu menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dalam melakukan observasi, investigasi, pengambilan kesimpulan, dan pencarian alternatif solusi dan guru lebih berperan sebagai fasilitator, pendorong, serta narasumber melalui penciptaan lingkungan belajar, penyediaan kesempatan agar peserta didik aktif, serta penyediaan balikan. Secara menyeluruh pembelajaran dalam pendekatan ini dilakukan oleh peserta didik. Guru hanya sebagai fasilitator pembelajaran saat di kelas. Peran guru yang  harus pandai dalam membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan.
Menurut Basden, dkk. (Karlimah, dkk., 2010, hlm. 4) mengemukakan bahwa, dalam pembelajaran tak langsung guru berperan dalam memfasilitasi proses berpikir peserta didik melalui kegiatan pengajuan pertanyaan tidak mengarah yang memungkinkan munculnya ide, menangkap inti pembicaraan atau jawaban peserta didik yang dapat digunakan untuk menolong mereka dalam melihat permasalahan secara lebih teliti, menarik kesimpulan dari diskusi kelas yang mencakup berbagai pertanyaan yang berkembang, pengaitan ide-ide yang muncul dari siswa, serta langkah-langkah pemecahan masalah yang harus diambil, dan menggunakan waktu tunggu untuk memberi kesempatan pada siswa berpikir serta memberi penjelasan. Menurut Lang & Evans (Karlimah, dkk., 2011, hlm. 5), model-model pembelajaran yang masuk pada ruang lingkup ini dan memiliki kedekatan makna dan pengertian adalah seperti: “inkuiri, induktif, pemecahan masalah, action research, pengambilan keputusan, penemuan, investigasi, eksplorasi, dan eksperimen”.
Jika dilihat dari karateristik model tersebut dapat ditarik kesamaan bahwa setidaknya dalam pendekatan pembelajaran tak langsung memiliki tahapan-tahapan seperti orientasi, eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Orientasi merupakan tahap pendahuluan dalam pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan yang termasuk dalam tahapan orientasi diantaranya melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan dan menyampaikan pentingnya materi pembelajaran tersebut bagi peserta didik. Eksplorasi merupakan kegiatan dimana guru melibatkan peserta didik dalam mencari dan menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi peserta didik berinterksi sehingga peserta didik aktif, mendorong peserta didik mengamati berbagai gejala, menangkap tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan laboratorium.
Sedangkan elaborasi yaitu kegiatan guru mendorong peserta didik membaca dan menuliskan hasil eksplorasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan, atau kelemahan argumen, memahami pengetahuan tentang sesuatu, mengolah data, menguji data, memprediksi, dan menyusun laporan, kemudian menyajikan hasil belajar. Sehingga guru hanya membimbing dan mengarahkan peserta didik. Dan konfirmasi merupakan kegiatan guru memberikan umpan balik terhadap apa yang dihasilkan oleh peserta didik melalui pengalaman belajar. Guru mendorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang pasti untuk lebih menguatkan kompetensi belajar yang dikuasai lebih bermakna.
Pendekatan pembelajaran tak langsung memiliki kelebihannya yaitu peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran sedangkan guru hanya membimbing dan mengarahkan, sesuai dengan tingkat pengetahuan kognitif peserta didik, melatih kemapuan berpikir kritis dan mengembangkan kreativitas peserta didik, diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi materi ajar, dan juga diberikan kesempatan untuk membuat kesimpulan, membangun sendiri pengetahuannya dan pembelajaran pun lebih bermakna bagi peserta didik. Sedangkan kekurangan dalam pendekatan pembelajaran tak langsung yaitu waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran relatif cukup lama, adanya perbedaan pendapat dari peserta didik yang sulit bagi guru untuk mengambil suatu keputusan, dan tidak semua peserta didik aktif dalam pembelajaran.
Menurut Majid (2015, hlm. 79)  pembelajaran tidak langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan tinggi siswa dalam melakukan observasi, penyelidikan dan penggambaran inferensi berdasarkan data atau pembentukan hipotesis. Guru merancang lingkungan belajar, memberikan kesempatan pada siswa untuk terlibat secara aktif dan juga memberikan umpan balik. Pendekatan tidak langsung memiliki ruang lingkup metode diantaranya yaitu inkuiri, induktif, pemecahan masalah, eksperimen, penemuan dan lain sebagainya. Dengan demikian pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang memungkinkan pembelajar atau siswa untuk menjadi bagian dalam proses pembelajaran.







BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Konstruktivisme memandang pembelajaran matematika diarahkan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Pembelajaran matematika dajarkan dengan proses pembelajaran berpusat pada siswa mendasari pembelajaran bertajuk situated-learning yaitu proses pembelajaran yang diarahkan pada kebermaknaan dunia nyata. Pendekatan mekanistik dicirikan sebagai kelemahan dari kedua komponen matematising horizontal dan vertical yakni tidak ada kejadian nyata sebagai sumber, sedikit memberikan perhatian pada aplikasi, menekankan pengaburan ingatan dan mengotomatiskan fakta dan aksi bilangan, tidak menggunakan secara mendalam pada operasi dari sistem formal. Bentuk lunak dari pendekatan mekanistik didasarkan pada teori belajar Gagne, tapi bentuk kasarnya cenderung pada prinsip behavioristik. Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai tujuan pengajaran. Sedangkan konstruktivisme menekankan terhadap perkembangan dan pembentukan konsep juga pemahaman konsep secara mendalam.
Pendekatan induktif yaitu pendekatan pembelajaran metodologi dengan menggunakan penalaran induktif yakni penalaran yang dimulai dari konsep yang bersifat khusus menuju ke konsep yang bersifat umum. Pendekatan induktif menekankan pada kemampuan berpikir induktif. Pendekatan pembelajaran induktif merupakan suatu jembatan terhadap anak menuju tahap operasional formal yang nantinya anak akan berpikir secara abstrak dan tidak bergantung kepada penalaran yang bersifat induktif. Salah satu tujuan pendekatan induktif dalam pembelajaran matematika yaitu membantu siswa SD untuk meningkatkan kemampuan berhitungnya.
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula degan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Pendekatan deduktif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir deduktif siswa. Pendekatan pembelajaran deduktif dengan menggunakan soal cerita merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga dijadikan alat dalam mencapai HOTS (High Order Thinking Skills).
Pendekatan pembelajaran langsung dalam pelaksanaan lebih berorientasi pada guru. Pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus melibatkan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan tanya jawab. Sedangkan pendekatan pembelajaran tak langsung merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Dalam pembelajaran ini siswa ditekankan untuk aktif pada saat pembelajaran berlangsung dan guru hanya membimbing serta mengarahkan siswa.

3.2  Saran
Pendekatan pembelajaran sangatlah mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu diharapkan guru maupun calon guru dapat memahami dan mengetahui pentingnya pemilihan pendekatan pembelajaran yang didasarkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Dengan memahami pendekatan pembelajaran maka guru dapat mengimplementasikannya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung optimal dan tujuan pembelajaran dapat tercapai seefisien mungkin.





DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N. & Rostika, R.D. (2009). Konsep dasar matematika. Cetakan Kedua. Bandung: UPI Press.

Amri, S. & Ahmadi, I.K (2010). Proses pembelajaran kreatif dan inovatif dalam kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif). Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.

Budiningsih, A. (2012). Belajar dan pembelajaran. Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Darhim. (tanpa tahun). Pembelajaran matematika realistic sebagai suatu pendekatan. [Online]. Diakses dari: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA /JUR._PEND._MATEMATIKA/195503031980021-DARHIM/Makalah _Artikel/ JURNAL_RME.pdf

Grafura, L. & Wijayanti, A. (2012). Model & strategi pembelajaran yang unik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Hernawan, A.H., Asra. & Dewi, L. (2010). Belajar dan pembelajaran SD. Edisi Kedua. Bandung: UPI Press.

Karlimah, dkk. (2010). Pengetahuan kemampuan proses matematika siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan tidak langsung di sekolah dasar. Artikel Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia, I(1) hlm. 1-16.

Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Masthoni. (2011). Paradigma belajar matematika. [Online]. Diakses dari: https://masthoni.wordpress.com/2011/04/07/paradigma-belajar-matematika/.

Maulana. (2011). Dasar-dasar keilmuan dan pembelajaran matematika (sequel 1). Subang: Royan Press.

Nur, Muhamad. (2011). Model pengajaran langsung. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika sekolah UNESA.

Prihandoko, A.C. (2006). Pemahaman dan penyajian konsep matematika secara benar dan menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Runtukahu, J.T. & Kandou, S. (2014). Pembelajaran matematika dasar bagi anak berkesulitan belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rusman. & Dewi, L. (2013). Pendekatan, strategi, dan model pembelajaran. Dalam Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan pembelajaran (hlm.189-218). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sagala, S. (2006). Konsep dan makna pembelajaran. Cetakan Keempat. Bandung: CV. Alfabeta.

Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suparno, P. (1997). Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...