Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

PENDEKATAN REALISTIK (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION)


PENDEKATAN REALISTIK
(REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.


Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Realistik (Realistic Mathematics Education)” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai Pendekatan Realistik (Realistic Mathematics Education). Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.      Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 24 Februari 2016



   Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3  Tujuan Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Pendekatan Matematika Realistik.................................. 4
2.2  Sejarah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik................. 5
2.3  Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik........ 7
2.4  Prinsip-prinsip Pendekatan Matematika Realistik............................ 10
2.5  Tahapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik............... 12
2.6  Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Realistik..... 14
2.7  Konsep Konteks Pendekatan Pembelajaran Realistik...................... 16
2.8  Implementasi Pendekatan Matematika Realistik di SD................... 17
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 18
3.2  Saran................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20






BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan dengan tujuan siswa memahami konteks matematika yang diajarkan. Pembelajaran matematika ditujukan untuk tercapainya standar kompetensi/kompetensi inti dan kompetensi dasar pembelajaran dimana pembelajaran harus dilakukan secara berkesinambungan. Guru juga harus memperhatikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari kegiatan awal sampai akhir pembelajaran. Melakukan evaluasi yang relevan dan disesuaikan dengan proses dalam pembelajaran. Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa komponen pembelajaran seperti model, pendekatan, strategi dan lain sebagainya.
Guru sebagai pemegang peranan utama dalam pembelajaran matematika tidak hanya memiliki pengetahuan akan materi matematika yang diajarkan. Akan tetapi guru juga harus memiliki pengetahuan konseptual dan prosedural yang akan mengantarkan siswa ke topik pembelajaran, memiliki kecakapan untuk menangani miskonsepsi yang mungkin terjadi dalam pengajaran matematika dan memahami tahapan bahwa mereka masih memiliki sedikit pemahaman tentang suatu materi menuju penguasaan materi tertentu. Salah satu pengetahuan procedural tersebut yakni pengetahuan terhadap konsep dan implementasi pendekatan pembelajaran. Oleh karena itu guru diharapkan mampu mengetahui dan mengimplementasikan beberapa pendekatan pembelajaran yang biasa diterapkan dalam pembelajaran matematika diantaranya yaitu pendekatan realistik atau biasa dikenal dengan (Realistic Mathematic Education) yang dapat membantu guru dalam menciptakan pembelajaran yang optimal.


1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Apa yang dimaksud dengan pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dalam pembelajaran matematika?
1.2.2        Bagaimana sejarah pendekatan pembelajaran matematika realistik?
1.2.3        Bagaimana karakteristik dari pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education)?
1.2.4        Apa saja yang termasuk kedalam prinsip pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education)?
1.2.5        Bagaimana tahapan pembelajaran dari pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education)?
1.2.6        Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan matematika realistik?
1.2.7        Bagaimana konsep konteks dari pendekatan pembelajaran realistik?
1.2.8        Bagaimana implementasi dari pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dalam pembelajaran matematika di SD?

1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui serta memahami definisi pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dalam pembelajaran matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai sejarah pendekatan matematika realistik?
1.3.3        Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education).
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai prinsip pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education).
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai tahapan pembelajaran dari pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education).
1.3.6        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari pendekatan matematika realistik.
1.3.7        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep konteks dari pendekatan pembelajaran realistic.
1.3.8        Untuk memberikan informasi mengenai implementasi dari pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education) dalam pembelajaran matematika di SD.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Pendekatan Realistik
Pendekatan realistik secara bahasa didefinisikan sebagai suatu frase yang terbentuk dari kata pendekatan dan realistik. Maulana (2011, hlm. 85) mengungkapkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Sedangkan kata realistik sendiri sering diartikan sebagai sesuatu yang real atau nyata. Sehingga pendekatan realistik merupakan suatu pendekatan atau cara pembelajaran dimana mendekatkan siswa kepada hal yang bersifat nyata yaitu dengan memanfaatkan lingkungan disekitar sebagai materi pembelajaran. Senada dengan pendapat Tarigan (2006, hlm. 4) bahwa pendekatan matematika realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa yang bersifat realistik yang ditujukan pada pengembangan pola pikir praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorientasi kepada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah.
Siswa dalam pendekatan realistik dituntun agar terlibat secara aktif dalam pembelajaran yakni dalam memecahkan masalah matematika baik secara individu maupun diskusi kelompok. Dalam pendekatan tersebut guru bersifat sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran karena pembelajaran realistik bertajuk situated learning yaitu proses pembelajaran yang diarahkan kepada dunia nyata atau student center. Dengan demikian pendekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan metodologi pembelajaran yang mengutamakan kenyataan dan lingkungan sebagai alat bantu pembelajaran dimana mempunyai maksud kebermaknaan kepada siswa sehingga pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Hal tersebut menjadikan realita ataupun lingkungan menjadi sumber utama dalam pembelajaran. Realita tersebut bukan hanya sesuatu yang bersifat fisik saja melainkan dengan segala sesuatu yang dapat dibayangkan dengan realitas imajinasi siswa.
Teori pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dikembangkan oleh Freudential selaras dengan pembelajaran konstruktivisme. Masthoni (2011) menegaskan teori RME yang mengatakan bahwa pengetahuan matematika dikreasi bukan ditemukan sebagai sesuatu yang sudah jadi. Hal tersebut mempunyai keterkaitan dengan pradigma konstruktivisme yang memandang pembelajaran matematika diarahkan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru tidak sebagai sumber atau pusat pembelajaran namun berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Guru menciptakan kondisi pembelajaran dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang sesuai, representatif, serta realistik bagi siswa sehingga memperoleh pengalaman belajar yang optimal.
Suwangsih dan Tiurlina (2006, hlm. 137) mengungkapkan bahwa pendekatan realistik yaitu suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran dan melalui matematisasi horizontal-vertikal siswa ditujukan untuk mampu menemukan dan merekonstruksi konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Aktivitas dari matematisasi horizontal diantaranya yaitu pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum, penskemaan, perumusan dan pemvisualisasian masalah dalam cara yang berbeda, penemuan keterkaitan dan kesistematisan, dan lain sebagainya. Sedangkan aktivitas dalam matematisasi vertikal dantaranya menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, perbaikan dan penyesuaian model penggunaan model yang berbeda, pengkombinasian dan pengintegrasian model, perumusan suatu konsep matematika baru dan penggeneralisasian.

2.2     Sejarah Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Van den Heuvel-Panhuizen (Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731), berdasarkan sejarahnya Realistic Mathematics Education (RME) pertama kali berkembang di Belanda sejak awal tahun !970-an. Orang yang pertama mengembangkan adalah Freuddenthal dan kawan-kawan dari Freudenthal Institute di Belanda. Dalam pandangan freudenthal, agar matematika memiliki nilai kemanusiaan (human value) maka pembelajarannya haruslah dikaitkan dengan realita atau kenyataan, dekat dengan pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat.
Selain itu Freudenthal juga berpandangan bahwa matematika sebaiknya tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang harus ditransfer secara langsung sebagai matematika siap pakai, melainkan harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia. Pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak untik mencoba menemukan sendiri melalui bimbingan dari guru. Dalam istilah Freudenthal seperti ini disebut guided reinvention, yakni suatu kegiatan yang mendorong anak untuk menemukan prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang secara spesifik dirancang oleh guru. dengan demikian, prinsip utama pembelajaran matematika tidaklah terletak pada matematika sebagai suatu sistem tertutup yang kaku, melainkan pada aktivitasnya yang lebih dikenal sebagai suatu proses matematisasi (process of mathematization).
Dalam hal ini, Freudenthal mengutamakan suatu proses pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik atau terkenal dengan istilah “student centered”. Mengajak peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran merupakan langkah yang diambil agar pembelajaran tersebut lebih bermakna dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pada perkembangan selanjutnya, Treffers (Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731) mencoba memformulasikan proses matematisasi, dalam konteks pendidika matematika, menjadi dua tipe yakni matematisasi horizontal dan vertikal. Dalam tahap horizontal, pada akhirnya anak didik akan sampai pada mathematical tools seperti konsep, prinsip, algoritma, atau rumus yang dapat digunakan untuk membantu mengorganisasi serta memecahkan permasalahan yang didesain terkait dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Matematisasi vertikal adalah suatu proses reorganisasi yang terjadi dalam sistem matematika sendiri, misalnya menemukan suatu keterkaitan antara beberapa konsep dan strategi serta mencoba menerapkannya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Dengan demikian, matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali dari dunia nyata menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal mengandung makna suatu proses pepindahan dalam dunia simbol itu sendiri. menurut Freudenthal, kedua proses matematisasi tidak dapat dipandang secara masing-masing, melainkan merupakan suatu kesatuan yang memiliki nilai sama pentingnya dalam proses pembelajaran matematika.
Pada tahun 1998, Indonesia mulai melirik pendekatan RME ini yang antara lain ditandai dengan pengiriman sejumlah dosen untuk mengambil program studi S3 di Belanda. Di antara mereka yang mengambil S3 dalam bidang pendidikan matematika diharuskan berkonsentrasi pada pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Awal tahun 2001, DIKTI melalui proyek PGSM mencoba melakukan ujicoba pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran realistik ini di kelas-kelas awal sekolah dasar. Perguruan Tinggi yang terlibat dalam ujicoba ini adalah Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, dan Universitas Negeri Surabaya. Adapun beberapa sekolah yang terlibat untuk kawasan Bandung adalah SDPN yang ada di lingkungan UPI, SDN Sabang, dan MIN Cicendo (Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731).

2.3     Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Setiap pendekatan pembelajaran tentu memiliki beberapa karakterististik yang menjadi ciri khas dari pendekatan tersebut. Pendekatan pembelajaran realistik juga memiliki karakteristik yang berbeda dari pendekatan pembelajaran lainnya. Dengan adanya karakteristik yang membuat pembelajaran realistik mempunyai ciri khas dalam proses pembelajarannya. Terdapat lima karakteristik dalam pendekatan pembelajaran realistik yang dikemukakan oleh Gravemejer (Maulana, dkk. 2009) diantaranya sebagai berikut ini.
2.3.1        Phenomenological exploration or use contex.
Pendekatan realistik mempunyai ciri dalam pembelajarannya dengan menggunakan suatu konteks. Konteks merupakan suatu lingkungan keseharian peserta didik yang nyata. Dalam matematika konteks ini tidak selalu diartikan konkret, melainkan dapat juga sesuatu yang telah dipahami peserta didik atau dapat dibayangkan oleh peserta didik. Konteks juga tidak selalu dihubungkan dengan pengalaman peserta didik.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik, guru harus memanfaatkan pengetahuan awal peserta didik untuk memahami konsep-konsep matematika dengan memberikan suatu permasalahan yang kontekstual. Peserta didik tidak belajar konsep baru matematika dengan cara menerima langsung dari guru atau orang lain melalui penjelasan, akan tetapi peserta didik ditekankan untuk membangun sendiri pemahaman konsep dengan memanfaatkan sesuatu yang telah diketahuinya. Dengan kata lain, masalah kontekstual ini diharapkan dapat memotivasi dan mendorong dalam melaksanakan peserta didik suatu proses penelitian, sehingga peserta didik dapat memahami konsep matematika secara abstrak.
2.3.2        The use models or bringing by vertical instrument.
Model atau gambar diarahkan untuk memberikan pemahaman terhadap peserta didik dari model konkret atau nyata menuju ke model abstrak. Dalam proses menggunakan model ini, peserta didik diharapkan dapat menemukan hubungan antara bagian-bagian masalah kontekstual dan menyampaikannya ke dalam model matematika melalui bentuk skema, rumusan, serta bentuk visual. Bentuk model ini bertujuan untuk menjembatani antara masalah matematika yang kontekstual dengan matematika formal yang bersifat vertikal. Dari karakteristik ini diharapkan peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, dapat merepresentasikan dan berkomunikasi dalam matematika.
Pada model konkret, model dapat dibuat menyerupai keadaan sebenarnya, dan semua komponen yang terkait dalam soal kontekstual digambarkan, misalnya gambar buku, siswa dan uang. Dengan kata lain gambar tersebut akan memberikan kesan visual bahwa banyaknya buku yang akan dibagi kepada ketiga peserta didik, demikian juga dengan banyak uang. Sedangkan penggunaan model diagram, model dibuat tidak persis dengan keadaan yang sebenarnya, misalnya buku digambarkan sebagai bulatan, segiempat atau bentuk lainnya.
2.3.3        The use of students own production and constructions of students contributions.
Konstribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstribusi peserta didik itu sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal kearah yang lebih formal atau baku melalui bimbingan seorang guru. Strategi-strategi informal peserta didik berupa skema, grafik, diagram, atau simbol-simbol dalam matematika serta prosedur pemecahan masalah kontekstual sebagai sumber inspirasi dalam membangun pengetahuan matematika formal diharapakan dapat berkembang ke arah yang positif. Tanpa sikap yang positif terhadap matematika maka karakteristik kontribusi dan produksi peserta didik sangat sulit untuk dapat dikembangkan, sebaliknya dengan peserta didik memiliki kontribusi dan produksi yang baik dalam proses pembelajaran sangat dimungkinkan akan menumbuhkan sikap yang lebih baik terhadap matematika.
2.3.4        The interactive character or teaching process or interactivity.
Interaksi antara peserta didik dengan peserta didik dan guru dengan peserta didik maupun sebaliknya merupakan bagian penting dalam pendekatan matematika realistik. Bentuk interaksi yang terjadi dalam pembelajaran diantaranya dapat berupa negoisasi secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, melalaui suatu kebenaran, setuju atau tidak setuju, pertanyaan atau refleksi dan evaluasi sesama peserta didik dan guru. Bentuk interaksi ini juga digunakan peserta didik untuk memperbaiki atau memperbaharui model-model yang dibangun sehingga diperoleh model yang tepat. Sedangkan guru menggunakannya untuk menuntun dan membimbing peserta didik hingga sampai memahami konsep matemtika formal. Interaksi sebagai salahsatu karakteristik pendekatan matematika realistik sangat memungkinkan peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik.
2.3.5        Intertwining or various learning strand.
Konsep yang dipelajari peserta didik dengan prinsip belajar-mengajar matematika realistik harus merupakan jalinan dengan konsep atau materi lain baik dalam matematika itu sendiri maupun dengan yang lain, sehingga matematika bukanlah suatu pengetahuan yang terpisah-pisah melainkan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang utuh dan terpadu. Hal ini dimaksudkan agar proses pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep dapat dilakukan secara bermakna dan holistik.

2.4     Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Realistik
Prinsip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya. Dari pemaparan tersebut maka prinsip pembelajaran realistik merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam pembelajaran realistik. Pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran realistik mutlak harus dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru ketika hendak mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan. Jika pembelajaran realistik berpijak pada prinsip yang melandasi maka tentunya pembelajaran akan lebih bermakna, sesuai dengan sifat pembelajaran realistik. Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135) terdapat lima prinsip pembelajaran realistik yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran matematika.
2.4.1        Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2.4.2        Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan simbol-simbol.
2.4.3        Sumbangan dari siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.
2.4.4        Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
2.4.5        Intertwining (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Dari kelima prinsip pembelajaran realistik tersebut dapat dijadikan rambu-rambu bagi guru dalam merancang suatu skenario pembelajaran yang menggunakan pendekatan realistik. Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135) mengemukakan tiga rambu-rambu desain pembelajaran realistik.
2.4.1        Bagaimana guru menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting pada pembelajaran.
2.4.2        Bagaimana guru menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar proses algoritma, simbol, skema, dan model yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka untuk samapi kepada matematika formal.
2.4.3        Bagaimana guru memberi atau mengarahkan keals, kelompok maupun individu untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal.
Dari rambu-rambu tersebut sekiranya sudah jelas untuk menerapkan desain pembelajaran yang menggunakan pendekatan realistik tentunya guru mengetahui apa saja yang harus dipersiapkan, sehingga dalam menerapkan proses pembelajaran dapat berjalan dengan benar. Dengan adanya rambu-rambu tentunya akan mengurangi kemungkinan ari koridor yang semestinya.

2.5     Tahapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik menekankan akan pentingnya konteks konkret yang dikenal oleh peserta didik yang akan menjadi dasar bagi mereka untuk membangun sendiri pengetahuan matematika. Menurut Freudenthal (Tarigan, 2006, hlm. 4), konstruksi pengetahuan matematika yang dilakukan oleh peserta didik berlangsung dalam proses yang dinamakan reinvensi terbimbing (guide reinvention).
Proses ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami sendiri proses yang mirip dengan konsep matematika yang akan dibahas. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencipta ulang konsep matematika dengan bimbingan dari guru dan memanfaatkan bahan ajar serta media yang ada. Proses penciptaan ulang konsep matematiak ini dilakukan oleh peserta didik harus secara bertahap dalam pengerjaannya, mulai dari penggunaan pengetahuan dan strategi formal dan ituitif menuju ke yang lebih formal dan abstrak. Menurut Gravemejer (Tarigan, 2006, hlm. 4), proses reinvensi berlangsung dalam empat tahap.
2.5.1        Tahap situasional, pengetahuan dan strategi yang bersifat situasional dan terbatas digunakan dalam konteks situasi yang sedang dihadapi.
2.5.2        Tahap refrensial, model situasi dan strategi khusus yang digunakan untuk menjelaskan situasi masalah yang sedang dihadapi.
2.5.3        Tahap umum, model dan strategi digunakan untuk menghadapi berbagai macam situasi masalah yang mirip.
2.5.4        Tahap formal, prosedur dan notasi baku digunakan untuk memecahkan masalah matematika.
Skenario pembelajaran yang baik perlu dirancang oleh guru dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta mampu memotivasi peserta didik supaya mau belajar. Pendapat lain menurut Gravemejer (Tarigan, 2006, hlm. 5) pembelajaran matematiak memiliki lima tahapan yang harus dilalui peserta didik yaitu “Penyelesaian masalah, penalaran, komunikasi, kepercayaan diri, dan representasi”.
Penyelesaian masalah, dalam tahap ini peserta didik diajak untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan ide serta acaranya sendiri. konsep matematika yang dipelajari oleh pesert didik harus ditata menurut gagasan baru mereka. Peserta didik diharapkan mmapu  berpikir praktis agar konsep mudah dimengerti dalam konteks yang lebih luas.
Penalaran, peserta didik dilatih untuk menggunakan pemikiran yang logis dalam menyelesaikan masalah serta soal yang sedang dikerjakan. Peserta didik juga diarahkan supaya mampu mempertanggungjawabkan ide atau cara yang telah ditemukannya untu memecahkan masalah dalam bentuk pengerjaan soal.
Komunikasi, tahap ini sudah memasuki tahap formal. Peserta didik diharapkan mampu mengkomunikasikan kepada teman-temannya cara yang dipilihnya untuk menyelesaikan masalah yang ada pada konsep matematika yang sedang dibahas. Pada tahap ini juga diharapkan dapat memunculkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, dimana peserta didik diperbolehkan menyanggah jawaban milik temannya yang berbeda pendapat. Sanggahan yang dikemukakan harus logis serta tidak menjatuhkan mental siswa lain yang sedang menyampaikan idenya. Ketika ada perbedaan cara, maka sanggahan merupakan cara bagi setiap peserta didik untuk bertukar pendapat rangka menemukan cara penyelesaian masalah yang paling mudah dimengerti baik oleh perseorangan maupun bersama.
Kepercayaan diri, pelaksanaan tahap ini bersamaan dengan tahap komunikasi. Peserta didik tentu memerlukan keberanian serta rasa percaya diri untuk menyampaikan ide pemecahan masalah masalah kepada teman-temannya. Bahkan ketika ada sanggahan dari teman-temannya, ia diharapkan mampu mempertanggungjawabkan idenya dengan memberikan jawaban yang jelas baik secara lisan maupun tulisan.
Representasi, tahap ini peserta didik sudah mulai mengetahui beberapa alternatif pemecahan masalah, baik itu yang berasal darinya maupun dari yang lain, khususnya dari peserta didik yang lain. Beberapa alternatif ini memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih cara mana yang akan digunakan dalam pemecahan masalah mengenai konsep yang sedang dibahas. Peserta didik diharapakan mampu membangun penalaran sera kepercayaan dirinya melalui pemilihan cara yang paling mudah dimengerti. Cara pemecahan masalah yang telah dipilih peserta didik menjadi pengetahuan mereka untuk mampu menyelesaikan permasalahan lain yang memiliki kemiripan serta konteks yang lebih luas.
Proses pembelajaran matematika realistik harus dimulai dari masalah-masalah yang real sehingga peserta didik dapat ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang bermakna. Perbaikan proses pembelajaran dapat dititikberatkan pada aspek kegiatan pembelajaraan. Hal tersebut menekankan pada peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa dalam proses rekonstruksi konsep matematika. Pembelajaran dapat dilakukan dengan menigkatkan interaksi dengan lingkungan fisik, sosial maupun budaya sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia di sekitarnya.

2.6     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Realistik
Kelebihan dan kekurangan selalu terdapat dalam setiap model, pendekatan, strategi, atau metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini Asmin (Tandililing, 2012) menjelaskan secara rinci kelebihan dan kelemahan RME dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2 Kelebihan dan Kekurangan RME.
Kelebihan
Kekurangan
a.    Siswa membangun sendiri pengetahuan, sehingga siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
b.    Suasana proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika.
c.    Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena setiap jawaban siswa ada nilainya.
d.   Memupuk kerja sama dalam kelompok.
e.    Melatih keberanian siswa dalam menjelaskan jawabannya.
f.     Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat
g.    Pendidikan budi pekerti
a.       Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawaban dari permasalahan.
b.      Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang lemah. 
c.       Siswa yang pandai kadang- kadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai.
d.      Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu.


Bila Tandililing memaparkan kelebihan dan kekurangan RME, Warli (2010) memberikan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME antara lain:
2.6.1        Peranan guru dalam membimbing siswa dan memberikan motivasi harus lebih ditingkatkan.
2.6.2        Pemilihan alat peraga harus lebih cermat dan disesuaikan dengan materi yang sedang dipelajari.
2.6.3        Siswa yang lebih cepat dalam menyelesaikan soal atau masalah kontekstual dapat diminta untuk menyelesaikan soal-soal lain dengan tingkat kesulitan yang sama bahkan lebih sulit.
2.6.4        Guru harus lebih cermat dan kreatif dalam membuat soal atau masalah realistik.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat diketahui bahwa RME memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut hendaknya menjadi hal yang harus dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan kekurangannya harus diminimalisir. Terdapat beberapa cara untuk dapat meminimalisir kekurangan RME, yang terpenting adalah guru hendaknya mempersiapkan rencana pembelajaran secara matang.

2.7     Konsep Konteks pada Pendekatan Pembelajaran Realistik
Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa konteks dalam pembelajaran realistik memilki maksud tersendiri. Kontekstual dalam pendekatan realistik tidak harus selamanya dalam artian nyata yang sesuai dengan pengalaman peserta didik. Konteks disini dapat pula berupa hal yang dapat dijangkau oleh imajinasi peserta didik, sehingga tidak harus dalam bentuk konkret. Menurut De Lange (Maulana dkk, 2011, hlm. 11) membedakan tiga jenis konteks jika dilihat berdasarkan kesempatan peserta didik untuk matematisasi, yaitu konteks orde satu, konteks orde dua, dan konteks orde tiga.
Konteks orde satu, hanyalah mencakup penterjemahan soal-soal matematika yang tersajikan dalam bentuk teks (misalnya: tentukan jarak terpendek), konteks orde dua, pada dasarnya menyajikan kesempatan untuk melakukan matematisasi(misalnya: kalimat linier, polinom), dan konteks orde tiga, merupakan konteks yang memberikan peluang bagi peserta didik untuk menemukan konsep baru dalam matematika (misalnya: perkembangbiakan kelinci di Australia; gerak jatuh bebas). Sedangkan konteks berdasarkan derajat realitasnya, De Lange (Maulana, dkk., 2010, hlm. 11) dibedakan menjadi tiga jenis antaranya tidak ada konteks, konteks kamuflase, konteks relevan dan konteks esensial.

2.8     Implementasi Pendekatan Matematika Realistik di SD
Dalam implemntasinya, pembelajaran realistik diawali dengan masalah yang berbasis konstektual atau keterkaitan dengan dunia nyata. Sehingga peserta didik menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Pendekatan realistik dimulai dengan menggunakan matematisasi konseptual yakni suatu proses pencarian konsep inti yang sesuai dengan kenyataan. Untuk selanjutnya dikembangkan menjadi konsep yang lebih kompleks melalui abstraksi dan formalisasi. Sehingga dari hal tersebut peserta didik mempunyai pengalaman dan dapat mengaplikasikan pengalaman konsep matematika kepada dunianya dalam semua bidang. Oleh karena itu pengalaman matematisasi dan penerapan matematika sehari-hari diperlukan untuk menjembatani konsep matematika dengan pengalaman peserta didik sehari-hari.
Pendekatan matematika realistik dapat diimplementasikan pada beberapa materi pembelajaran matematika di SD contohnya yaitu, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.  Dalam mengajarkan penumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan pendekatan realistic bisa diawali dengan pembawaan ke dalam situasi informal, contohnya yaitu dengan mengaitkan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan sistem utang-piutang dimana peserta didik melakukan scenario koperasi yang didalamnya memuat sistem simpan pinjam. Setelah itu, peserta didik dikaitkan dengan konsep matematika yakni diperkenalkan istilah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Dari hal tersebut, tidak menjadikan loncatan pengatahuan informal awal dengan pengetahuan matematika formal. Dengan demikian, pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik skenarionya diawali dengan fenomena atau pengalaman peserta didik sehari-hari, kemudian guru memfasilitasi peserta didik untuk mengkonstruksi konsep matematika sesuai dengan pengalaman. Pada akhirnya peserta didik diharapkan dapat mengaplikasikan masalah dalam bidang lain.



                                              BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan suatu cara ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat beradaptasi dengan peserta didik. Dalam pendekatan pembelajaran matematika realistik ini peserta didik dituntun untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator. prinsip pembelajaran realistik merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam pembelajaran realistik. Dalam pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran realistik mutlak harus dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru ketika hendak mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan.
Terdapat lima prinsip dalam pendekatan pembelajaran matematika realsitik diantaranya Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran matematika realsitik juga memiliki karakteristik phenomenological exploration or use context, the use models or bridging by vertical instrument, the use of student own productions and constructions of students contribution, the interactive character of teaching process or interactivity, dan intertwining or various learning strand. Selain karakteristik dalam pendekatan pembelajaran ini juga memiliki tahapan, kelebihan dan kekurangan, serta konsep konteks pendekatan pembelajaran matematika realistik.

3.2  Saran
Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme yang sedang marak diimplementasikan pada pembelajaran matematika. Oleh karena itu diharapkan guru maupun calon guru dapat memahami dan mengetahui baik secara konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan pembelajaran matematika realistik yang didasarkan kepada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Dengan memahami pendekatan pembelajaran maka guru dapat mengimplementasikannya dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung optimal dan tujuan pembelajaran dapat tercapai seefisien mungkin






















DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohamad dkk. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pedagogiana Press.

Djuanda, Dadan dkk. (2010). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang. UPI

Masthoni. (2011). Paradigma belajar matematika. [Online]. Diakses dari: https://masthoni.wordpress.com/2011/04/07/paradigma-belajar-matematika/.

Maulana. (2011). Dasar-dasar keilmuan dan pembelajaran matematika (sequel 1). Subang: Royan Press.

Maulana. (2009). Pembelajaran matematika yang konstruktif di sekolah dasar: Pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematics Education-RME). Dalam Dadan Djuanda, dkk. (Penyunting), Model pembelajaran di sekolah dasar (hlm. 1-16). Sumedang: Tidak Diterbitkan.

Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.

Tarigan, D. (2006). Pembelajaran matmatika realistik. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Diektorat Ketenagaan.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.

V Kodrat (2013). BAB II Kajian Pustaka 2.1 Realistic Mathematics Education (RME). [Online]. Diakses dari: http://digilib.unila.ac.id/382/7/Bab% 202.pdf.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...