PENDEKATAN
REALISTIK
(REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION)
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.
Maharani
Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendekatan Realistik
(Realistic Mathematics Education)” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu
matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan
saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai Pendekatan
Realistik (Realistic Mathematics Education). Dalam menyelesaikan makalah
ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara
moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran
Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan
kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca
umumnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Sumedang, 24
Februari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pendekatan Matematika Realistik..................................
4
2.2 Sejarah
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik.................
5
2.3 Karakteristik
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik........
7
2.4 Prinsip-prinsip
Pendekatan Matematika Realistik............................ 10
2.5 Tahapan
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik............... 12
2.6 Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran Realistik..... 14
2.7 Konsep
Konteks Pendekatan Pembelajaran Realistik...................... 16
2.8 Implementasi
Pendekatan Matematika Realistik di SD................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan........................................................................................... 18
3.2 Saran................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi
antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan
dengan tujuan siswa memahami konteks matematika yang diajarkan. Pembelajaran
matematika ditujukan untuk tercapainya standar kompetensi/kompetensi inti dan
kompetensi dasar pembelajaran dimana pembelajaran harus dilakukan secara
berkesinambungan. Guru juga harus memperhatikan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan dari kegiatan awal sampai akhir pembelajaran. Melakukan evaluasi yang
relevan dan disesuaikan dengan proses dalam pembelajaran. Hal tersebut tidak
terlepas dari beberapa komponen pembelajaran seperti model, pendekatan,
strategi dan lain sebagainya.
Guru sebagai pemegang peranan utama dalam
pembelajaran matematika tidak hanya memiliki pengetahuan akan materi matematika
yang diajarkan. Akan tetapi guru juga harus memiliki pengetahuan konseptual dan
prosedural yang akan mengantarkan siswa ke topik pembelajaran, memiliki
kecakapan untuk menangani miskonsepsi yang mungkin terjadi dalam pengajaran
matematika dan memahami tahapan bahwa mereka masih memiliki sedikit pemahaman
tentang suatu materi menuju penguasaan materi tertentu. Salah satu pengetahuan
procedural tersebut yakni pengetahuan terhadap konsep dan implementasi
pendekatan pembelajaran. Oleh karena itu guru diharapkan mampu mengetahui dan
mengimplementasikan beberapa pendekatan pembelajaran yang biasa diterapkan
dalam pembelajaran matematika diantaranya yaitu pendekatan realistik atau biasa
dikenal dengan (Realistic Mathematic
Education) yang dapat membantu guru dalam menciptakan pembelajaran yang
optimal.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Apa yang dimaksud dengan pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dalam
pembelajaran matematika?
1.2.2
Bagaimana sejarah pendekatan pembelajaran matematika
realistik?
1.2.3
Bagaimana karakteristik dari pendekatan matematika realistik
(Realistic Mathematic Education)?
1.2.4
Apa saja yang termasuk kedalam prinsip pendekatan matematika
realistik (Realistic Mathematic Education)?
1.2.5
Bagaimana tahapan pembelajaran dari pendekatan matematika
realistik (Realistic Mathematic Education)?
1.2.6
Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan matematika
realistik?
1.2.7
Bagaimana konsep konteks dari
pendekatan pembelajaran realistik?
1.2.8
Bagaimana implementasi dari pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dalam
pembelajaran matematika di SD?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui serta memahami definisi pendekatan
realistik (Realistic Mathematic Education)
dalam pembelajaran matematika.
1.3.2
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai sejarah
pendekatan matematika realistik?
1.3.3
Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan
matematika realistik (Realistic
Mathematic Education).
1.3.4
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai prinsip
pendekatan matematika realistik (Realistic
Mathematic Education).
1.3.5
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai tahapan
pembelajaran dari pendekatan matematika realistik (Realistic Mathematic Education).
1.3.6
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan
dan kekurangan dari pendekatan matematika realistik.
1.3.7
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
konteks dari pendekatan pembelajaran realistic.
1.3.8
Untuk memberikan informasi mengenai implementasi dari
pendekatan matematika realistik (Realistic
Mathematic Education) dalam pembelajaran matematika di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Pendekatan Realistik
Pendekatan realistik secara bahasa didefinisikan
sebagai suatu frase yang terbentuk dari kata pendekatan dan realistik. Maulana
(2011, hlm. 85) mengungkapkan bahwa pendekatan pembelajaran adalah cara yang
ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan
bisa beradaptasi dengan siswa. Sedangkan kata realistik sendiri sering
diartikan sebagai sesuatu yang real atau
nyata. Sehingga pendekatan realistik merupakan suatu pendekatan atau cara
pembelajaran dimana mendekatkan siswa kepada hal yang bersifat nyata yaitu
dengan memanfaatkan lingkungan disekitar sebagai materi pembelajaran. Senada
dengan pendapat Tarigan (2006, hlm. 4) bahwa pendekatan matematika realistik
merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa yang
bersifat realistik yang ditujukan pada pengembangan pola pikir praktis, logis,
kritis, dan jujur dengan berorientasi kepada penalaran matematika dalam
menyelesaikan masalah.
Siswa dalam pendekatan realistik dituntun agar
terlibat secara aktif dalam pembelajaran yakni dalam memecahkan masalah
matematika baik secara individu maupun diskusi kelompok. Dalam pendekatan
tersebut guru bersifat sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran karena
pembelajaran realistik bertajuk situated
learning yaitu proses pembelajaran yang diarahkan kepada dunia nyata atau student center. Dengan demikian pendekatan
matematika realistik merupakan suatu pendekatan metodologi pembelajaran yang
mengutamakan kenyataan dan lingkungan sebagai alat bantu pembelajaran dimana
mempunyai maksud kebermaknaan kepada siswa sehingga pembelajaran dapat tercapai
secara optimal. Hal tersebut menjadikan realita ataupun lingkungan menjadi
sumber utama dalam pembelajaran. Realita tersebut bukan hanya sesuatu yang
bersifat fisik saja melainkan dengan segala sesuatu yang dapat dibayangkan
dengan realitas imajinasi siswa.
Teori pendekatan realistik (Realistic Mathematic Education) dikembangkan oleh Freudential selaras
dengan pembelajaran konstruktivisme. Masthoni (2011) menegaskan teori RME yang
mengatakan bahwa pengetahuan matematika dikreasi bukan ditemukan sebagai
sesuatu yang sudah jadi. Hal tersebut mempunyai keterkaitan dengan pradigma
konstruktivisme yang memandang pembelajaran matematika diarahkan kepada peserta
didik untuk membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru tidak sebagai
sumber atau pusat pembelajaran namun berperan sebagai fasilitator pembelajaran.
Guru menciptakan kondisi pembelajaran dan merencanakan jalannya pembelajaran
dengan materi yang sesuai, representatif, serta realistik bagi siswa sehingga
memperoleh pengalaman belajar yang optimal.
Suwangsih dan Tiurlina (2006, hlm. 137)
mengungkapkan bahwa pendekatan realistik yaitu suatu pendekatan yang
menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran dan melalui
matematisasi horizontal-vertikal siswa ditujukan untuk mampu menemukan dan
merekonstruksi konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Aktivitas
dari matematisasi horizontal diantaranya yaitu pengidentifikasian matematika
khusus dalam konteks umum, penskemaan, perumusan dan pemvisualisasian masalah
dalam cara yang berbeda, penemuan keterkaitan dan kesistematisan, dan lain
sebagainya. Sedangkan aktivitas dalam matematisasi vertikal dantaranya
menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus, pembuktian keteraturan, perbaikan
dan penyesuaian model penggunaan model yang berbeda, pengkombinasian dan
pengintegrasian model, perumusan suatu konsep matematika baru dan penggeneralisasian.
2.2
Sejarah
Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Menurut Van den
Heuvel-Panhuizen (Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731), berdasarkan sejarahnya Realistic
Mathematics Education (RME) pertama kali berkembang di Belanda sejak awal
tahun !970-an. Orang yang pertama mengembangkan adalah Freuddenthal dan
kawan-kawan dari Freudenthal Institute di Belanda. Dalam pandangan freudenthal,
agar matematika memiliki nilai kemanusiaan (human value) maka
pembelajarannya haruslah dikaitkan dengan realita atau kenyataan, dekat dengan
pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat.
Selain itu Freudenthal juga
berpandangan bahwa matematika sebaiknya tidak dipandang sebagai suatu bahan
ajar yang harus ditransfer secara langsung sebagai matematika siap pakai,
melainkan harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia. Pembelajaran
matematika sebaiknya dilakukan dengan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada
anak untik mencoba menemukan sendiri melalui bimbingan dari guru. Dalam istilah
Freudenthal seperti ini disebut guided reinvention, yakni suatu kegiatan
yang mendorong anak untuk menemukan prinsip, konsep, atau rumus-rumus
matematika melalui kegiatan pembelajaran yang secara spesifik dirancang oleh
guru. dengan demikian, prinsip utama pembelajaran matematika tidaklah terletak
pada matematika sebagai suatu sistem tertutup yang kaku, melainkan pada
aktivitasnya yang lebih dikenal sebagai suatu proses matematisasi (process
of mathematization).
Dalam hal ini, Freudenthal mengutamakan suatu proses pembelajaran yang
berorientasi kepada peserta didik atau terkenal dengan istilah “student
centered”. Mengajak peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran
merupakan langkah yang diambil agar pembelajaran tersebut lebih bermakna dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Pada perkembangan selanjutnya, Treffers
(Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731) mencoba memformulasikan proses matematisasi,
dalam konteks pendidika matematika, menjadi dua tipe yakni matematisasi
horizontal dan vertikal. Dalam tahap horizontal, pada akhirnya anak didik akan
sampai pada mathematical tools seperti konsep, prinsip, algoritma, atau
rumus yang dapat digunakan untuk membantu mengorganisasi serta memecahkan
permasalahan yang didesain terkait dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Matematisasi vertikal adalah
suatu proses reorganisasi yang terjadi dalam sistem matematika sendiri,
misalnya menemukan suatu keterkaitan antara beberapa konsep dan strategi serta
mencoba menerapkannya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Dengan
demikian, matematisasi horizontal memuat suatu proses yang diawali dari dunia
nyata menuju dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal mengandung makna
suatu proses pepindahan dalam dunia simbol itu sendiri. menurut Freudenthal,
kedua proses matematisasi tidak dapat dipandang secara masing-masing, melainkan
merupakan suatu kesatuan yang memiliki nilai sama pentingnya dalam proses
pembelajaran matematika.
Pada tahun 1998, Indonesia
mulai melirik pendekatan RME ini yang antara lain ditandai dengan pengiriman
sejumlah dosen untuk mengambil program studi S3 di Belanda. Di antara mereka
yang mengambil S3 dalam bidang pendidikan matematika diharuskan berkonsentrasi
pada pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik. Awal tahun 2001,
DIKTI melalui proyek PGSM mencoba melakukan ujicoba pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran realistik ini di kelas-kelas awal sekolah
dasar. Perguruan Tinggi yang terlibat dalam ujicoba ini adalah Universitas
Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma,
dan Universitas Negeri Surabaya. Adapun beberapa sekolah yang terlibat untuk
kawasan Bandung adalah SDPN yang ada di lingkungan UPI, SDN Sabang, dan MIN
Cicendo (Suryadi, dkk., 2007, hlm. 731).
2.3
Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Setiap pendekatan
pembelajaran tentu memiliki beberapa karakterististik yang menjadi ciri khas
dari pendekatan tersebut. Pendekatan pembelajaran realistik juga memiliki karakteristik yang berbeda dari pendekatan
pembelajaran lainnya. Dengan adanya karakteristik yang membuat pembelajaran
realistik mempunyai ciri khas dalam proses pembelajarannya. Terdapat lima
karakteristik dalam pendekatan pembelajaran realistik yang dikemukakan oleh
Gravemejer (Maulana, dkk. 2009) diantaranya sebagai berikut ini.
2.3.1
Phenomenological exploration or use contex.
Pendekatan realistik mempunyai ciri dalam
pembelajarannya dengan menggunakan suatu konteks. Konteks merupakan suatu
lingkungan keseharian peserta didik yang nyata. Dalam matematika konteks ini
tidak selalu diartikan konkret, melainkan dapat juga sesuatu yang telah
dipahami peserta didik atau dapat dibayangkan oleh peserta didik. Konteks juga
tidak selalu dihubungkan dengan pengalaman peserta didik.
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pembelajaran matematika realistik, guru harus memanfaatkan
pengetahuan awal peserta didik untuk memahami konsep-konsep matematika dengan
memberikan suatu permasalahan yang kontekstual. Peserta didik tidak belajar
konsep baru matematika dengan cara menerima langsung dari guru atau orang lain
melalui penjelasan, akan tetapi peserta didik ditekankan untuk membangun
sendiri pemahaman konsep dengan memanfaatkan sesuatu yang telah diketahuinya.
Dengan kata lain, masalah kontekstual ini diharapkan dapat memotivasi dan
mendorong dalam melaksanakan peserta didik suatu proses penelitian, sehingga
peserta didik dapat memahami konsep matematika secara abstrak.
2.3.2
The use models or bringing by vertical instrument.
Model atau gambar diarahkan untuk memberikan
pemahaman terhadap peserta didik dari model konkret atau nyata menuju ke model
abstrak. Dalam proses menggunakan model ini, peserta didik diharapkan dapat
menemukan hubungan antara bagian-bagian masalah kontekstual dan menyampaikannya
ke dalam model matematika melalui bentuk skema, rumusan, serta bentuk visual.
Bentuk model ini bertujuan untuk menjembatani antara masalah matematika yang
kontekstual dengan matematika formal yang bersifat vertikal. Dari karakteristik
ini diharapkan peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir logis,
kritis, dapat merepresentasikan dan berkomunikasi dalam matematika.
Pada model konkret, model dapat dibuat menyerupai
keadaan sebenarnya, dan semua komponen yang terkait dalam soal kontekstual
digambarkan, misalnya gambar buku, siswa dan uang. Dengan kata lain gambar
tersebut akan memberikan kesan visual bahwa banyaknya buku yang akan dibagi
kepada ketiga peserta didik, demikian juga dengan banyak uang. Sedangkan
penggunaan model diagram, model dibuat tidak persis dengan keadaan yang
sebenarnya, misalnya buku digambarkan sebagai bulatan, segiempat atau bentuk
lainnya.
2.3.3
The use of students own production and constructions of students
contributions.
Konstribusi yang besar pada proses belajar
mengajar diharapkan dari konstribusi peserta didik itu sendiri yang mengarahkan
mereka dari metode informal kearah yang lebih formal atau baku melalui
bimbingan seorang guru. Strategi-strategi informal peserta didik berupa skema,
grafik, diagram, atau simbol-simbol dalam matematika serta prosedur pemecahan
masalah kontekstual sebagai sumber inspirasi dalam membangun pengetahuan
matematika formal diharapakan dapat berkembang ke arah yang positif. Tanpa
sikap yang positif terhadap matematika maka karakteristik kontribusi dan
produksi peserta didik sangat sulit untuk dapat dikembangkan, sebaliknya dengan
peserta didik memiliki kontribusi dan produksi yang baik dalam proses
pembelajaran sangat dimungkinkan akan menumbuhkan sikap yang lebih baik
terhadap matematika.
2.3.4
The interactive character or teaching process or interactivity.
Interaksi antara peserta didik dengan peserta
didik dan guru dengan peserta didik maupun sebaliknya merupakan bagian penting
dalam pendekatan matematika realistik. Bentuk interaksi yang terjadi dalam
pembelajaran diantaranya dapat berupa negoisasi secara eksplisit, intervensi
kooperatif, penjelasan, melalaui suatu kebenaran, setuju atau tidak setuju,
pertanyaan atau refleksi dan evaluasi sesama peserta didik dan guru. Bentuk
interaksi ini juga digunakan peserta didik untuk memperbaiki atau memperbaharui
model-model yang dibangun sehingga diperoleh model yang tepat. Sedangkan guru
menggunakannya untuk menuntun dan membimbing peserta didik hingga sampai
memahami konsep matemtika formal. Interaksi sebagai salahsatu karakteristik
pendekatan matematika realistik sangat memungkinkan peserta didik untuk dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi matematik.
2.3.5
Intertwining or various learning strand.
Konsep yang dipelajari peserta didik dengan
prinsip belajar-mengajar matematika realistik harus merupakan jalinan dengan
konsep atau materi lain baik dalam matematika itu sendiri maupun dengan yang
lain, sehingga matematika bukanlah suatu pengetahuan yang terpisah-pisah
melainkan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang utuh dan terpadu. Hal ini
dimaksudkan agar proses pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep dapat
dilakukan secara bermakna dan holistik.
2.4
Prinsip-prinsip Pendekatan Pembelajaran Realistik
Prinsip dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir,
bertindak, dan sebagainya. Dari pemaparan tersebut maka prinsip pembelajaran
realistik merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam pembelajaran
realistik. Pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran realistik mutlak harus
dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran ini.
Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru ketika hendak
mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi kekeliruan atau
kesalahan. Jika pembelajaran realistik berpijak pada prinsip yang melandasi
maka tentunya pembelajaran akan lebih bermakna, sesuai dengan sifat
pembelajaran realistik. Menurut Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135)
terdapat lima prinsip pembelajaran realistik yang menjiwai setiap aktivitas
pembelajaran matematika.
2.4.1
Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu
sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
2.4.2
Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema, dan
simbol-simbol.
2.4.3
Sumbangan dari siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi
konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi dan mengkonstruksi sendiri
(yang mungkin berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing
para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.
2.4.4
Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
2.4.5
Intertwining (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok bahasan.
Dari
kelima prinsip pembelajaran realistik tersebut dapat dijadikan rambu-rambu bagi
guru dalam merancang suatu skenario pembelajaran yang menggunakan pendekatan
realistik. Suwangsih & Tiurlina (2006, hlm. 135) mengemukakan tiga
rambu-rambu desain pembelajaran realistik.
2.4.1
Bagaimana guru menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting
pada pembelajaran.
2.4.2
Bagaimana guru menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar proses
algoritma, simbol, skema, dan model yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka
untuk samapi kepada matematika formal.
2.4.3
Bagaimana guru memberi atau mengarahkan keals, kelompok maupun individu
untuk menciptakan free production, menciptakan caranya sendiri dalam
menyelesaikan soal.
Dari
rambu-rambu tersebut sekiranya sudah jelas untuk menerapkan desain pembelajaran
yang menggunakan pendekatan realistik tentunya guru mengetahui apa saja yang
harus dipersiapkan, sehingga dalam menerapkan proses pembelajaran dapat
berjalan dengan benar. Dengan adanya rambu-rambu tentunya akan mengurangi
kemungkinan ari koridor yang semestinya.
2.5
Tahapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik
Proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan matematika realistik menekankan akan pentingnya konteks
konkret yang dikenal oleh peserta didik yang akan menjadi dasar bagi mereka
untuk membangun sendiri pengetahuan matematika. Menurut Freudenthal (Tarigan,
2006, hlm. 4), konstruksi pengetahuan matematika yang dilakukan oleh peserta
didik berlangsung dalam proses yang dinamakan reinvensi terbimbing (guide
reinvention).
Proses ini memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami sendiri proses yang mirip
dengan konsep matematika yang akan dibahas. Peserta didik diberi kesempatan
untuk mencipta ulang konsep matematika dengan bimbingan dari guru dan
memanfaatkan bahan ajar serta media yang ada. Proses penciptaan ulang konsep
matematiak ini dilakukan oleh peserta didik harus secara bertahap dalam
pengerjaannya, mulai dari penggunaan pengetahuan dan strategi formal dan
ituitif menuju ke yang lebih formal dan abstrak. Menurut Gravemejer (Tarigan,
2006, hlm. 4), proses reinvensi berlangsung dalam empat tahap.
2.5.1
Tahap situasional, pengetahuan dan strategi yang bersifat situasional dan
terbatas digunakan dalam konteks situasi yang sedang dihadapi.
2.5.2
Tahap refrensial, model situasi dan strategi khusus yang digunakan untuk
menjelaskan situasi masalah yang sedang dihadapi.
2.5.3
Tahap umum, model dan strategi digunakan untuk menghadapi berbagai macam
situasi masalah yang mirip.
2.5.4
Tahap formal, prosedur dan notasi baku digunakan untuk memecahkan masalah
matematika.
Skenario
pembelajaran yang baik perlu dirancang oleh guru dalam rangka menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif serta mampu memotivasi peserta didik supaya
mau belajar. Pendapat lain menurut Gravemejer (Tarigan, 2006, hlm. 5)
pembelajaran matematiak memiliki lima tahapan yang harus dilalui peserta didik
yaitu “Penyelesaian masalah, penalaran, komunikasi, kepercayaan diri, dan
representasi”.
Penyelesaian
masalah, dalam tahap ini peserta didik diajak untuk dapat menyelesaikan masalah
sesuai dengan ide serta acaranya sendiri. konsep matematika yang dipelajari
oleh pesert didik harus ditata menurut gagasan baru mereka. Peserta didik
diharapkan mmapu berpikir praktis agar
konsep mudah dimengerti dalam konteks yang lebih luas.
Penalaran,
peserta didik dilatih untuk menggunakan pemikiran yang logis dalam
menyelesaikan masalah serta soal yang sedang dikerjakan. Peserta didik juga
diarahkan supaya mampu mempertanggungjawabkan ide atau cara yang telah
ditemukannya untu memecahkan masalah dalam bentuk pengerjaan soal.
Komunikasi,
tahap ini sudah memasuki tahap formal. Peserta didik diharapkan mampu
mengkomunikasikan kepada teman-temannya cara yang dipilihnya untuk
menyelesaikan masalah yang ada pada konsep matematika yang sedang dibahas. Pada
tahap ini juga diharapkan dapat memunculkan kemampuan berpikir kritis peserta
didik, dimana peserta didik diperbolehkan menyanggah jawaban milik temannya
yang berbeda pendapat. Sanggahan yang dikemukakan harus logis serta tidak
menjatuhkan mental siswa lain yang sedang menyampaikan idenya. Ketika ada
perbedaan cara, maka sanggahan merupakan cara bagi setiap peserta didik untuk
bertukar pendapat rangka menemukan cara penyelesaian masalah yang paling mudah
dimengerti baik oleh perseorangan maupun bersama.
Kepercayaan
diri, pelaksanaan tahap ini bersamaan dengan tahap komunikasi. Peserta didik
tentu memerlukan keberanian serta rasa percaya diri untuk menyampaikan ide
pemecahan masalah masalah kepada teman-temannya. Bahkan ketika ada sanggahan
dari teman-temannya, ia diharapkan mampu mempertanggungjawabkan idenya dengan
memberikan jawaban yang jelas baik secara lisan maupun tulisan.
Representasi,
tahap ini peserta didik sudah mulai mengetahui beberapa alternatif pemecahan
masalah, baik itu yang berasal darinya maupun dari yang lain, khususnya dari
peserta didik yang lain. Beberapa alternatif ini memberikan kebebasan kepada
peserta didik untuk memilih cara mana yang akan digunakan dalam pemecahan
masalah mengenai konsep yang sedang dibahas. Peserta didik diharapakan mampu
membangun penalaran sera kepercayaan dirinya melalui pemilihan cara yang paling
mudah dimengerti. Cara pemecahan masalah yang telah dipilih peserta didik
menjadi pengetahuan mereka untuk mampu menyelesaikan permasalahan lain yang
memiliki kemiripan serta konteks yang lebih luas.
Proses
pembelajaran matematika realistik harus dimulai dari masalah-masalah yang real
sehingga peserta didik dapat ikut terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran yang bermakna. Perbaikan proses pembelajaran dapat dititikberatkan
pada aspek kegiatan pembelajaraan. Hal tersebut menekankan pada peran guru
sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa dalam proses rekonstruksi konsep
matematika. Pembelajaran dapat dilakukan dengan menigkatkan interaksi dengan lingkungan
fisik, sosial maupun budaya sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman
dan pengetahuan terhadap dunia di sekitarnya.
2.6
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Pembelajaran
Realistik
Kelebihan dan kekurangan selalu terdapat dalam setiap model, pendekatan, strategi, atau
metode pembelajaran. Namun, kelebihan dan
kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk penekanan-penekanan
terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya dalam
pelaksanaan pembelajaran. Berikut ini Asmin
(Tandililing, 2012) menjelaskan secara rinci kelebihan dan kelemahan RME dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 2
Kelebihan dan Kekurangan RME.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
a.
Siswa membangun sendiri pengetahuan, sehingga siswa
tidak mudah lupa dengan pengetahuannya.
b.
Suasana proses pembelajaran menyenangkan karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan belajar
matematika.
c.
Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka, karena
setiap jawaban siswa ada nilainya.
d.
Memupuk kerja sama dalam kelompok.
e.
Melatih keberanian siswa dalam menjelaskan
jawabannya.
f.
Melatih siswa untuk terbiasa berpikir dan
mengemukakan pendapat
g.
Pendidikan budi pekerti
|
a.
Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih
dahulu maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawaban dari
permasalahan.
b.
Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang
lemah.
c.
Siswa yang pandai kadang- kadang tidak sabar menanti
temannya yang belum selesai.
d.
Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi
pembelajaran saat itu.
|
Bila Tandililing memaparkan kelebihan dan
kekurangan RME, Warli (2010)
memberikan solusi dalam upaya meminimalisir kelemahan dalam penerapan RME
antara lain:
2.6.1
Peranan
guru dalam membimbing siswa dan memberikan motivasi harus lebih ditingkatkan.
2.6.2
Pemilihan
alat peraga harus lebih cermat dan disesuaikan dengan materi yang sedang
dipelajari.
2.6.3
Siswa
yang lebih cepat dalam menyelesaikan soal atau masalah kontekstual dapat
diminta untuk menyelesaikan soal-soal lain dengan tingkat kesulitan yang sama
bahkan lebih sulit.
2.6.4
Guru
harus
lebih cermat dan kreatif dalam membuat soal atau masalah realistik.
Berdasarkan
beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, dapat diketahui bahwa RME
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan tersebut hendaknya menjadi hal yang harus dipertahankan dan
dikembangkan, sedangkan kekurangannya harus
diminimalisir. Terdapat beberapa cara
untuk dapat meminimalisir kekurangan RME, yang
terpenting adalah guru hendaknya mempersiapkan rencana pembelajaran secara
matang.
2.7
Konsep Konteks pada Pendekatan Pembelajaran Realistik
Seperti yang telah dituliskan
sebelumnya bahwa konteks dalam pembelajaran realistik memilki maksud
tersendiri. Kontekstual dalam pendekatan realistik tidak harus selamanya dalam
artian nyata yang sesuai dengan pengalaman peserta didik. Konteks disini dapat
pula berupa hal yang dapat dijangkau oleh imajinasi peserta didik, sehingga
tidak harus dalam bentuk konkret. Menurut De Lange (Maulana dkk, 2011, hlm. 11)
membedakan tiga jenis konteks jika dilihat berdasarkan kesempatan peserta didik
untuk matematisasi, yaitu konteks orde satu, konteks orde dua, dan konteks orde
tiga.
Konteks orde satu, hanyalah
mencakup penterjemahan soal-soal matematika yang tersajikan dalam bentuk teks
(misalnya: tentukan jarak terpendek), konteks orde dua, pada dasarnya
menyajikan kesempatan untuk melakukan matematisasi(misalnya: kalimat linier,
polinom), dan konteks orde tiga, merupakan konteks yang memberikan peluang bagi
peserta didik untuk menemukan konsep baru dalam matematika (misalnya:
perkembangbiakan kelinci di Australia; gerak jatuh bebas). Sedangkan konteks
berdasarkan derajat realitasnya, De Lange (Maulana, dkk., 2010, hlm. 11)
dibedakan menjadi tiga jenis antaranya tidak ada konteks, konteks kamuflase,
konteks relevan dan konteks esensial.
2.8
Implementasi Pendekatan
Matematika Realistik
di SD
Dalam implemntasinya, pembelajaran realistik diawali
dengan masalah yang berbasis konstektual atau keterkaitan dengan dunia nyata.
Sehingga peserta didik menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
Pendekatan realistik dimulai dengan menggunakan matematisasi konseptual yakni
suatu proses pencarian konsep inti yang sesuai dengan kenyataan. Untuk
selanjutnya dikembangkan menjadi konsep yang lebih kompleks melalui abstraksi
dan formalisasi. Sehingga dari hal tersebut peserta didik mempunyai pengalaman
dan dapat mengaplikasikan pengalaman konsep matematika kepada dunianya dalam
semua bidang. Oleh karena itu pengalaman matematisasi dan penerapan matematika
sehari-hari diperlukan untuk menjembatani konsep matematika dengan pengalaman peserta
didik sehari-hari.
Pendekatan matematika realistik dapat
diimplementasikan pada beberapa materi pembelajaran matematika di SD contohnya
yaitu, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Dalam mengajarkan penumlahan dan pengurangan
bilangan bulat menggunakan pendekatan realistic bisa diawali dengan pembawaan
ke dalam situasi informal, contohnya yaitu dengan mengaitkan materi penjumlahan
dan pengurangan bilangan bulat dengan sistem utang-piutang dimana peserta didik
melakukan scenario koperasi yang didalamnya memuat sistem simpan pinjam.
Setelah itu, peserta didik dikaitkan dengan konsep matematika yakni
diperkenalkan istilah penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
Dari hal tersebut, tidak menjadikan loncatan
pengatahuan informal awal dengan pengetahuan matematika formal. Dengan
demikian, pembelajaran matematika menggunakan pendekatan realistik skenarionya
diawali dengan fenomena atau pengalaman peserta didik sehari-hari, kemudian
guru memfasilitasi peserta didik untuk mengkonstruksi konsep matematika sesuai
dengan pengalaman. Pada akhirnya peserta didik diharapkan dapat mengaplikasikan
masalah dalam bidang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan
suatu cara ditempuh oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang
disajikan dapat beradaptasi dengan peserta didik.
Dalam pendekatan pembelajaran matematika realistik ini
peserta didik dituntun untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan guru
hanya sebagai fasilitator. prinsip
pembelajaran realistik merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam
pembelajaran realistik. Dalam pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran
realistik mutlak harus dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan
pendekatan pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru
ketika hendak mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi
kekeliruan atau kesalahan.
Terdapat lima prinsip dalam
pendekatan pembelajaran matematika realsitik diantaranya Interaktif sebagai
karakteristik dari proses pembelajaran matematika. Pendekatan pembelajaran
matematika realsitik juga memiliki karakteristik phenomenological
exploration or use context, the use models or bridging by vertical instrument,
the use of student own productions and constructions of students contribution,
the interactive character of teaching process or interactivity, dan intertwining
or various learning strand. Selain karakteristik dalam pendekatan pembelajaran
ini juga memiliki tahapan, kelebihan dan kekurangan, serta konsep konteks
pendekatan pembelajaran matematika realistik.
3.2 Saran
Pendekatan pembelajaran matematika realistik
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran berbasis konstruktivisme yang
sedang marak diimplementasikan pada pembelajaran matematika. Oleh karena itu
diharapkan guru maupun calon guru dapat memahami dan mengetahui baik secara
konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan pembelajaran matematika
realistik yang didasarkan kepada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Dengan memahami pendekatan pembelajaran maka guru dapat mengimplementasikannya
dalam pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berlangsung optimal dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai seefisien mungkin
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohamad
dkk. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pedagogiana Press.
Djuanda, Dadan
dkk. (2010). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar. Sumedang. UPI
Masthoni. (2011). Paradigma belajar matematika. [Online].
Diakses dari:
https://masthoni.wordpress.com/2011/04/07/paradigma-belajar-matematika/.
Maulana. (2011). Dasar-dasar keilmuan dan pembelajaran matematika (sequel 1).
Subang: Royan Press.
Maulana.
(2009). Pembelajaran matematika yang konstruktif di sekolah dasar: Pendekatan
matematika realistik (Realistic
Mathematics Education-RME). Dalam Dadan Djuanda, dkk. (Penyunting), Model pembelajaran di sekolah dasar (hlm. 1-16). Sumedang: Tidak
Diterbitkan.
Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi
Kesatu. Bandung: UPI Press.
Tarigan, D. (2006). Pembelajaran matmatika realistik. Yogyakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Diektorat Ketenagaan.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.
V Kodrat (2013). BAB II Kajian Pustaka 2.1 Realistic
Mathematics Education (RME). [Online]. Diakses dari: http://digilib.unila.ac.id/382/7/Bab% 202.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar