BERPIKIR KRITIS, BERPIKIR
KREATIF DAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.
Maharani
Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Berpikir
Kritis, Berpikir Kreatif dan Berpikir Reflektif Matematis” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan
terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu
matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan,
motivasi, dan saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan
membahas mengenai kemampuan
berpikir kritis, kreatif dan reflektif sebagai goals atau perilaku yang harus diperoleh peserta didik dalam pembelajaran matematika.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara
moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran
Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca
umumnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Sumedang, 21
April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Berpikir............................................................................... 4
2.2 Konsep
Berpikir Kritis Matematis.................................................... 4
2.3 Konsep
Berpikir Kreatif Matematis.................................................
11
2.4 Konsep
Berpikir Reflektif Matematis..............................................
17
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan...........................................................................................
23
3.2 Saran.................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi
terhadap situasi dan lingkungan yang berada di sekitar individu. Belajar
sendiri dilakukan agar terjadi perubahan perilaku sebagai tujuan dan proses
berbuat melalui pengalaman. Perubahan yang dimaksud hendaknya terjadi sebagai
akibat interaksi dengan lingkungannya. Konsep belajar, mengajar dan pengajaran melahirkan
suatu konsep yakni pembelajaran yang merupakan salah satu upaya interaksi
antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan
demikian pembelajaran matematika dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi
antara pendidik dan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan
dengan tujuan peserta didik dapat memahami konteks metamatika yang diajarkan.
Setiap kegiatan pembelajaran mempunyai sasaran atau
tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang dimulai dari tujuan yang sangat
operasional dan konkret meliputi tujuan pembelajaran khusus, tujuan
pembelajaran umum, tujuan tujuan kurikuler dan tujuan nasional sampai pada
tujuan yang bersifat universal. Sasaran tersebut harus diterjemahkan ke dalam
ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan seperti berpikir kritis,
berpikir kreatif dan berpikir reflektif.
Peserta didik dibentuk agar memiliki kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Adapun tujuan
pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara
sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap
gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003). Dari
tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika yang telah digariskan misalnya
termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semuanya diharapkan
dapat tercapai melalui pembelajaran matematika. Agar tujuan itu dapat tercapai
maka semua komponen pembelajaran harus diorganisasikan dengan baik sehingga
saling bekerjasama.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran matematika
yang efektif dan efisien serta tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan
konsep dan prosedur yang terisolasi melainkan sebagai hubungan antar konsep,
ide matematika dan aplikasinya. Dalam menyikapi beberapa hal tersebut, selain diperlukan
inovasi dan variasi pembelajaran dari guru juga memerlukan pengetahuan serta
pemahaman mengenai kompetensi yang ditargetkan dalam pembelajaran matematika sehingga
pembelajaran matematika dapat dilakukan secara sistematis dan terarah sesuai
tujuan. Hal tersebut dikarenakan kompetensi dasar matematika yang
diklasifikasikan dalam beberapa aspek atau proses matematik sebagai tujuan dari
pembelajaran diketahui oleh guru dan dapat dicapai secara optimal, sehingga
peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memang seharusnya
dimiliki oleh setiap peserta didik setelah mengikuti pembelajaran matematika.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Bagaimana konsep dari berpikir manusia?
1.2.2
Bagaimana konsep dari berpikir kritis matematis dalam
pembelajaran matematika?
1.2.3
Bagaimana konsep dari berpikir kreatif matematis dalam
pembelajaran matematika?
1.2.4
Bagaimana konsep dari berpikir reflektif matematis dalam
pembelajaran matematika?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
berpikir manusia dalam pembelajaran matematika.
1.3.2
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir
kritis matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.3
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir
kreatif matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.4
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep
berpikir reflektif matematis dalam pembelajaran matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep
Berpikir
Manusia
terlahir di dunia dengan dibekali akal. Akal tersebut digunakan manusia untuk
berpikir. Berpikir bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Maulana (2008, hlm. 1) mengungkapkan bahwa berpikir adalah
suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada
suatu tujuan pribadi. Masih menurut Maulana (2011, hlm. 43) berpikir merupakan
kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah
SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia di sisi-Nya
yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya. Tujuan daripada proses
berpikir yakni membantu manusia untuk mencari dan memiliki pemahaman lalu
menyelesaikan masalah serta membuat kesimpulan.
2.2
Konsep
Berpikir Kritis Matematis
2.2.1 Hakikat
Berpikir Kritis Matematis
Berpikir
kritis merupakan salah satu dari dua kemampuan berpikir mendasar manusia.
Deporter dan Hernacki (dalam Maulana, 2008, hlm. 4) mengelompokkan cara
berpikir manusia ke dalam beberapa bagian, yaitu: berpikir vertikal, berpikir
lateral, berpikir kritis, berpikir analitis, berpikir strategis, berpikir
tentang hasil dan berpikir kreatif. Menurut keduanya, berpikir kritis dan
berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan
suatu gagasan atau produk. Sedangkan, Swartz dan Perkins (dalam Maulana, 2008,
hlm. 5) memberikan batasan mengenai berpikir kritis, menurutnya berpikir kritis
berarti:
1) Bertujuan
untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau
apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis.
2) Memakai
standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan.
3) Menerapkan
berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan
menerapkan standar tersebut.
4) Mencari
dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang
dapat mendukung suatu penilaian.
Gerhard (dalam Maulana, 2008, hlm. 6)
memberikan batasan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan
penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi, serta membuat seleksi
atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi. Selain batasan berpikir
kritis yang diungkapkan oleh Gerhard, Splitter (dalam Maulana, 2008, hlm. 6)
menyatakan bahwa berpikir kritis adalah introspeksi diri, dan berpikir kritis
membuat orang peka terhadap keadaan diartikan sebagai orang yang berpikir
kritis secara sadar dan rasional berpikir tentang pikirannya dengan maksud
untuk diterapkan pada situasi yang lain.
Masih menurut Splitter, bahwa orang yang
berpikir kritis adalah individu yang berpikir, bertindak secara normatif, dan
siap bernalar tentang kualitas dari apa yang mereka lihat, dengar atau yang
mereka pikirkan. Glazer (dalam Maulana, 2008, hlm. 8) mendefinisikan berpikir
kritis sebagai kemampuan dan disposisi matematik untuk menyertakan pengetahuan
sebelumnya, penalaran matematik, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi,
membuktikan atau mengevaluasi situasi-situasi matematik yang tidak familiar
secara reflektif.
Sementara itu, Cabrera (dalam Maulana,
2008, hlm. 6) mengungkapkan bahwa berpikir kritis merupakan proses dasar dalam
suatu keadaan dinamis yang memungkinkan mahasiswa untuk menganggulangi dan
mereduksi ketidaktentuan masa mendatang. Berbeda dengan Cabrera, Ennis (dalam Maulana,
2008, hlm. 7) memberikan sebuah definisi berpikir kritis adalah berpikir secara
beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang
harus dipercayai atau dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
berpikir kritis merupakan suatu kegiatan dimana seseorang menggunakan seluruh
panca inderanya untuk berpikir terhadap sesuatu. Contohnya ketika dia mendengar
atau melihat dan stimulus lainnya maka dia akan berpikir secara kritis.
2.2.2 Indikator
Berpikir Kritis
Ennis
(dalam Maulana, 2008, hlm. 7) mengungkapkan terdapat 12 indikator keterampilan
berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir
yaitu sebagai berikut.
1) Memberikan
penjelasan sederhana yang meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen,
bertanya dan menjawab pertanyaan tentang sesuatu penjelasan atau tantangan.
2) Membangun
keterampilan dasar yang meliputi: mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber,
mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
3) Menyimpulkan,
yang meliputi: membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat
induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat keputusan dan
mempertimbangkan hasilnya.
4) Memberikan
penjelasan lebih lanjut, yang meliputi: mendefinisikan istilah dan
mempertimbangkan definisi, mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur
strategi dan taktik, yang meliputi: memutuskan suatu tindakan, berinteraksi
dengan orang lain.
Menurut Wade (dalam Rasiman, Tanpa
tahun) kemampuan berpikir kritis meliputi beberapa hal diantaranya yaitu
sebagai berikut ini.
1) Mengajukan
pertanyaan
2) Mengidentifikasi
masalah
3) Menguji
fakta-fakta
4) Menganalisis
asumsi dan bias
5) Menghindari
penalaran emosional
6) Menghindari
simplikasi yang berlebihan
7) Mempertimbangkan
interpretasi
8) Mentoleransi
penafsiran ganda
2.2.3 Manfaat
Berpikir Kritis
Keterampilan
berpikir tentunya dapat memberikan manfaat. Adapun beberapa hal yang dapat
diperoleh dari kemampuan berpikir kritis diantaranya yaitu sebagai berikut.
1) Memahami
argumentasi-argumentasi dan keyakinan-keyakinan guru dan teman-teman.
2) Mengevaluasi
dan menilai argumentasi dan keyakinan tersebut secara kritis.
3) Membangun
dan mempertahankan argumen-argumen yang sudah dibangun secara meyakinkan.
Sementara itu, Munasti (2013) memberikan
pendapatnya mengenai manfaat berpikir kritis bagi seseorang, diantaranya yaitu.
1) Terhindar
dari berbagai upaya penipuan, manipulasi, pembodohan, dan penyesatan.
2) Selalu
fokus pada suatu hal yang sebenarnya.
3) Hidup
dalam dunia nyata daripada dunia fantasi.
4) Terhindar
dari berbagai kesalahan, seperti membuang waktu, uang dan melibatkan emosi
dalam kepercayaan atau ajaran atau dogma atau ideologi yang salah dan
menyesatkan.
5) Selalu
terlibat dalam perziarahan kemanusiaan yang menarik dan menantang dalam upaya
memahami diri sendiri dan dunia di mana kita berada.
6) Selalu
mampu memberikan sumbangsih kemanusiaan yang nyata dan bermanfaat demi
menemukan dan mengedepankan kebenaran yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan
akal yang sehat.
7) Mampu
menyaring semua informasi yang diperoleh dari semua sumber.
8) Mampu
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dalam hal menjelaskan dan berargumentasi
mengenai banyak topik atau fenomena serta mampu meyakinkan orang lain yang
didasari pada akal sehat, kejujuran, dan kebijaksanaan.
2.2.4 Ciri-ciri
Berpikir Kritis
Menurut
Zaki (2014) mengemukakan ciri-ciri berpikir kritis adalah sebagai berikut.
1) Kemampuan
mengidentifikasi.
Pada tahapan ini
terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mampu
menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan
hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
2) Kemampuan
mengevaluasi.
Hal ini terdiri atas
dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan,
dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
3) Kemampuan
menyimpulkan
Hal ini terdiri atas
mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu membedakan antara
fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi
sederhana berdasarkan naskah.
4) Kemampuan
mengemukakan pendapat
Hal ini terdiri atas
dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta – fakta yang
mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
Di sisi lain, Munasti (2013)
mengemukakan pendapatnya mengenai ciri-ciri berpikir kritis yang berbeda,
diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1) Menanggapi
atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan.
2) Bersedia
memperbaiki kesalahan atau kekeliruan.
3) Dapat
menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis.
4) Berani
menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan.
5) Bersikap
cermat, jujur dan ikhlas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang
bertalian dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi.
6) Kebencian
terhadap suatu kaum tidak mendorongnya untuk tidak berbuat jujur atau tidak
berlaku adil.
7) Adil
dalam memberikan kesaksian tanpa melihat siapa orangnya, walaupun akan
merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat.
8) Keadilan
ditegakkan dalam segala hal karena keadilan menimbulkan ketentraman,
kemakmuran, dan kebahagiaan. Keadilan hanya akan mengakibatkan hal yang
sebaliknya.
Adapun ciri-ciri seseorang berpikir
kritis yang dikemukakan oleh Costa (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) antara lain
sebagai berikut.
1) Mampu
mendeteksi perbedaan informasi.
2) Mengumpulkan
data untuk pembuktian faktual.
3) Mampu
mengidentifikasi atribut-atribut benda (seperti sifat, wujud dan sebagainya).
4) Mampu
mendaftar alternatif pemecahan masalah, alternatif ide, dan alternatif situasi.
5) Mampu
membuat hubungan yang berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya.
6) Mampu
menarik kesimpulan dan generalisasi dari data yang berasal dari lapangan.
7) Mampu
membuat prediksi dari informasi yang tersedia.
8) Mampu
mengklasifikasi informasi dan ide.
9) Mampu
menginterpretasi dan menjabarkan informasi ke dalam pola tertentu.
10) Mampu
menginterpretasi dan membuat flow chart.
11) Mampu
menganalisis isi, menganalisis prinsip dan menganalisis hubungan.
12) Mampu
membandingkan dan mempertentangkan yang kontras.
13) Mampu
membuat konklusi yang valid.
2.2.5 Batasan
Berpikir Kritis
Ennis
(dalam Munasti, 2013) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat kita jadikan
sebagai standar dalam proses berpikir kritis, yaitu sebagai berikut.
1) Kejelasan
(Clarity).
Kejelasan merujuk pada
pertanyaan-pertanyaan, kejelasan merupakan pondasi standarisasi dalam berpikir
kritis. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu
itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita
tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan
tersebut.
2) Keakuratan,
ketelitian, kesaksamaan (Accuracy).
Ketelitian atau
kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri. Misalnya dengan pertanyaan
“Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?” atau dengan
pertanyaan “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?”.
3) Ketepatan
(Precision).
Ketepatan mengacu kepada
perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.
4) Relevansi
atau keterkaitan (Relevance).
Relevansi bermakna
bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan
yang diajukan.
5) Kedalaman
(Depth).
Makna kedalaman
diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada petanyaan dengan
kompleks. Sebuah pernyataan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan,
ketelitian, ketepatan, relevans, tetapi jawaban sangan dangkal (kebalikan dari
dalam)
6) Keluasan
(Breadth).
Keluasan sebuah pernyataan
dapat ditelusuri dengan pertanyaan seperti, “Apakah pernyataan itu telah
ditinjau dari berbagai sudut pandang?” atau dengan pertanyaan dengan
rumusan-rumusan seperti “Menurut pandangan...” atau “seperti apakah pernyataan
tersebut menurut....” Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan
kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup
luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut
pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan
yang diajukan.
7) Logika
(Logic).
Ketika kita berpikir
dengan berbagai kombinasi, satu sama lain menunjang dan mendukung perumusan
pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan
berbagai kombinasi satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak
belakang, maka hal tesebut tidak logis.
2.2.6 Cara
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Sebagai
pendidik, guru memiliki kewajiban untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir kritisnya. Maulana (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa berpikir kritis
dalam pembelajaran matematika merupakan tujuan yang dikelompokkan secara
holistik berdasarkan apa arti mengajar, mengerjakan, dan memahami matematika.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, terungkap hasil penelitian yang dilakukan
oleh Wright dan Bar, Sartorelli, Swartz dan Park (dalam Hassoubah, 2004;
Maulana, 2008, hlm. 10) bahwa kemampuan berpikir kritis seseorang dapat
ditingkatkan melalui berbagai cara, diantaranya sebagai berikut.
1) Membaca
dengan kritis.
2) Meningkatkan
daya analisis.
3) Mengembangkan
kemampuan mengamati.
4) Meningkatkan
rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi.
5) Metakognisi.
6) Mengamati
model dalam berpikir kritis.
7) Diskusi
yang kaya.
2.3
Konsep
Berpikir Kreatif Matematis
2.3.1 Hakikat
Berpikir Kreatif
Selain
berpikir kritis, adapun berpikir kreatif yang juga merupakan salah satu dari
dua kemampuan berpikir mendasar manusia. Berpikir kreatif merupakan salah satu
kemampuan berpikir yang semestinya dikembangkan. Berpikir kreatif berasal dari
istilah yang sering didengar yaitu “Kreativitas”. Menurut Evans (dalam Maulana,
2011, hlm. 43) istilah “Kreativitas” tidak memiliki definisi yang dapat
diterima secara umum. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Supriadi (dalam
Maulana, 2011, hlm. 43) bahwa tidak ada definisi kreativitas yang dapat
mewakili pemahaman yang beragam dari kreativitas. Masih menurut Supriadi,
menjelaskan dua alasan penyebab tidak adanya definisi dari kreativitas: pertama
sebagai suatu konstruk hipotesis, kreativitas merupakan ranah psikologis yang
kompleks dan multidimesional. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan
tekanan yang berbeda-beda tergantung dasar teori yang menjadi acuan.
Sementara
itu, Hudgins (dalam Maulana, 2011, hlm. 44) memberikan pengertian berpikir
kreatif yaitu “Berpikir kreatif adalah suatu proses yang produktif dalam arti
bahwa berpikir menghasilkan suatu ide atau produk baru”. Di sisi lain, Fisher
(dalam Maulana, 2011, hlm. 44) mengemukakan bahwa definisi yang paling umum
mengenai berpikir kreatif adalah Model Struktur Intelektual Guilford yang
meliputi kefasihan (fluency) yaitu
berpikir dengan banyak ide, fleksibilitas (flexibility)
yaitu berpikir dari kategori atau pandangan yang berbeda, originalitas (originality) yaitu berpikir dari ide
yang tidak umum, dan elaborasi (elaboration)
yaitu menambah ide-ide supaya lebih jelas. Masih menurut Fisher, yang dimaksud
dengan berpikir kreatif adalah menciptakan hipotesis dengan menggunakan
pengetahuan dan inspirasi.
Mednick
& Mednick (dalam Maulana, 2008, hlm. 11) mengemukakan konsep mereka
mengenai kreativitas yaitu, kemampuan seseorang untuk melihat hubungan antara
ide-ide yang berjauhan, dan mengkombinasikannya menjadi asosiasi yang baru dan
memiliki kriteria tertentu. Dengan demikian berpikir kreatif merupakan suatu
kegiatan berpikir yang dilakukan oleh seseorang dimana dilakukan dengan
melihatdan memberikan hubungan antara ide-ide yang berjauhan dan
mengkombinasikan menjadi suatu asosiasi yang baru sebagai hasil dari kemampuan
berpikir bisa berupa ide atau produk baru.
2.3.2 Manfaat
Berpikir Kreatif
Menurut Munasti (2013) Berpikir kreatif erat kaitannya
dengan memunculkan alternatif-alternatif. Dengan berpikir kreatif kita tidak
hanya terpaku dengan satu alternatif saja. Dengan berpikir kreatif kita dapat
membuka kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan, sehingga kita
juga memiliki alternatif-alternatif cara menghadapi dimasa depannya. Berpikir
kreatif juga memudahkan kita untuk melihat, dan bahkan menciptakan
peluang yang menunjang
keberhasilan kita. Seringkali alasan seseorang tidak bertindak adalah karena
tidak ada peluang. Padahal sesungguhnya peluang selalu ada didepan kita.
Tinggal apakah kita jeli melihatnya atau tidak. Bahkan kalaupun peluang itu
memang tidak ada, kita dapat menciptakan peluang asal kita mau berpikir
kreatif.
2.3.3 Ciri-ciri
Kemampuan Berpikir Kreatif
Munandar
(dalam Maulana, 2011, hlm. 44) mengemukakan ciri-ciri kemampuan berpikir
kreatif, diantaranya yaitu:
1) Keterampilan
berpikir lancar (fluency).
Keterampilan ini
ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: mengajukan banyak pertanyaan, menjawab
dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai
cara pemecahan suatu masalah, lancar dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya,
bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak lain, dapat
dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.
2) Keterampilan
berpikir luwes (flexibility).
Keterampilan ini
ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: memberikan aneka ragam penggunaan yang
tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran
(interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah, menerapkan suatu
konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap
situasi yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain, dalam membahas atau
mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda-beda untuk
menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang
berbeda-beda, mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3) Keterampilan
berpikir orisinil (originality).
Keterampilan ini
ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: memikirkan masalah-masalah atau
hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, mempertanyakan cara-cara
yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru, memilih pola asimetri
dalam menggambar atau membuat desain, memiliki cara berpikir yang lain dari
yang lain, mencari pendekatan yang baru, setelah membaca atau mendengar
gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, lebih senang
mensintesis daripada menganalisis situasi.
4) Keterampilan
memperinci (elaboration)
Keterampilan ini
ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: mencari arti yang lebih mendalam
terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang
terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau
menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh, mempunyai rasa
keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau
sederhana, menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil
(bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
2.3.4 Tahapan
Berpikir Kreatif
Untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, maka seorang guru harus menciptakan
kondisi belajar di kelas yang mengarah kepada peningkatan kemampuan tersebut.
Afriyani (2010) mengemukakan empat tahapan sebagai cara dalam upaya peningkatan
kemampuan berpikir kreatif. Empat tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tahap
Persiapan (Planning) yaitu tahap
pembiasaan terhadap siswa untuk memahami suatu masalah.
2) Tahap
Inkubasi yaitu tahap untuk memikirkan cara menyelesaikan suatu masalah.
3) Tahap
Iluminasi yaitu tahap untuk menentukan gagasan yang mengarah pada penyelesaian
suatu masalah.
4) Tahap
Verifikasi yaitu suatu tahap dimana biasanya guru memeriksa kembali
jawaban-jawaban siswa.
2.3.5 Teknik
Mengembangkan Kreativitas
Menurut
Maulana (2008, hlm. 12) meskipun tidak ada pendapat dalam mendefinisikan dan
mengukur kreativitas, namun para pakar psikologi sependapat bahwa kemampuan
kreativitas perlu untuk dikembangkan. Adapun dua metode populer yang dalam
upaya mengembangkan kreativitas, yaitu sebagai berikut ini.
1) Brainstorming.
Brainstorming
dikenal juga dengan istilah “curah
pendapat”. Dapat pula diterjemahkan secara bebas sebagai “mengeluarkan ide
secara spontan”. Brainstorming merupakan
suatu pendekatan yang paling terkenal untuk meningkatkan kreativitas. Osborn
(dalam Maulana, 2008, hlm. 12) mengemukakan empat petunjuk dasar pada prinsip brainstorming sebagai berikut.
a) Evaluasi
terhadap suatu ide ditunda.
b) Semakin
bebas mengeluarkan ide, akan semakin baik.
c) Semakin
banyak jumlah ide, akan semakin baik.
d) Seseorang
dapat menggabungkan dua atau lebih ide yang berasal dari ide orang lain.
2) Synectics.
Menurut Gordon (dalam
Maulana, 2008, hlm. 13) pendekatan lain untuk meningkatkan kreativitas adalah synectics. Menurut Maulana (2008, hlm.
13) pendekatan ini dilakukan dengan cara meningkatkan penggunaan analogi dalam
berpikir kreatif. Metode yang termasuk ke dalam pendekatan synectics adalah analogi pribadi (personal analogy) dan analogi langsung (direct analogy). Maulana (2008, hlm. 13) menjelaskan bahwa analogi
pribadi membawa kita langsung ke dalam situasi. Sedangkan analogi langsung
mendorong kita untuk menemukan sesuatu yang lain dan memecahkan masalah yang
sedang dihadapi.
2.3.6 Faktor
yang Mempengaruhi Kreativitas
Selain
dua metode sebelumnya yang digunakan dalam upaya mengembangkan kreativitas.
Maulana (2008, hlm. 13) menjelaskan dua faktor yang dapat mempengaruhi
kreativitas diantaranya yaitu sebagai berikut.
1) Inkubasi,
menurut Maulana (2008, hlm 13) inkubasi dapat diartikan sebagai “berhenti
sejenak” atau “waktu jeda”. Di mana kita menunda dulu suatu masalah dan
kemudian bekerja kembali untuk memecahkan masalah tersebut. Sejalan dengan itu,
Howard Gardner (dalam Maulana, 2008, hlm. 13) mengemukakan bahwa otak bawah
sadar akan selalu bekerja setelah menerima suatu stimulus.
2) Faktor-faktor
sosial, berdasarkan hasil penelitian Amabile (dalam Maulana, 2008, hlm. 14)
disimpulkan bahwa faktor sosial yang diyakini dapat mengurangi kreativitas seseorang
adalah sebagai berikut.
a) Ketika
seseorang memperhatikan pada saat kita sedang bekerja.
b) Ketika
kita ditawari penghargaan atas kreativitas kita.
c) Ketika
kita harus berjuang untuk memperoleh hadiah.
d) Ketika
seseorang membatasi pilihan kita dalam mengekspresikan kreativitas.
2.3.7 Pengembangan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Untuk
menjadi seseorang yang berpikir kreatif ada berbagai tahap yang harus dilalui.
Papu (dalam Maulana, 2011, hlm. 46) mengatakan bahwa secara umum ada 4 tahapan kreativitas, yaitu: Exploring, mengidentifikasi hal-hal apa
saja yang ingin dilakukan dalam kondisi yang ada pada saat ini; Inventing, melihat atau mereview
berbagai alat, teknik dan metode yang telah dimiliki yang mungkin dapat
membantu dalam menghilangkan cara berpikir yang tradisional; Choosing, mengidentifikasi dan memilih
ide-ide yang paling mungkin untuk dilaksanakan; Implementing, bagaimana membuat suatu ide dapat diimplementasikan.
2.4
Konsep
Berpikir Reflektif Matematis
2.4.1 Hakikat
Berpikir Reflektif Matematis
Berpikir
reflektif merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Adapun
beberapa definisi dari berpikir reflektif yang telah dimuat dari beberaa jurnal
hasil penelitian diantaranya yaitu Gurol (dalam Suharna, dkk., 2013)
mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat
dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna yang
mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Sedangkan Seezer (dalam
Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai kesadaran
tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan, hal ini sangat penting
untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar.
John
Dewey merupakan salah seorang pencetus berpikir reflektif (reflective thinking) yang merupaan suatu bagian dari metode
penelitiannya. Berlandaskan kepada pendidikan sebagai proses sosial dimana
anggota masyarakata yang belum matang terutama anak-anak diajak ikut
berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam melaksanakan proses pendidikan tentunya
memuat beberapa tujuan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan yang akan dicapai
tersebut melalui pemberian kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial
seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah yang berlangsung secara refletif (reflective thinking). Dewey
mendefinisikan berpikir reflektif yaitu aktif, terus menerus, gigih dan
mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya
kebenarannnya atau format yang diharapkan tentang pengetahuan apabila dipandang
dari sudut pandang yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Berpikir
reflektif meliputi menjelaskan sesuatu atau mencoba menghubungkan ide-ide yang
terkait. Berpikir reflektif terjadi pada peserta didik ketika mencoba memahami
penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya dan ketika mereka
menjelaskan atau menyelidiki kebenaran ide mereka sendiri.
Kemampuan
berpikir reflektif dalam matematika memuat keterampilan berpikir kreatif dan
kritis matematis. Keterampilan berpikir reflektif biasanya dapat dimunculkan
dan dikembangkan apabila peserta didik berada dalam proses yang intens tentang
pemecahan masalah. Hal tersebut senada dengan langkah looking back dalam pemecahan masalah dari Polya (dalam Subandar,
tanpa tahun) yaitu suatu tahap dimana siswa memperoleh kesempatan berpikir
reflektif yaitu secara sengaja belajar dari pengalaman, yaitu apa yang sudah
dilakukan dan apa yang masih dapat dilakukan untuk meningkatkan kualaitas
pekerjaannya.
Meskipun
pada kenyataannya dalam pemecahan masalah tidak semua peserta didik dapat
dengan cepat menemukan solusi dan jika solusi ditemukan peserta didik merasa
puas dan mengakhiri proses belajarnya. Sehingga pada hakikatnya Mason (dalam
Subandar, tanpa tahun) mengungkapkaan bahwa kegiatan berpikir reflektif
berpikir reflektif ini sering tidak dilakukan secara efektif dan tersulit diperkenalkan
pada peserta didik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif
merupakan suatu kegiatan berpikir yang dapat membuat peserta didik berusaha
menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan
baru yang dikaitkan dengan pengetahuan lainnya untuk mendapatkan atau
memperoleh suatu kesimpulan yang tepat melibatkan keterampilan berpikir kritis
dan kreatif.
2.4.2 Komponen
Berpikir Reflektif Matematis
Konsep
refletif (reflective thinking) dari
John Dewey berhubungan dengan kemampuan berpikir dan bersikap reflektif.
Menurut Dewey (dalam Ahmad, 2011) kemampuan berpikir reflektif terdidi atas
lima komponen yaitu sebagai berikut.
1) Recognize or felt difficulty/problem,
yakni merasakan dan mengidentifikasi masalah.
2) Location and definition of the problem,
yakni membatasi dan merumuskan masalah.
3) Suggestion of posible solution,
yakni mengajukan beberapa kemungkinan alternative solusi pemecahan masalah.
4) Rational elaboration of an idea,
mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan.
5) Test and formation of conclusion,
yaitu melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya
sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Dari kelima komponen tersebut dapat
didapat bahwa keterampilan berpikir reflektif merupakan suatu keterampilan
berpikir yang dilakukan dengan diawali menyusun kerangka pemikiran, merumuskan
hipotesis, menguji hipotesis, melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.
Pendapat lain yakni dalam artikel jurnal Teaching
and Teacher Education oleh Helen L (dalam Ahmad, 2011) mengemukakan dan
mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu.
1) Openmindedness atau
keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran
ada tiga pola yakni berfokus pada guru, siswa dan inklusif.
2) Responsibility atau
tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan
dampak pembelajaran siswa saja, siswa dan guru serta siswa, guru dan orang
lainnya.
3) Wholeheartedness atau
kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas dengan cara pembelajaran
langsung guru, proses interaktif dan proses interaktif yang kompleks.
Ketiga komponen tersebut dapat juga
dijadikan sebagai prasyarat dalam meningkatkan kemampuan berpikir reflektif.
Hal tersebut dikarenakan dalam kemampuan berpikir reflektif memerlukan
keterbukaan, tanggung jawab dan kesungguhan dalam bertindak yang merupakan
indikator dari keterampilan berpikir reflektif. Karena seperti yang telah
disebutkan sebelumnya bahwa berpikir reflektif yaitu aktif, terus menerus,
gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya
kebenarannnya sehingga ketiga komponen tersebut perlu ada dalam berpikir reflektif.
Adapun pendapat lain dari Dewey (dalam
Suharna, dkk., 2013) mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif (reflective thinking) adalah kebingungan
(perplexity) dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan adalah
ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk dipahami yang kemudian
menantang pikiran dan perubahan dalam pikiran dan keyakinan seseorang.
Sedangkan penyelidikan adalah mengarahkan informasi yang mengarahkan pikiran
terarah. Dengan membiarkan kebingungan dan penyelidikan terjadi pada saat yang
sama, perubahan perilaku seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya
jika pemikiran reflektif adalah kebiasaan yaitu kebingungan dan penyelidikan
maka seseorang aka nada perubahan perilaku yang mungkin.
2.4.3 Langkah-langkah
Berpikir Reflektif Matematis
Kemampuan
berpikir reflektif perlu dilatih dan dikembangkan dalam pembelajaran
matematika. Dewey (dalam Suharna, dkk., 2013) membagi berpikir reflektif
menjadi tiga situasi yaitu sebagai berikut.
“… Dewey
divides reflective thinking inti three situations as follows: “The pre
reflective situations, a situation experiencing perplexity, confusion, or
doubts; the post-reflective situations, a situation in which such perplexity,
confusion or doubts are dispelled; and the reflective situations from the
pre-reflective situation to the post-reflectivesituation…”
Situasi
pra reflektif yang dimaksud yaitu situasi seseorang mengalami kebingungan atau
keraguan. Situasi reflektif yaitu situasi transitif dari situasi pra reflektif
dengan pasca reflektif atau proses inti terjadinya reflektif. Sedangkan pasca
reflektif merupakan situasi dimana kebingungan atau keraguan tersebut terjawab.
Sementara
itu Len dan Kember (dalam Suharna, dkk., 2013) mengungkapkan berdasarkan Mezirow’s theorical framework bahwa
berpikir reflektif dapat digolongkan kedalam empat tahap yaitu habitual action, understanding, reflection dan
critical thinking. Tindakan biasa (habitual action) yaitu kegiatan yang
dilakukan dengan sedikit peikiran dengan senagaja. Pemahaman (understanding) yaitu siswa belajar
memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkannya dengan situasi lain.
Refleksi (reflection) yaitu aktif
terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama segala sesuatu yang
dipercaya kebenarannya bekisar pada kesadaran siswa. Dan bepikir kritis yakni
tingkatan tertinggi dari prises berpikir reflektif yang melibatkan bahwa siswa
lebih mengetahui mengapa seseorang merasakan berbagai hal, memutuskan dan
memecahkan penyelesaian.
Kemampuan
berpikir reflektif dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang menekankan pada
pemecahan masalah. Ahmad (2011) mengungkapkan bahwa berpikir reflektif
pemecahan masalah yang dipelopori oleh John Dewey yaitu suatu proses berpikir
aktif, hati-hati yang dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan-kesimpulan
yang definitif melalui lima langkah yaitu sebagai berikut ini.
1) Peserta
didik mengenali masalah yang datang dari luar dirinya sendiri.
2) Peserta
didik menyelidiki dan menganalisa kesulitan dan menentukan masalah yang
dihadapi.
3) Peserta
didik menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya.
4) Peserta
didik menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya
masing-masing.
5) Peserta
didik mencoba mempraktekan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandang
sebagai kemungkinan pemecahan terbaik.
Hasil dari pemecahan tersebut membuktikan benar tidaknya pemecahan masalah itu.
Apabila salah atau kurang tepat maka peserta didik mencoba kembali dengan
kemungkinan lain sampai menemukan pemecahan yang paling tepat.
2.4.4 Cara
Membimbing Keterampilan Berpikir Reflektif Matematis
Berpikir
reflektif merupakan keterampilan yang dapat membuat peserta didik memahami
materi pembelajaran secara mendalam dan menemukan cara yang lebih efektif dan
efisien dalam suatu kondisi pemecahan masalah. Hasanah (2014) menjelaskan
beberapa cara dalam membimbing peserta didik untuk berpikir reflektif
diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1) Meminta
peserta didik menyatakan kembali permasalahan atau masalah atau soal dengan
kata-katanya sendiri.
2) Memberikan
beberapa pertanyaan pengarah.
3) Meminta
peserta didik menjelaskan apa yang telah diperoleh dan dipikirkannya.
4) Meminta
peserta didik mencermati kembali hasil pekerjaannya.
5) Membuat
peserta didik membandingkan hasil pekerjaan mereka satu sama lain.
Beberapa
hal tersebut merupakan cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengamati
sejauh mana keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Dari hal pertama
tersebut guru dapat mengetahui pemahaman peserta didik terhadap hal yang
diinginkan guru melalui soal atau tugas yang diberikan. Sedangkan pertanyaan
pengarah dilakukan oleh guru dalam rangka memberikan bantuan proses
keterampilan berpikir reflektif peserta didik dalam menghadapi suatu masalah
atau soal. Pada tahap selanjutnya keterampilan berpikir reflektif peserta didik
diuji atau berada dalam tahapan refleksi dan kritis sehingga peserta didik
diminta untuk menjelaskan hipotesisnya dan mempraktikan pemecahan masalah
sampai mengetahui kemungkinan yang paling tepat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Maulana (2008, hlm. 1) mengungkapkan
bahwa berpikir adalah suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan yang terarah kepada suatu tujuan pribadi. Gerhard (dalam Maulana,
2008, hlm. 6) memberikan batasan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang
melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi, serta
membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi. Selain
batasan berpikir kritis yang diungkapkan oleh Gerhard, Splitter (dalam Maulana,
2008, hlm. 6) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah introspeksi diri, dan
berpikir kritis membuat orang peka terhadap keadaan diartikan sebagai orang
yang berpikir kritis secara sadar dan rasional berpikir tentang pikirannya
dengan maksud untuk diterapkan pada situasi yang lain. Berpikir kreatif merupakan
salah satu kemampuan berpikir yang semestinya dikembangkan. Berpikir kreatif
berasal dari istilah yang sering didengar yaitu “Kreativitas”. Menurut Evans
(dalam Maulana, 2011, hlm. 43) istilah “Kreativitas” tidak memiliki definisi
yang dapat diterima secara umum.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan
Supriadi (dalam Maulana, 2011, hlm. 43) bahwa tidak ada definisi kreativitas
yang dapat mewakili pemahaman yang beragam dari kreativitas. Berpikir reflektif
merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Adapun beberapa definisi dari berpikir
reflektif yang telah dimuat dari beberaa jurnal hasil penelitian diantaranya
yaitu Gurol (dalam Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif
sebagai proses kegiatan terarah dan tepat dimana individu menganalisis,
mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi
pembelajaran yang tepat. Sedangkan Seezer (dalam Suharna, dkk., 2013)
mendefinisikan berpikir reflektif sebagai kesadaran tentang apa yang diketahui
dan apa yang dibutuhkan, hal ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan
situasi belajar.
Adapun Dewey mendefinisikan berpikir
reflektif yaitu aktif, terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama
tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannnya atau format yang diharapkan
tentang pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang yang mendukungnya dan
menuju pada suatu kesimpulan. Berpikir reflektif meliputi menjelaskan sesuatu
atau mencoba menghubungkan ide-ide yang terkait. Berpikir reflektif terjadi
pada peserta didik ketika mencoba memahami penjelasan dari orang lain, ketika
mereka bertanya dan ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki kebenaran ide
mereka sendiri.
3.2
Saran
Keterampilan
berpikir kritis, kreatif dan reflektif matematis merupakan keterampilan
berpikir yang diharapkan dapat muncul dan dikembangkan dalam pembelajaran
matematika. Guru sebagai pemegang kunci dalam pembelajaran diharapkan mampu
mengetahui dan mengimplementasikan kemampuan berpikir tersebut dalam
pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan kondisi dan suasana belajar yang
dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir tersebut. Sehingga dengan
suasana dan konteks pembelajaran yang mendukung, diharapkan setelah
pembelajaran selesai peserta didik dapat mempunyai kemampuan berpikir tingkat
tinggi tersebut yang dapat diimplementasikan dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyani,
D. (2010). Berpikir kritis dalam matematika.
[Online]. Diakses dari: http://donaafriyani.blogspot.co.id/.
Ahmad, D. (2011). Berfikir reflektif. [Online]. Diakses dari: http://dahli-ahmad.blogspot.co.id/2011/05/berfikir-reflektif.html.
Maulana. (2011). Berpikir itu perlu!. Sumedang: Universitas
Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Jurnal Volume 2, No. 2.
Maulana.
(2008). Dasar-dasar keilmuan matematika.
Bandung: Royyan Press.
Munasti, T, H. (2013). Makalah berpikir kritis dan berpikir kreatif.
[Online]. Diakses dari: http://seulanga23.blogspot.co.id/2013/12/makalah-berpikir-kritis-dan-berpikir.html.
Rasiman. (Tanpa Tahun). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis
melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik.
Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Subandar, J. (Tanpa Tahun). Berpikir reflektif dalam pembelajaran
matematika. [Online]. Diakses
dari: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._
MATEMATIKA/194705241981031-JOZUA_SABANDAR/KUMPULAN_ MAKALAH_
DAN_JURNAL/Berpikir_Reflektif2.pdf.
Suharna, H., dkk. (2013). Berpikir reflektif mahasiswa dalam
menyelesaikan masalah matematika. [Online].
Diakses dari: http://fmipa.um.ac.id/
index.php/component/attachments/download/147.html.
Zaki, I. (2014). Berpikir kritis. [Online].
Diakses dari: http://intanzaki28. blogspot.co.id/2014/12/berfikir-kritis.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar