Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

BERPIKIR KRITIS, BERPIKIR KREATIF DAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS


 BERPIKIR KRITIS, BERPIKIR KREATIF DAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.



Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Berpikir Kritis, Berpikir Kreatif dan Berpikir Reflektif Matematis” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai kemampuan berpikir kritis, kreatif dan reflektif sebagai goals atau perilaku yang harus diperoleh peserta didik dalam pembelajaran matematika.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.      Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 21 April 2016



         Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah...................................................................  1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................  2
1.3  Tujuan Pembahasan..........................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Konsep Berpikir...............................................................................   4
2.2  Konsep Berpikir Kritis Matematis....................................................   4
2.3  Konsep Berpikir Kreatif Matematis................................................. 11
2.4  Konsep Berpikir Reflektif Matematis.............................................. 17
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 23
3.2  Saran................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25











BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap situasi dan lingkungan yang berada di sekitar individu. Belajar sendiri dilakukan agar terjadi perubahan perilaku sebagai tujuan dan proses berbuat melalui pengalaman. Perubahan yang dimaksud hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya. Konsep belajar, mengajar dan pengajaran melahirkan suatu konsep yakni pembelajaran yang merupakan salah satu upaya interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran matematika dapat didefinisikan sebagai suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik yang dilakukan secara sadar dan dilakukan dengan tujuan peserta didik dapat memahami konteks metamatika yang diajarkan.
Setiap kegiatan pembelajaran mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang dimulai dari tujuan yang sangat operasional dan konkret meliputi tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan tujuan kurikuler dan tujuan nasional sampai pada tujuan yang bersifat universal. Sasaran tersebut harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan seperti berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir reflektif.
Peserta didik dibentuk agar memiliki kompetensi yang diharapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Adapun tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003). Dari tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika yang telah digariskan misalnya termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semuanya diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran matematika. Agar tujuan itu dapat tercapai maka semua komponen pembelajaran harus diorganisasikan dengan baik sehingga saling bekerjasama.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien serta tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terisolasi melainkan sebagai hubungan antar konsep, ide matematika dan aplikasinya. Dalam menyikapi beberapa hal tersebut, selain diperlukan inovasi dan variasi pembelajaran dari guru juga memerlukan pengetahuan serta pemahaman mengenai kompetensi yang ditargetkan dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran matematika dapat dilakukan secara sistematis dan terarah sesuai tujuan. Hal tersebut dikarenakan kompetensi dasar matematika yang diklasifikasikan dalam beberapa aspek atau proses matematik sebagai tujuan dari pembelajaran diketahui oleh guru dan dapat dicapai secara optimal, sehingga peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang memang seharusnya dimiliki oleh setiap peserta didik setelah mengikuti pembelajaran matematika.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana konsep dari berpikir manusia?
1.2.2        Bagaimana konsep dari berpikir kritis matematis dalam pembelajaran matematika?
1.2.3        Bagaimana konsep dari berpikir kreatif matematis dalam pembelajaran matematika?
1.2.4        Bagaimana konsep dari berpikir reflektif matematis dalam pembelajaran matematika?

1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir manusia dalam pembelajaran matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir kritis matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.3        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir kreatif matematis dalam pembelajaran matematika.
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai konsep berpikir reflektif matematis dalam pembelajaran matematika.
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Berpikir
Manusia terlahir di dunia dengan dibekali akal. Akal tersebut digunakan manusia untuk berpikir. Berpikir bagaimana caranya untuk bertahan hidup. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Maulana (2008, hlm. 1) mengungkapkan bahwa berpikir adalah suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan pribadi. Masih menurut Maulana (2011, hlm. 43) berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia di sisi-Nya yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya. Tujuan daripada proses berpikir yakni membantu manusia untuk mencari dan memiliki pemahaman lalu menyelesaikan masalah serta membuat kesimpulan.

2.2  Konsep Berpikir Kritis Matematis
2.2.1     Hakikat Berpikir Kritis Matematis
Berpikir kritis merupakan salah satu dari dua kemampuan berpikir mendasar manusia. Deporter dan Hernacki (dalam Maulana, 2008, hlm. 4) mengelompokkan cara berpikir manusia ke dalam beberapa bagian, yaitu: berpikir vertikal, berpikir lateral, berpikir kritis, berpikir analitis, berpikir strategis, berpikir tentang hasil dan berpikir kreatif. Menurut keduanya, berpikir kritis dan berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk. Sedangkan, Swartz dan Perkins (dalam Maulana, 2008, hlm. 5) memberikan batasan mengenai berpikir kritis, menurutnya berpikir kritis berarti:
1)      Bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis.
2)      Memakai standar penilaian sebagai hasil dari berpikir kritis dalam membuat keputusan.
3)      Menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut.
4)      Mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian.
Gerhard (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) memberikan batasan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi. Selain batasan berpikir kritis yang diungkapkan oleh Gerhard, Splitter (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah introspeksi diri, dan berpikir kritis membuat orang peka terhadap keadaan diartikan sebagai orang yang berpikir kritis secara sadar dan rasional berpikir tentang pikirannya dengan maksud untuk diterapkan pada situasi yang lain.
Masih menurut Splitter, bahwa orang yang berpikir kritis adalah individu yang berpikir, bertindak secara normatif, dan siap bernalar tentang kualitas dari apa yang mereka lihat, dengar atau yang mereka pikirkan. Glazer (dalam Maulana, 2008, hlm. 8) mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan dan disposisi matematik untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematik, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan atau mengevaluasi situasi-situasi matematik yang tidak familiar secara reflektif.
Sementara itu, Cabrera (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) mengungkapkan bahwa berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu keadaan dinamis yang memungkinkan mahasiswa untuk menganggulangi dan mereduksi ketidaktentuan masa mendatang. Berbeda dengan Cabrera, Ennis (dalam Maulana, 2008, hlm. 7) memberikan sebuah definisi berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu kegiatan dimana seseorang menggunakan seluruh panca inderanya untuk berpikir terhadap sesuatu. Contohnya ketika dia mendengar atau melihat dan stimulus lainnya maka dia akan berpikir secara kritis.
2.2.2     Indikator Berpikir Kritis
Ennis (dalam Maulana, 2008, hlm. 7) mengungkapkan terdapat 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir yaitu sebagai berikut.
1)      Memberikan penjelasan sederhana yang meliputi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang sesuatu penjelasan atau tantangan.
2)      Membangun keterampilan dasar yang meliputi: mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber, mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.
3)      Menyimpulkan, yang meliputi: membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat keputusan dan mempertimbangkan hasilnya.
4)      Memberikan penjelasan lebih lanjut, yang meliputi: mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi, mengidentifikasi asumsi.
5)      Mengatur strategi dan taktik, yang meliputi: memutuskan suatu tindakan, berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Wade (dalam Rasiman, Tanpa tahun) kemampuan berpikir kritis meliputi beberapa hal diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1)      Mengajukan pertanyaan
2)      Mengidentifikasi masalah
3)      Menguji fakta-fakta
4)      Menganalisis asumsi dan bias
5)      Menghindari penalaran emosional
6)      Menghindari simplikasi yang berlebihan
7)      Mempertimbangkan interpretasi
8)      Mentoleransi penafsiran ganda
2.2.3     Manfaat Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir tentunya dapat memberikan manfaat. Adapun beberapa hal yang dapat diperoleh dari kemampuan berpikir kritis diantaranya yaitu sebagai berikut.
1)      Memahami argumentasi-argumentasi dan keyakinan-keyakinan guru dan teman-teman.
2)      Mengevaluasi dan menilai argumentasi dan keyakinan tersebut secara kritis.
3)      Membangun dan mempertahankan argumen-argumen yang sudah dibangun secara meyakinkan.
Sementara itu, Munasti (2013) memberikan pendapatnya mengenai manfaat berpikir kritis bagi seseorang, diantaranya yaitu.
1)      Terhindar dari berbagai upaya penipuan, manipulasi, pembodohan, dan penyesatan.
2)      Selalu fokus pada suatu hal yang sebenarnya.
3)      Hidup dalam dunia nyata daripada dunia fantasi.
4)      Terhindar dari berbagai kesalahan, seperti membuang waktu, uang dan melibatkan emosi dalam kepercayaan atau ajaran atau dogma atau ideologi yang salah dan menyesatkan.
5)      Selalu terlibat dalam perziarahan kemanusiaan yang menarik dan menantang dalam upaya memahami diri sendiri dan dunia di mana kita berada.
6)      Selalu mampu memberikan sumbangsih kemanusiaan yang nyata dan bermanfaat demi menemukan dan mengedepankan kebenaran yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan akal yang sehat.
7)      Mampu menyaring semua informasi yang diperoleh dari semua sumber.
8)      Mampu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dalam hal menjelaskan dan berargumentasi mengenai banyak topik atau fenomena serta mampu meyakinkan orang lain yang didasari pada akal sehat, kejujuran, dan kebijaksanaan.
2.2.4     Ciri-ciri Berpikir Kritis
Menurut Zaki (2014) mengemukakan ciri-ciri berpikir kritis adalah sebagai berikut.
1)      Kemampuan mengidentifikasi.
Pada tahapan ini terdiri atas mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, mampu menentukan pikiran utama dari suatu teks atau script, dan dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dari suatu pernyataan.
2)      Kemampuan mengevaluasi.
Hal ini terdiri atas dapat membedakan informasi relevan dan tidak relevan, mendeteksi penyimpangan, dan mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan.
3)      Kemampuan menyimpulkan
Hal ini terdiri atas mampu menunjukkan pernyataan yang benar dan salah, mampu membedakan antara fakta dan nilai dari suatu pendapat atau pernyataan, dan mampu merancang solusi sederhana berdasarkan naskah.
4)      Kemampuan mengemukakan pendapat
Hal ini terdiri atas dapat memberikan alasan yang logis, mampu menunjukkan fakta – fakta yang mendukung pendapatnya, dan mampu memberikan ide-ide atau gagasan yang baik.
Di sisi lain, Munasti (2013) mengemukakan pendapatnya mengenai ciri-ciri berpikir kritis yang berbeda, diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1)      Menanggapi atau memberikan komentar terhadap sesuatu dengan penuh pertimbangan.
2)      Bersedia memperbaiki kesalahan atau kekeliruan.
3)      Dapat menelaah dan menganalisa sesuatu yang datang kepadanya secara sistematis.
4)      Berani menyampaikan kebenaran meskipun berat dirasakan.
5)      Bersikap cermat, jujur dan ikhlas karena Allah, baik dalam mengerjakan pekerjaan yang bertalian dengan agama Allah maupun dengan urusan duniawi.
6)      Kebencian terhadap suatu kaum tidak mendorongnya untuk tidak berbuat jujur atau tidak berlaku adil.
7)      Adil dalam memberikan kesaksian tanpa melihat siapa orangnya, walaupun akan merugikan diri sendiri, sahabat dan kerabat.
8)      Keadilan ditegakkan dalam segala hal karena keadilan menimbulkan ketentraman, kemakmuran, dan kebahagiaan. Keadilan hanya akan mengakibatkan hal yang sebaliknya.
Adapun ciri-ciri seseorang berpikir kritis yang dikemukakan oleh Costa (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) antara lain sebagai berikut.
1)      Mampu mendeteksi perbedaan informasi.
2)      Mengumpulkan data untuk pembuktian faktual.
3)      Mampu mengidentifikasi atribut-atribut benda (seperti sifat, wujud dan sebagainya).
4)      Mampu mendaftar alternatif pemecahan masalah, alternatif ide, dan alternatif situasi.
5)      Mampu membuat hubungan yang berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya.
6)      Mampu menarik kesimpulan dan generalisasi dari data yang berasal dari lapangan.
7)      Mampu membuat prediksi dari informasi yang tersedia.
8)      Mampu mengklasifikasi informasi dan ide.
9)      Mampu menginterpretasi dan menjabarkan informasi ke dalam pola tertentu.
10)  Mampu menginterpretasi dan membuat flow chart.
11)  Mampu menganalisis isi, menganalisis prinsip dan menganalisis hubungan.
12)  Mampu membandingkan dan mempertentangkan yang kontras.
13)  Mampu membuat konklusi yang valid.
2.2.5     Batasan Berpikir Kritis
Ennis (dalam Munasti, 2013) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat kita jadikan sebagai standar dalam proses berpikir kritis, yaitu sebagai berikut.
1)      Kejelasan (Clarity).
Kejelasan merujuk pada pertanyaan-pertanyaan, kejelasan merupakan pondasi standarisasi dalam berpikir kritis. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
2)      Keakuratan, ketelitian, kesaksamaan (Accuracy).
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri. Misalnya dengan pertanyaan “Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?” atau dengan pertanyaan “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?”.
3)      Ketepatan (Precision).
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.
4)      Relevansi atau keterkaitan (Relevance).
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
5)      Kedalaman (Depth).
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada petanyaan dengan kompleks. Sebuah pernyataan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevans, tetapi jawaban sangan dangkal (kebalikan dari dalam)
6)      Keluasan (Breadth).
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan seperti, “Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?” atau dengan pertanyaan dengan rumusan-rumusan seperti “Menurut pandangan...” atau “seperti apakah pernyataan tersebut menurut....” Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
7)      Logika (Logic).
Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tesebut tidak logis.


2.2.6     Cara Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis
Sebagai pendidik, guru memiliki kewajiban untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Maulana (2008, hlm. 6) menyatakan bahwa berpikir kritis dalam pembelajaran matematika merupakan tujuan yang dikelompokkan secara holistik berdasarkan apa arti mengajar, mengerjakan, dan memahami matematika. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, terungkap hasil penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Bar, Sartorelli, Swartz dan Park (dalam Hassoubah, 2004; Maulana, 2008, hlm. 10) bahwa kemampuan berpikir kritis seseorang dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, diantaranya sebagai berikut.
1)      Membaca dengan kritis.
2)      Meningkatkan daya analisis.
3)      Mengembangkan kemampuan mengamati.
4)      Meningkatkan rasa ingin tahu, kemampuan bertanya dan refleksi.
5)      Metakognisi.
6)      Mengamati model dalam berpikir kritis.
7)      Diskusi yang kaya.

2.3  Konsep Berpikir Kreatif Matematis
2.3.1     Hakikat Berpikir Kreatif
Selain berpikir kritis, adapun berpikir kreatif yang juga merupakan salah satu dari dua kemampuan berpikir mendasar manusia. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan berpikir yang semestinya dikembangkan. Berpikir kreatif berasal dari istilah yang sering didengar yaitu “Kreativitas”. Menurut Evans (dalam Maulana, 2011, hlm. 43) istilah “Kreativitas” tidak memiliki definisi yang dapat diterima secara umum. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Supriadi (dalam Maulana, 2011, hlm. 43) bahwa tidak ada definisi kreativitas yang dapat mewakili pemahaman yang beragam dari kreativitas. Masih menurut Supriadi, menjelaskan dua alasan penyebab tidak adanya definisi dari kreativitas: pertama sebagai suatu konstruk hipotesis, kreativitas merupakan ranah psikologis yang kompleks dan multidimesional. Kedua, definisi-definisi kreativitas memberikan tekanan yang berbeda-beda tergantung dasar teori yang menjadi acuan.
Sementara itu, Hudgins (dalam Maulana, 2011, hlm. 44) memberikan pengertian berpikir kreatif yaitu “Berpikir kreatif adalah suatu proses yang produktif dalam arti bahwa berpikir menghasilkan suatu ide atau produk baru”. Di sisi lain, Fisher (dalam Maulana, 2011, hlm. 44) mengemukakan bahwa definisi yang paling umum mengenai berpikir kreatif adalah Model Struktur Intelektual Guilford yang meliputi kefasihan (fluency) yaitu berpikir dengan banyak ide, fleksibilitas (flexibility) yaitu berpikir dari kategori atau pandangan yang berbeda, originalitas (originality) yaitu berpikir dari ide yang tidak umum, dan elaborasi (elaboration) yaitu menambah ide-ide supaya lebih jelas. Masih menurut Fisher, yang dimaksud dengan berpikir kreatif adalah menciptakan hipotesis dengan menggunakan pengetahuan dan inspirasi.
Mednick & Mednick (dalam Maulana, 2008, hlm. 11) mengemukakan konsep mereka mengenai kreativitas yaitu, kemampuan seseorang untuk melihat hubungan antara ide-ide yang berjauhan, dan mengkombinasikannya menjadi asosiasi yang baru dan memiliki kriteria tertentu. Dengan demikian berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan berpikir yang dilakukan oleh seseorang dimana dilakukan dengan melihatdan memberikan hubungan antara ide-ide yang berjauhan dan mengkombinasikan menjadi suatu asosiasi yang baru sebagai hasil dari kemampuan berpikir bisa berupa ide atau produk baru.
2.3.2     Manfaat Berpikir Kreatif
Menurut Munasti (2013) Berpikir kreatif erat kaitannya dengan memunculkan alternatif-alternatif. Dengan berpikir kreatif kita tidak hanya terpaku dengan satu alternatif saja. Dengan berpikir kreatif kita dapat membuka kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan, sehingga kita juga memiliki alternatif-alternatif cara menghadapi dimasa depannya. Berpikir kreatif juga memudahkan kita untuk melihat, dan bahkan menciptakan peluang yang menunjang keberhasilan kita. Seringkali alasan seseorang tidak bertindak adalah karena tidak ada peluang. Padahal sesungguhnya peluang selalu ada didepan kita. Tinggal apakah kita jeli melihatnya atau tidak. Bahkan kalaupun peluang itu memang tidak ada, kita dapat menciptakan peluang asal kita mau berpikir kreatif.
2.3.3     Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif
Munandar (dalam Maulana, 2011, hlm. 44) mengemukakan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif, diantaranya yaitu:
1)      Keterampilan berpikir lancar (fluency).
Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: mengajukan banyak pertanyaan, menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan, mempunyai banyak gagasan mengenai cara pemecahan suatu masalah, lancar dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak dari pada anak lain, dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.
2)      Keterampilan berpikir luwes (flexibility).
Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek, memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita atau masalah, menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda, memberi pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan oleh orang lain, dalam membahas atau mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya, menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda, mampu mengubah arah berpikir secara spontan.


3)      Keterampilan berpikir orisinil (originality).
Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain, mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru, memilih pola asimetri dalam menggambar atau membuat desain, memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain, mencari pendekatan yang baru, setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru, lebih senang mensintesis daripada menganalisis situasi.
4)      Keterampilan memperinci (elaboration)
Keterampilan ini ditunjukkan oleh perilaku siswa seperti: mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci, mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain, mencoba atau menguji secara detail untuk melihat arah yang akan ditempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana, menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
2.3.4     Tahapan Berpikir Kreatif
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif, maka seorang guru harus menciptakan kondisi belajar di kelas yang mengarah kepada peningkatan kemampuan tersebut. Afriyani (2010) mengemukakan empat tahapan sebagai cara dalam upaya peningkatan kemampuan berpikir kreatif. Empat tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Tahap Persiapan (Planning) yaitu tahap pembiasaan terhadap siswa untuk memahami suatu masalah.
2)      Tahap Inkubasi yaitu tahap untuk memikirkan cara menyelesaikan suatu masalah.
3)      Tahap Iluminasi yaitu tahap untuk menentukan gagasan yang mengarah pada penyelesaian suatu masalah.
4)      Tahap Verifikasi yaitu suatu tahap dimana biasanya guru memeriksa kembali jawaban-jawaban siswa.
2.3.5     Teknik Mengembangkan Kreativitas
Menurut Maulana (2008, hlm. 12) meskipun tidak ada pendapat dalam mendefinisikan dan mengukur kreativitas, namun para pakar psikologi sependapat bahwa kemampuan kreativitas perlu untuk dikembangkan. Adapun dua metode populer yang dalam upaya mengembangkan kreativitas, yaitu sebagai berikut ini.
1)      Brainstorming.
Brainstorming dikenal juga dengan istilah “curah pendapat”. Dapat pula diterjemahkan secara bebas sebagai “mengeluarkan ide secara spontan”. Brainstorming merupakan suatu pendekatan yang paling terkenal untuk meningkatkan kreativitas. Osborn (dalam Maulana, 2008, hlm. 12) mengemukakan empat petunjuk dasar pada prinsip brainstorming sebagai berikut.
a)      Evaluasi terhadap suatu ide ditunda.
b)      Semakin bebas mengeluarkan ide, akan semakin baik.
c)      Semakin banyak jumlah ide, akan semakin baik.
d)     Seseorang dapat menggabungkan dua atau lebih ide yang berasal dari ide orang lain.
2)      Synectics.
Menurut Gordon (dalam Maulana, 2008, hlm. 13) pendekatan lain untuk meningkatkan kreativitas adalah synectics. Menurut Maulana (2008, hlm. 13) pendekatan ini dilakukan dengan cara meningkatkan penggunaan analogi dalam berpikir kreatif. Metode yang termasuk ke dalam pendekatan synectics adalah analogi pribadi (personal analogy) dan analogi langsung (direct analogy). Maulana (2008, hlm. 13) menjelaskan bahwa analogi pribadi membawa kita langsung ke dalam situasi. Sedangkan analogi langsung mendorong kita untuk menemukan sesuatu yang lain dan memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

2.3.6     Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas
Selain dua metode sebelumnya yang digunakan dalam upaya mengembangkan kreativitas. Maulana (2008, hlm. 13) menjelaskan dua faktor yang dapat mempengaruhi kreativitas diantaranya yaitu sebagai berikut.
1)      Inkubasi, menurut Maulana (2008, hlm 13) inkubasi dapat diartikan sebagai “berhenti sejenak” atau “waktu jeda”. Di mana kita menunda dulu suatu masalah dan kemudian bekerja kembali untuk memecahkan masalah tersebut. Sejalan dengan itu, Howard Gardner (dalam Maulana, 2008, hlm. 13) mengemukakan bahwa otak bawah sadar akan selalu bekerja setelah menerima suatu stimulus.
2)      Faktor-faktor sosial, berdasarkan hasil penelitian Amabile (dalam Maulana, 2008, hlm. 14) disimpulkan bahwa faktor sosial yang diyakini dapat mengurangi kreativitas seseorang adalah sebagai berikut.
a)      Ketika seseorang memperhatikan pada saat kita sedang bekerja.
b)      Ketika kita ditawari penghargaan atas kreativitas kita.
c)      Ketika kita harus berjuang untuk memperoleh hadiah.
d)     Ketika seseorang membatasi pilihan kita dalam mengekspresikan kreativitas.
2.3.7     Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Untuk menjadi seseorang yang berpikir kreatif ada berbagai tahap yang harus dilalui. Papu (dalam Maulana, 2011, hlm. 46) mengatakan bahwa secara umum ada  4 tahapan kreativitas, yaitu: Exploring, mengidentifikasi hal-hal apa saja yang ingin dilakukan dalam kondisi yang ada pada saat ini; Inventing, melihat atau mereview berbagai alat, teknik dan metode yang telah dimiliki yang mungkin dapat membantu dalam menghilangkan cara berpikir yang tradisional; Choosing, mengidentifikasi dan memilih ide-ide yang paling mungkin untuk dilaksanakan; Implementing, bagaimana membuat suatu ide dapat diimplementasikan.
2.4  Konsep Berpikir Reflektif Matematis
2.4.1     Hakikat Berpikir Reflektif Matematis
Berpikir reflektif merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Adapun beberapa definisi dari berpikir reflektif yang telah dimuat dari beberaa jurnal hasil penelitian diantaranya yaitu Gurol (dalam Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Sedangkan Seezer (dalam Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan, hal ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar.
John Dewey merupakan salah seorang pencetus berpikir reflektif (reflective thinking) yang merupaan suatu bagian dari metode penelitiannya. Berlandaskan kepada pendidikan sebagai proses sosial dimana anggota masyarakata yang belum matang terutama anak-anak diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam melaksanakan proses pendidikan tentunya memuat beberapa tujuan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut melalui pemberian kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan pemecahan masalah  yang berlangsung secara refletif (reflective thinking). Dewey mendefinisikan berpikir reflektif yaitu aktif, terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannnya atau format yang diharapkan tentang pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan.
Berpikir reflektif meliputi menjelaskan sesuatu atau mencoba menghubungkan ide-ide yang terkait. Berpikir reflektif terjadi pada peserta didik ketika mencoba memahami penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya dan ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki kebenaran ide mereka sendiri.
Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika memuat keterampilan berpikir kreatif dan kritis matematis. Keterampilan berpikir reflektif biasanya dapat dimunculkan dan dikembangkan apabila peserta didik berada dalam proses yang intens tentang pemecahan masalah. Hal tersebut senada dengan langkah looking back dalam pemecahan masalah dari Polya (dalam Subandar, tanpa tahun) yaitu suatu tahap dimana siswa memperoleh kesempatan berpikir reflektif yaitu secara sengaja belajar dari pengalaman, yaitu apa yang sudah dilakukan dan apa yang masih dapat dilakukan untuk meningkatkan kualaitas pekerjaannya.
Meskipun pada kenyataannya dalam pemecahan masalah tidak semua peserta didik dapat dengan cepat menemukan solusi dan jika solusi ditemukan peserta didik merasa puas dan mengakhiri proses belajarnya. Sehingga pada hakikatnya Mason (dalam Subandar, tanpa tahun) mengungkapkaan bahwa kegiatan berpikir reflektif berpikir reflektif ini sering tidak dilakukan secara efektif dan tersulit diperkenalkan pada peserta didik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpikir reflektif merupakan suatu kegiatan berpikir yang dapat membuat peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan yang diperolehnya untuk menyelesaikan permasalahan baru yang dikaitkan dengan pengetahuan lainnya untuk mendapatkan atau memperoleh suatu kesimpulan yang tepat melibatkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif.
2.4.2     Komponen Berpikir Reflektif Matematis
Konsep refletif (reflective thinking) dari John Dewey berhubungan dengan kemampuan berpikir dan bersikap reflektif. Menurut Dewey (dalam Ahmad, 2011) kemampuan berpikir reflektif terdidi atas lima komponen yaitu sebagai berikut.
1)      Recognize or felt difficulty/problem, yakni merasakan dan mengidentifikasi masalah.
2)      Location and definition of the problem, yakni membatasi dan merumuskan masalah.
3)      Suggestion of posible solution, yakni mengajukan beberapa kemungkinan alternative solusi pemecahan masalah.
4)      Rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan.
5)      Test and formation of conclusion, yaitu melakukan tes untuk menguji solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan pertimbangan membuat kesimpulan.
Dari kelima komponen tersebut dapat didapat bahwa keterampilan berpikir reflektif merupakan suatu keterampilan berpikir yang dilakukan dengan diawali menyusun kerangka pemikiran, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan. Pendapat lain yakni dalam artikel jurnal Teaching and Teacher Education oleh Helen L (dalam Ahmad, 2011) mengemukakan dan mengembangkan tiga komponen sikap reflektif yaitu.
1)      Openmindedness atau keterbukaan, sebagai refleksi mengenai apa yang diketahui, dalam pembelajaran ada tiga pola yakni berfokus pada guru, siswa dan inklusif.
2)      Responsibility atau tanggung jawab, sebagai sikap moral dan komitmen profesional berkenaan dengan dampak pembelajaran siswa saja, siswa dan guru serta siswa, guru dan orang lainnya.
3)      Wholeheartedness atau kesungguhan dalam bertindak dan melaksanakan tugas dengan cara pembelajaran langsung guru, proses interaktif dan proses interaktif yang kompleks.
Ketiga komponen tersebut dapat juga dijadikan sebagai prasyarat dalam meningkatkan kemampuan berpikir reflektif. Hal tersebut dikarenakan dalam kemampuan berpikir reflektif memerlukan keterbukaan, tanggung jawab dan kesungguhan dalam bertindak yang merupakan indikator dari keterampilan berpikir reflektif. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa berpikir reflektif yaitu aktif, terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannnya sehingga ketiga komponen tersebut perlu ada dalam berpikir reflektif.
Adapun pendapat lain dari Dewey (dalam Suharna, dkk., 2013) mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif (reflective thinking) adalah kebingungan (perplexity) dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan adalah ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk dipahami yang kemudian menantang pikiran dan perubahan dalam pikiran dan keyakinan seseorang. Sedangkan penyelidikan adalah mengarahkan informasi yang mengarahkan pikiran terarah. Dengan membiarkan kebingungan dan penyelidikan terjadi pada saat yang sama, perubahan perilaku seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya jika pemikiran reflektif adalah kebiasaan yaitu kebingungan dan penyelidikan maka seseorang aka nada perubahan perilaku yang mungkin.
2.4.3     Langkah-langkah Berpikir Reflektif Matematis
Kemampuan berpikir reflektif perlu dilatih dan dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Dewey (dalam Suharna, dkk., 2013) membagi berpikir reflektif menjadi tiga situasi yaitu sebagai berikut.
“… Dewey divides reflective thinking inti three situations as follows: “The pre reflective situations, a situation experiencing perplexity, confusion, or doubts; the post-reflective situations, a situation in which such perplexity, confusion or doubts are dispelled; and the reflective situations from the pre-reflective situation to the post-reflectivesituation…”

Situasi pra reflektif yang dimaksud yaitu situasi seseorang mengalami kebingungan atau keraguan. Situasi reflektif yaitu situasi transitif dari situasi pra reflektif dengan pasca reflektif atau proses inti terjadinya reflektif. Sedangkan pasca reflektif merupakan situasi dimana kebingungan atau keraguan tersebut terjawab.
Sementara itu Len dan Kember (dalam Suharna, dkk., 2013) mengungkapkan berdasarkan Mezirow’s theorical framework bahwa berpikir reflektif dapat digolongkan kedalam empat tahap yaitu habitual action, understanding, reflection dan critical thinking. Tindakan biasa (habitual action) yaitu kegiatan yang dilakukan dengan sedikit peikiran dengan senagaja. Pemahaman (understanding) yaitu siswa belajar memahami situasi yang terjadi tanpa menghubungkannya dengan situasi lain. Refleksi (reflection) yaitu aktif terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya bekisar pada kesadaran siswa. Dan bepikir kritis yakni tingkatan tertinggi dari prises berpikir reflektif yang melibatkan bahwa siswa lebih mengetahui mengapa seseorang merasakan berbagai hal, memutuskan dan memecahkan penyelesaian.
Kemampuan berpikir reflektif dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah. Ahmad (2011) mengungkapkan bahwa berpikir reflektif pemecahan masalah yang dipelopori oleh John Dewey yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati yang dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah yaitu sebagai berikut ini.
1)      Peserta didik mengenali masalah yang datang dari luar dirinya sendiri.
2)      Peserta didik menyelidiki dan menganalisa kesulitan dan menentukan masalah yang dihadapi.
3)      Peserta didik menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya.
4)      Peserta didik menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-masing.
5)      Peserta didik mencoba mempraktekan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandang sebagai kemungkinan pemecahan  terbaik. Hasil dari pemecahan tersebut membuktikan benar tidaknya pemecahan masalah itu. Apabila salah atau kurang tepat maka peserta didik mencoba kembali dengan kemungkinan lain sampai menemukan pemecahan yang paling tepat.
2.4.4     Cara Membimbing Keterampilan Berpikir Reflektif Matematis
Berpikir reflektif merupakan keterampilan yang dapat membuat peserta didik memahami materi pembelajaran secara mendalam dan menemukan cara yang lebih efektif dan efisien dalam suatu kondisi pemecahan masalah. Hasanah (2014) menjelaskan beberapa cara dalam membimbing peserta didik untuk berpikir reflektif diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
1)      Meminta peserta didik menyatakan kembali permasalahan atau masalah atau soal dengan kata-katanya sendiri.
2)      Memberikan beberapa pertanyaan pengarah.
3)      Meminta peserta didik menjelaskan apa yang telah diperoleh dan dipikirkannya.
4)      Meminta peserta didik mencermati kembali hasil pekerjaannya.
5)      Membuat peserta didik membandingkan hasil pekerjaan mereka satu sama lain.
Beberapa hal tersebut merupakan cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengamati sejauh mana keterampilan berpikir kreatif peserta didik. Dari hal pertama tersebut guru dapat mengetahui pemahaman peserta didik terhadap hal yang diinginkan guru melalui soal atau tugas yang diberikan. Sedangkan pertanyaan pengarah dilakukan oleh guru dalam rangka memberikan bantuan proses keterampilan berpikir reflektif peserta didik dalam menghadapi suatu masalah atau soal. Pada tahap selanjutnya keterampilan berpikir reflektif peserta didik diuji atau berada dalam tahapan refleksi dan kritis sehingga peserta didik diminta untuk menjelaskan hipotesisnya dan mempraktikan pemecahan masalah sampai mengetahui kemungkinan yang paling tepat.















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Maulana (2008, hlm. 1) mengungkapkan bahwa berpikir adalah suatu aktivitas pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan pribadi. Gerhard (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) memberikan batasan berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi. Selain batasan berpikir kritis yang diungkapkan oleh Gerhard, Splitter (dalam Maulana, 2008, hlm. 6) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah introspeksi diri, dan berpikir kritis membuat orang peka terhadap keadaan diartikan sebagai orang yang berpikir kritis secara sadar dan rasional berpikir tentang pikirannya dengan maksud untuk diterapkan pada situasi yang lain. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan berpikir yang semestinya dikembangkan. Berpikir kreatif berasal dari istilah yang sering didengar yaitu “Kreativitas”. Menurut Evans (dalam Maulana, 2011, hlm. 43) istilah “Kreativitas” tidak memiliki definisi yang dapat diterima secara umum.
Hal tersebut didukung oleh pernyataan Supriadi (dalam Maulana, 2011, hlm. 43) bahwa tidak ada definisi kreativitas yang dapat mewakili pemahaman yang beragam dari kreativitas. Berpikir reflektif merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Adapun beberapa definisi dari berpikir reflektif yang telah dimuat dari beberaa jurnal hasil penelitian diantaranya yaitu Gurol (dalam Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai proses kegiatan terarah dan tepat dimana individu menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, mendapatkan makna yang mendalam, menggunakan strategi pembelajaran yang tepat. Sedangkan Seezer (dalam Suharna, dkk., 2013) mendefinisikan berpikir reflektif sebagai kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan, hal ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan situasi belajar.
Adapun Dewey mendefinisikan berpikir reflektif yaitu aktif, terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang segala sesuatu yang dipercaya kebenarannnya atau format yang diharapkan tentang pengetahuan apabila dipandang dari sudut pandang yang mendukungnya dan menuju pada suatu kesimpulan. Berpikir reflektif meliputi menjelaskan sesuatu atau mencoba menghubungkan ide-ide yang terkait. Berpikir reflektif terjadi pada peserta didik ketika mencoba memahami penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya dan ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki kebenaran ide mereka sendiri.

3.2  Saran
Keterampilan berpikir kritis, kreatif dan reflektif matematis merupakan keterampilan berpikir yang diharapkan dapat muncul dan dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Guru sebagai pemegang kunci dalam pembelajaran diharapkan mampu mengetahui dan mengimplementasikan kemampuan berpikir tersebut dalam pembelajaran. Guru harus mampu menciptakan kondisi dan suasana belajar yang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir tersebut. Sehingga dengan suasana dan konteks pembelajaran yang mendukung, diharapkan setelah pembelajaran selesai peserta didik dapat mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut yang dapat diimplementasikan dalam kehidupannya.











DAFTAR PUSTAKA

Afriyani, D. (2010). Berpikir kritis dalam matematika. [Online]. Diakses dari: http://donaafriyani.blogspot.co.id/.
Ahmad, D. (2011). Berfikir reflektif. [Online]. Diakses dari: http://dahli-ahmad.blogspot.co.id/2011/05/berfikir-reflektif.html.
Maulana. (2011). Berpikir itu perlu!. Sumedang: Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang. Jurnal Volume 2, No. 2.
Maulana. (2008). Dasar-dasar keilmuan matematika. Bandung: Royyan Press.
Munasti, T, H. (2013). Makalah berpikir kritis dan berpikir kreatif. [Online]. Diakses dari: http://seulanga23.blogspot.co.id/2013/12/makalah-berpikir-kritis-dan-berpikir.html.
Rasiman. (Tanpa Tahun). Meningkatkan kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika realistik. Semarang: IKIP PGRI Semarang.
Subandar, J. (Tanpa Tahun). Berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika. [Online]. Diakses dari: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._ MATEMATIKA/194705241981031-JOZUA_SABANDAR/KUMPULAN_ MAKALAH_ DAN_JURNAL/Berpikir_Reflektif2.pdf.
Suharna, H., dkk. (2013). Berpikir reflektif mahasiswa dalam menyelesaikan masalah matematika. [Online]. Diakses dari: http://fmipa.um.ac.id/ index.php/component/attachments/download/147.html.
Zaki, I. (2014). Berpikir kritis. [Online]. Diakses dari: http://intanzaki28. blogspot.co.id/2014/12/berfikir-kritis.html.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...