Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

PENDEKATAN INVESTIGATIF DAN PEMBELAJARAN GENERATIF


PENDEKATAN INVESTIGATIF DAN PEMBELAJARAN GENERATIF

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.




Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penyusun mampu menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, para keluarganya, sahabatnya, tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika. Penulisan ini ini bertujuan sebagai sumber informasi mengenai “Pendekatan Investigatif dan Pembelajaran Generatif” dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Maulana, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Model-model Pembelajaran Matematika yang senantiasa memberikan bimbingan dan ilmunya serta memberikan tugas untuk belajar secara kooperatif. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 1 April 2016



         Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................   i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah...................................................................  1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................  2
1.3  Tujuan Pembahasan..........................................................................  3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Hakikat Pendekatan Investigatif......................................................   4
2.2  Landasan Teori Pendekatan Investigatif..........................................   5
2.3  Karakteristik Pendekatan Investigatif..............................................   7
2.4  Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Investigatif.......................   8
2.5  Tahapan atau Langkah-langkah Pendekatan Investigatif................ 10
2.6  Implementasi Pendekatan Investigatif............................................. 11
2.7  Konsep Pembelajaran Generatif....................................................... 14
2.8  Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Generatif................. 15
2.9  Komponen dalam Pembelajaran Generatif....................................... 17
2.10 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Generatif....................... 18
2.11 Peran Guru Dalam Pembelajaran Generatif..................................... 19
2.12 Langkah-langkah Pembelajaran Generatif....................................... 20
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 24
3.2  Saran................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 26





BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan salah satu upaya interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran matematika sendiri mempunyai tujuan agar peserta didik paham terhadap konteks matematika. Dari tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika yang telah digariskan misalnya termuat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semuanya diharapkan dapat tercapai melalui pembelajaran matematika.
Dalam mencapai tujuan yang telah disebutkan tersebut tentunya memerlukan penyesuaian dengan paradigma pendidikan saat ini. Adapun paradigma pembelajaran matematika kini telah berada pada paradigma konstruktivisme. Dalam paradigma konstruktivisme peserta didik dituntut agar terlibat secara aktif dalam mengonstruksi pengetahuan. Selain itu kelas tidak dipandang sebagai kumpulan individu melainkan sebagai masyarakat belajar. Pembelajaran konstruktivisme menekankan penyelesaian masalah melalui pemahaman dan penalaran matematika melalui penemuan kembali sehingga peserta didik tidak dituntut untuk hapal dan tahu saja. Dengan demikian guru dalam paradigma konstruktivisme berperan sebagai pendidik, motivator, fasilitator dan manajer belajar.
Guru harus mampu menciptakan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien serta tidak memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang terisolasi melainkan sebagai hubungan antar konsep, ide matematika dan aplikasinya. Oleh karena itu dalam menyikapi beberapa hal tersebut tentu diperlukan inovasi dan variasi pembelajaran dari guru sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Hal tersebut dapat diatasi oleh guru melalui pemilihan pendekatan pembelajaran yang relevan dengan materi ajar dan mampu membangkitkan pembelajaran kontruktivisme peserta didik.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma konstruktivisme tersebut yaitu pendekatan investigatif dan pembelajaran generatif. Kedua pendekatan tersebut sangatlah penting karena termasuk ke dalam pendekatan berpikir dan berbasis masalah yang dapat meningkatkan beberapa kompetensi peserta didik diantaranya meneliti, mengemukakan pendapat, menerapkan pengetahuan sebelumnya, memunculkan dan mengorganisasi ide, membuat keputusan, dan membuat hubungan-hubungan yang mendukung pembelajaran konstruktivisme.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana hakikat dari pendekatan pembelajaran investigatif dalam pembelajaran matematika?
1.2.2        Apa yang menjadi landasan teori dari pendekatan pembelajaran investigatif?
1.2.3        Bagaimana karakteristik dari pendekatan pembelajaran investigatif?
1.2.4        Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran investigatif?
1.2.5        Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan pembelajaran investigatif?
1.2.6        Bagaimana implementasi dari pendekatan pembelajaran investigatif dalam pembelajaran matematika di SD?
1.2.7        Bagaimana konsep dari pembelajaran generatif dalam pembelajaran matematika?
1.2.8        Apa yang menjadi landasan teori belajar yang mendukung pembelajaran generatif?
1.2.9        Apa saja yang menjadi komponen pembelajaran generatif?
1.2.10    Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran generatif?
1.2.11    Bagaimana peran guru dalam pembelajaran generatif?
1.2.12    Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran generatif?
1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui serta memahami hakikat dari pendekatan pembelajaran investigatif dalam pembelajaran matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran informasi mengenai landasan teori dari pembelajaran investigatif.
1.3.3        Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan pembelajaran investigatif.
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran investigatif.
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai langkah-langkah dari pendekatan pembelajaran investigatif.
1.3.6        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai implementasi dari pendekatan pembelajaran investigatif dalam pembelajaran matematika di SD.
1.3.7        Memberikan informasi mengenai konsep pembelajaran generatif.
1.3.8        Untuk memberikan informasi mengenai landasan teori dari pembelajaran generatif.
1.3.9        Untuk memberikan gambaran informasi mengenai komponen dalam pembelajaran generatif.
1.3.10    Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran generatif.
1.3.11    Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai peranan guru dalam pembelajaran generatif.
1.3.12    Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pembelajaran generatif.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Hakikat Pendekatan Investigatif
Pendekatan investigatif merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Jika dikaji secara tata bahasa, investigatif berhubungan atau berasal dari kata investigasi. Kata investigasi sendiri biasanya sering kali melekat pada bidang profesi polisi ataupun detektif dimana hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari suatu kebenaran dengan mencari dan memeriksa beberapa bukti yang didapat dan menanyakan atau mengintrogasi beberapa pihak yang terlibat dalam suatu kasus sehingga berujung kepada suatu penarikan kesimpulan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002, hlm. 441) investigasi berarti “penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dsb, dengan tujuan mempereoleh jawaban atas pertanyaan (tt. peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dsb)”. Dengan demikian pendekatan investigatif merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontruksi pengetahuannya melalui beberapa rangkaian kegiatan investigasi dalam usaha pencarian dan pembentukan suatu konsep matematika dan dapat dilakukan secara berkelompok. Menurut Huda (2013, hlm. 292) group investigation pertama kali dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan pada tahun 1976 di Universitas Tel Aviv Israel dan merupakan salah satu metode yang kompleks dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi.
Prinsip investigasi sendiri sudah banyak diadopsi oleh berbagai bidang pengetahuan baik humainora maupun saintifik salah satunya yaitu pembelajaran matematika. Istilah investigasi dalam pembelajaran matematika pertama kali dikemukakan oleh Committee of Inquiry into the Teaching of Mathematics in School dalam Cockroft Report pada tahun 1982. Dalam laporan tersebut merekomendasikan bahwa pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan harus meliputi eksposisi guru, diskusi, kerja praktek, latihan dan pemantapan kemampuan dasar, pemecahan masalah serta melakukan kegiatan investigasi.
Sementara itu investigasi matematika menurut Bastow, dkk. (dalam Lidnillah, 2009) mengungkapkan bahwa kegiatan investigasi matematika merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan (experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan atau conjecture dan membuat suatu generalisasi. Pendekatan investigatif dalam pembelajaran matematika memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontruksi pengetahuan melalui kerjasama atau situasi matematika yang terbuka dengan proses heuristik pemecahan masalah serta keterampilan berpikir untuk memecahkan masalah investigatif dengan penekanan pada penemuan dan pencarian suatu pola matematis.
Pendekatan investigatif memerlukan dan dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skills (HOTS) diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis, logis, dan kreatif sertasistematis. Keterampilan tersebut dikembangkan melaui kegiatan investigasi terhadap permasalahan yang bersifat terbuka. Dengan demikian perlu ditegaskan kembali bahwa pendekatan ivestigatif dalam pembelajaran matematika merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam menyajikan konsep matematika dilakukan dengan mengutamakan proses investigasi atau penyelidikan terhadap suatu permasalahan ataupun pertanyaan yang peserta didik ajukan sendiri sehingga peserta didik dituntut untuk membuktikan suatu hipotesis dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dan berakhir pada suatu pembuktian kebenaran.

2.2     Landasan Teori Pendekatan Pembelajaran Investigatif
Setiap pendekatan pembelajaran tentunya berlandaskan kepada teori atau prinsip dari pembelajaran itu sendiri. Teori yang melandasi pendekatan investigatif tidak jauh berbeda dengan teori yang melandasi pembelajaran berbasis masalah ataupun pendekatan lainnya yang berbasis konstruktivisme, diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.2.1        Teori belajar konstruktivisme yakni pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar, pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, dan pengetahuan baru terbentuk melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan suatu sudut pandang. Menurut Siregar dan Nara (2010, hlm. 40) proses belajar konstruktivisme bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri siswa melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
2.2.2        Teori belajar bermakna dari David Ausubel.
Teori belajar Ausubel membedakan antara belajar bemakna melalui proses penemuan dengan belajar menghafal melalui suatu penerimaan. Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 82) menegaskan bahwa ada dua jenis belajar yaitu belajar bermakna (meaningfull learning) dan belajar menghafal (rote learning), Belajar bermakna sendiri merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Sehingga pendekatan investigatif berlandaskan kepada teori belajar bermakna dari David Ausubel karena mengaitkan konsep atau informasi baru dengan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik bukan sekedar menghafal suatu konsep matematika.
2.2.3        Teori belajar Vigotsky.
Pendekatan investigatif dapat dilakukan melalui suatu pembelajaran dalam interaksi sosial dengan teman lainnya. Hal tersebut menandai bahwa pendekatan investigatif berlandaskan pada teori belajar Vigotsky yang berpandangan bahwa interaksi sosial dengan rekan belajar memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Selain itu teori belajar Vigotsky meyakini bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta pada saat seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman dan pengertian terhadap pembelajaran, peserta didik berusaha untuk mengaitkan pengetahuan baru mereka dengan bekal pengetahuan awal sehingga terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan baru.
2.2.4        Teori belajar Jerome S. Brunner.
Free discovery learning merupakan salah satu teori dari Brunner dimana proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep atau teori dan sebagainya. Pembelajaran sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang benar-benar bermakna. Selain itu konsep scaffolding digunakan pula oleh Brunner dan interaksi sosial baik didalam maupun diluar kelas. Scaffolding merupakan suatu konsep yang berisi proses untuk membantu peserta didik menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih.

2.3     Karakteristik Pendekatan Pembelajaran Investigatif
Karakteristik dari pendekatan pembelajaran investigatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan interaktif karena pendekatan investigatif termasuk ke dalam rumpun pendekatan interaktif. Adapun karakteristik dari pendekatan tersebut menurut Suparman dan Tarhuri (dalam Majid, 2015, hlm. 85) dapat diringkas sebagai berikut ini.
2.3.1        Adanya variasi kegiatan pembelajaran klasikal, kelompok dan perseorangan.
2.3.2        Menitik beratkan kepada keterlibatan mental atau pikiran dan perasaan peserta didik yang tinggi.
2.3.3        Guru berperan sebagai fasilitator, narasumber, dan manajer kelas yang demokratis.
2.3.4        Suasana kelas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali pada tujuan yang telah ditetapkan.
2.3.5        Potensial dapat menghasilkan dampak pengiring lebih efektif.
2.3.6        Kegiatan pembelajaran dapat digunakan di dalam maupun di luar kelas.
Pada intinya yang menjadi ciri khas kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan investigatif yaitu dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontruksi pengetahuan dan kemampuan proses matematis. Hal tersebut dilakukan melalui penyajian soal terbuka dengan menggunakan kegiatan berpikir matematis tingkat tinggi diantaranya meliputi kegiatan pencarian atau penyelesaian masalah sesuai dengan pengalaman peserta didik sehingga pada akhirnya peserta didik dapat menemukan suatu pola matematik dari permasalahan yang disajikan sebagai suatu hipotesis yang diuji kembali kebenarannya. Dalam prosesnya guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga peserta didik berperan aktif dalam menemukan konsep matematika dalam pembelajaran.

2.4     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Investigatif
Tentunya semua hal yang terdapat di dunia memiliki kelebihan dan kekurangan termasuk dalam pendekatan pembelajaran investigatif. Adapun beberapa kelebihan yang terdapat dalam pendekatan investigatif diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.4.1        Dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik baik secara perorangan maupun kelompok diantaranya kemampuan berpikir kritis, kreatif, logis dan sistematis.
2.4.2        Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memecahkan masalah sehingga mampu meningkatkan rasa percaya diri peserta didik.
2.4.3        Dengan beberapa motivasi pembelajaran peserta didik tertarik terhadap pembelajaran matematika sehingga pembelajaran matematika pun akan terasa bermakna.
2.4.4        Menempatkan peserta didik sebagai sumber pembelajaran yang aktif serta memberikan sarana bermain bagi peserta didik melalui kegiatan eksplorasi dan investigasi.
2.4.5        Pembelajaran dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab peserta didik dalam kegiatan pembelajaran dan berorientasi pada pembentukan manusia sosial yang mampu bekerjasama, toleransi dan berkomunikasi dengan baik.
2.4.6        Pembelajaran ditujukan agar peserta didik bertanggung jawab tentang apa yang dilakukan dan dikerjakan dalam pembelajaran sehingga peserta didik dituntut berperan dam berpartisipasi aktif.
Seperti dua sisi dari mata uang logam bahwa kelebihan tidak akan terlepas dari kekurangan. Adapun beberapa kekurangan dari pendekatan investigatif diantaranya yaitu dapat dirangkum sebagai berikut ini.
2.4.1        Pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga guru dituntut aktif dalam memanajemen waktu pembelajaran.
2.4.2        Memerlukan keterampilan pengelolaan kelas dan membimbing diskusi kelompok kecil yang baik karena pendekatan investigatif bergantung kepada kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika kelompok serta kondisi dan situasi yang diciptakan guru.
2.4.3        Peserta didik yang tidak siap dan tidak memiliki minat juga kepercayaan terhadap pembelajaran investigatif akan merasa putus asa sehingga motivasi harus diberikan setiap saat.



2.5     Langkah-langkah Pendekatan Pembelajaran Investigatif
Pelaksanaan pendekatan pembelajaran investigatif dibagi ke dalam beberapa langkah. Bastow, dkk. (dalam Lidnillah, 2009, hlm. 6) menjelaskan bahwa dalam pendekatan investigatif terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan. Adapun langkah yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
2.5.1.      Menafsirkan atau memahami masalah (interpreting).
2.5.2.      Eksplorasi secara spontan (exploring spontaneously).
2.5.3.      Pengajuan pertanyaan (posing problem).
2.5.4.      Eksplorasi secara sistematis (exploring systematically).
2.5.5.      Mengumpulkan data (gathering and recording data).
2.5.6.      Memeriksa pola (indentifying pattern).
2.5.7.      Menguji dugaan (testing conjecture).
2.5.8.      Melakukan pencarian secara informal (expressing finding informally).
2.5.9.      Simbolisasi (symbolizing).
2.5.10.  Membuat generalisasi formal (formalizing generalitation).
2.5.11.  Menjelaskan dan mempertahankan kesimpulan (explaning fand justifying).
2.5.12.  Mengkomunikasikan hasil temuan (communitating finding).

Pendapat lain dari Sharan, dkk. (dalam Majid, 2015, hlm. 189 dan dalam Huda, 2013, hlm. 293) telah menetapkan enam tahap pembelajaran investigasi kelompok yaitu pemilihan topik, perencanaan kooperatif, implementasi, analisis dan sitesis, presentasi hasil final, dan evaluasi. Adapun beberapa langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini.
2.5.1.      Pada tahap pemilihan topik peserta didik memilih subtopik khusus dari masalah umum yang diterapkan oleh guru. Kemudian guru mengorganisasikan peserta didik menjadi 2 sampai 6 anggota perkelompok dan setiap kelompok berorientasi pada tugas dengan komposisi kelompok yang heterogen akan lebih baik.
2.5.2.      Perencanaan kooperatif atau kerja sama dilakukan dimana peserta didik dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih.
2.5.3.      Implementasi yaitu aktivitas peserta didik dalam merencanakan rencana yang telah dikembangkan dalam tahap kedua sehingga pembelajaran dilakukan dengan ragam kegiatan dan keterampilan yang luas yakni proses pelaksanaan investigasi pencarian informasi dan guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran.
2.5.4.      Analisis dan sintesis yaitu tahapan peserta didik menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan dengan cara yang menariksebagai bahan untuk direpresentasikan di dalam kelas.
2.5.5.      Presentasi hasil akhir/final merupakan tahap penyajian hasil penyelidikan kelompok yang dilakukan secara bergantian.
2.5.6.      Evaluasi yaitu tahap mengevaluasi kontribusi peserta didik terhadap pekerjaan investigasi yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

2.6     Implementasi Pendekatan Investigatif Dalam Pembelajaran Matematika di SD
Kegiatan investigasi matematika di sekolah dasar dapat dilakukan untuk tahap penanaman konsep atau pengembangan kemampuan peserta didik. Kegiatan investigasi matematika untuk siswa sekolah dasar dapat dilakukan secara terbimbing atau guided investigation. Bimbingan tersebut dapat dilakukukan secara tidak langsung yakni dengan pemberian LKS ataupun bimbingan secara langsung melalui intervensi selama kegiatan investigasi. Dengan demikian dalam pelaksanaannya matematika yang menekankan pola kegiatan investigasi matematika perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu persiapan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian pembelajaran.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan yakni menentukan tujuan kegiatan investigasi sebagai penanaman konsep atau sebagai pengembangan kemampuan, selain itu penentuan tujuan pembelajaran yang akan dicapai malalui investigasi, memilih pokok bahasan atau konsep, serta mengembangkan LKS sebagai fasilitas peserta didik dalam melakukan kegiatan investigasi dan menyiapkan media manipulatif yang diperlukan juga setting kelas dalam kelompok kecil. Sedangkan dalam pelaksanaan yang perlu dipertimbangkan yaitu bagaimana cara mengelola kegiatan investigasi agar berjalan dengan baik. Orientasi penilaian pada produk dan proses perlu diperhatikan. Penilaian produk dilakukan untuk mengukur kemampuan matematika peserta didik baik keterampilan dasar, procedural, maupun proses matematika sedangkan penilaian proses lebih menitikberatkan kepada aktivitas peserta didik dalam kegiatan investigasi.
Implementasi dari pendekatan investigatif dalam pembelajaran matematika berdasarkan pendapat Rusman (2014, hlm. 221) dan Aqib (2015, hlm. 26) pelaksanaan pembelajaran dapat dibagi menjadi enam langkah dan dapat dirangkum sebagai berikut ini.
2.6.1        Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok, para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengkategorisasi saran-saran. Para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama, komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen dimana guru membantu dan memfasilitasi dalam pemerolehan informasi.
2.6.2        Merencanakan tugas-tugas belajar yaitu direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing meliputi apa yang diselidiki, bagaimana melakukan penyelidikan, siapa sebagai apa pembagian kerjanya, dan untuk tujuan apa topik tersebut diinvestigasi. Guru bertugas menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok kemudian menyajikan suatu permasalahan (bisa berupa LKS) yang kemudian diberikan kepada peserta didik dengan memberikan kesempatan untuk bertanya kepada guru apabila ada hal yang tidak dapat dimengerti.
2.6.3        Melakukan investigasi dimana siswa mencari informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan. Setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok, sehingga peserta didik berdiskusi, bertukar pikiran, mengklarifikasi dan mensintesis ide-ide. Guru bertugas dalam membimbing jalannya diskusi dan memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan.
2.6.4        Menyiapkan laporan akhir penyelidikan. Setiap anggota kelompok menenukan pesan esensial dari hasil penyelidikan, merencanakan apa yang akan dilaporkan dan merancang penyajian atau presentasi. Disini peserta didik diberikan kesempatan untuk mengecek ulang hasil pekerjaannya.
2.6.5        Mempresentasikan laporan hasil penyelidikan atau investigasi, setiap kelompok bergantian sebagai penyaji dan pendengar yang dapat bertanya, menanggapi ataupun menyanggah. Guru memberikan penguatan terhadap pemecahan masalah yang telah disampaikan oleh semua kelompok dan siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan materi pembelajaran.
2.6.6        Evaluasi dapat dilakukan dengan cara peserta didik berbagi mengenai balikan terhadap topik yang telah diinvestigasi, kerja yang telah dilakukan dan pengalaman afektifnya. Guru dan peserta didik berkolaborasi dalam melakukan evaluasi pembelajaran. Asesesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep matematika yang dipelajari dan kemampuan berpikir kritis.
Kegiatan investigasi matematika di sekolah dasar setidaknya dapat dilukiskan pada kegiatan berikut ini.
2.6.1        Perhatikan bangun datar di bawah ini!
2.6.2        Bangun datar segi empat di atas adalah …
2.6.3        Buatlah titik-titik tengah pada setiap sisi dari bangun datar tersebut!
2.6.4        Hubungkan setiap titik tengah suatu sisi dengan dua titik tengah yang berada pada sisi yang berdekatan, sehingga kalian memperoleh suatu bangun datar segi empat yang baru. Sebutkan ciri-ciri dari bangun datar segiempat baru tersebut!
2.6.5        Jenis apakah bangun datar segi empat tersebut?
2.6.6        Jelaskan kembali alasan jawaban yang telah kalian tulis sebelumnya!

2.7     Konsep Pembelajaran Generatif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002, hlm. 353) generatif diartikan sebagai bersifat menerangkan (tentang tata bahasa) dengan kaidah-kaidah yang merupakan pemberian struktur tentang kalimat terdapat di dalam sebuah bahasa. Namun jika melihat konotasi terhadap pembelajaran matematika dapat diartikan bahwa pembelajaran generatif merupakan pembelajaran yang menstrukturkan atau menyatukan gagasan peserta didik. Hal tersebut senada dengan Huda (2013, hlm. 309) bahwa pembelajaran generatif merupakan salah satu pendekatan berpikir/strategi pembelajaran yang berusaha menyatukan gagasan-gagasan baru dengan skema pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Pembelajaran generatif sendiri dikembangkan oleh Merlin C. Wittrock pada tahun 1992. Melalui pembelajaran generatif peserta didik akan lebih nyaman dan dapat membantu peserta didik menentukan atau menciptakan subtujuan serta submasalah dan strategi mencapai tugas yang lebih besar. Lebih jelasnya Sofyanto (2013) menegaskan bahwa
Model pembelajaran generatif (generative learning model) pertama kali diperkenalkan oleh Osbone dan Cosgrove dalam Sutarman dan Swasono (2003). Menurut Osborn dan Wittrock pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya. Pengetahuan baru tersebut akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab permasalahan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang terjadi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang.

Ketika peserta didik mampu mengkostruksi pengetahuan yang mereka miliki dan kemudian diintegrasikan dengan pengetahuan yang baru dalam proses kegiatan pembelajaran akan terasa menyenangkan dan lebih bermakna bagi mereka. Dalam pembelajaran pun peserta didik boleh belajar secara individu maupun kelompok. Akan tetapi, pembelajaran yang berkelompok lebih baik karena peserta didik harus mencari pemecahan permasalahan yang diberikan oleh guru kemudian hasil temuannya dipresentasikan di depan teman-teman kelas. Dalam model pembelajaran generatif memberikan kesempatan pada peserta didik  untuk mencari tahu sendiri solusi dari pemecahan masalah yang paling tepat sesuai dengan kemampuan berpikir. Dapat disimpulkan, bahwa proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan pembelajaran generatif merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang mengintegrasikan apa yang diketahui peserta didik sebelumnya dengan pengetahuan baru yang akan diperoleh peserta didik melalui kegiatan diskusi untuk memecahkan suatu permasalahan.
Osborne dan Wittrock (Hulukati, 2005) menjelaskan proses pengolahan input indera dalam otak diantaranya, ide yang ada dipikirkan peserta didik mempengaruhi dalam mengarahkan indera, menentukan masukan dari indera mana yang akan diperhatikan dan mana yang tidak, masukan ide yang diperhatikan peserta didik belum mempunyai arti, peserta didik membangun hubungan-hubungan antara masukan indera yang akan diperhatikannya dengan yang ada dalam pikirannya, peserta didik membangun hubungan tersebut dan pemasukan indera untuk membangun arti pada pemasukan itu, peserta didik menguji arti yang dibangun dengan keterangan lain yang disimpan dalam otak, peserta didik menyimpan arti yang dibangun dalam ingatan, dan otak peserta didik begitu berperan dalam menyerap dan memahami informasi, maka peserta didik sendiri adalah penanggung jawab utama dalam belajar.

2.8     Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Generatif
Pembelajaran generatif dalam pengebangannya berlandaskan kepada beberapa teori belajar dan pembelajaran diantaranya yaitu teori-teori pembelajaran konstruktivisme. Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan orang lain tinggal menerimanya, tetapi pengetahuan lebih diartikan sebagai suatu pembentukan kognitif oleh peserta didik terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Nur dan Katu (dalam Sofyanto, 2013) mengungkapkan bahwa beberapa hal penting dari teori konstruktivis sebagai landasan dari pendekatan generatif diantaranya dapat dirangkum sebagai berikut ini.
2.10.1    Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang telah peserta didik pahami sebelumnya diolah melalui proses kesetimbangan yakni asimilasi dan akomodasi dalam upaya pemahaman informasi baru dalam pembelajaran.
2.10.2    Manusia belajar jika bekerja dalam zona perkembangan terdekat yaitu daerah perkembangan sedikit di atas satu tingkat perkembangannya.
2.10.3    Penekanan pada prinsip scaffolding yaitu pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Sehingga pada pelaksanaan pembelajaran peserta didik diberikan tugas yang kompleks dan sulit juga realistik kemudian dibantu dalam menyelesaikannya melalui konsep scaffolding.
2.10.4    Lebih menekankan kepada pengajaran top-down atau memulai masalah dari kompleks, utuh dan autentik untuk dipecahkan daripada bottom-up.
2.10.5    Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu ditemukan sendiri bukan hanya diketahui atau dihafal.
2.10.6    Menganut visi siswa ideal yaitu seorang peserta didik dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam belajar.
2.10.7    Memiliki anggapan jika seseorang mempunyai strategi belajar efektif, motivasi dan tekun dalam aplikasi strategi tersebut sampai tugasnya terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri maka kemungkinan sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam belajar.



2.9     Komponen Pembelajaran Generatif
Sebagai model atau pendekatan pembelajaran, pembelajaran generatif memiliki beberapa komponen pembentuk yang juga dapat dikatakan sebagai karakteristik. Lebih jelasnya Amelia (2010) menyatakan bahwa komponen dari pembelajaran generatif meliputi proses motivasi, proses belajar, proses penciptaan pengetahuan, dan proses generasi. Proses motivasi sendiri merupakan penciptaan pembelajaran generatif yang dapat meningkatkan minat siswa sehingga menentukan proses motivasi dalam peserta didik dan hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat keberhasilan dari seseorang. Adapun ciri suatu pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta didik diantaranya adanya konsep belajar yang ditujukan sebagai hasil dan upaya individu dalam memperbaiki konsep diri sehingga peserta didik sebagai aktor utama dalam pembelajaran, peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran, meningkatkan kendali, tanggung jawab serta akuntabilitas dalam pembelajaran, pembelajaran menganut sistem reward and achievement.
Komponen yang kedua yakni proses belajar merupakan komponen pembentuk pembelajaran generalisasi dimana proses belajar akan dipengaruhi oleh stimulus yang diberikan guru sehingga mengakibatkan respon dari peserta didik. Dalam pembelajaran generatif guru harus terus memberikan stimulus baik itu berupa alat peraga atau media secara fisik yang dapat menarik perhatian peserta didik maupun hal lainnya yang dilakukan guru agar dapat mempertahankan rasa ingin tahu peserta didik dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran.
Selanjutnya yakni proses penciptaan pengetahuan tentu merupakan salah satu komponen dari pembelajaran generatif dimana jika kita kembali melihat ke awal pembelajaran generatif berlandaskan teori konstruktivisme sehingga peserta didiklah yang berperan mengkonstruksi pengetahuannya. Dengan demikian hal yang perlu disiapkan dalam pembelajaran konstruktivisme meliputi skema atau pengetahuan awal baik itu berupa sistem nilai, konsep, keterampilan strategi kognitif dan pengalaman sebagai bekal dalam kegiatan pengembangan. Proses generasi merupakan komponen dalam pembelajaran generatif dimana pengetahuan awal peserta didik berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran sehingga hal tersebut dapat menciptakan suatu generasi yang bermanfaat dan berdaya saing.

2.10 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Generatif
Menurut Sutarman (dalam Dika, 2013) kelebihan pembelajaran generatif secara singkat dapat dipaparkan sebagai berikut ini.
2.10.1    Pembelajaran generatif memberikan peluang kepada peserta didik untuk belajar secara kooperatif.
2.10.2    Merangsang rasa ingin tahu peserta didik.
2.10.3    Pembelajaran generatif untuk meningkatkan keterampilan proses.
2.10.4    Meningkatkan aktivitas belajar peserta didik, diantaranya dengan bertukar pikiran dengan peserta didik lainnya, menjawab pertanyaan dari guru serta berani dan percaya diri dalam mempresentasikan hipotesisnya.
2.10.5    Guru mengajar menjadi kreatif dalam mengarahkan siswanya untuk mengontruksi konsep yang akan dipelajari.
Selain memiliki beberapa kelebihan tentunya pembelajaran generatif memiliki kekurangan atau kelemahan. Adapun kekurangan dari pembelajaran generatif diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.10.1    Memerlukan waktu yang relatif lama.
2.10.2    Dikhawatirkan terjadinya kesalahan konsep bagi siswa sehingga guru harus membimbing siswa dalam menggali pengetahuan dan mengevaluasi hipotesis siswa pada tahap tantangan setelah melakukan penyajian atau presentasi.
2.10.3    Memerlukan guru yang berpengalaman dalam mengorganisasikan pembelajaran.




2.11 Peran Guru Dalam Pembelajaran Generatif
Dalam belajar generatif peserta didik sendirilah yang aktif membangun pengetahuannya, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Model pembelajaran generatif ini berlandaskan pada pandangan konstruktivisme, dengan asumsi dasar bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran siswa. Menurut Tytler (Dika, 2013), terdapat empat peran utama guru yang harus diperhatikan dalam pembelajaran generatif diantaranya yaitu stimulator rasa ingin tahu, membangkitkan dan menantang ide peserta didik, narasumber, dan senior co-investigator. Sebagai stimulator rasa ingin tahu, guru berperan mengunggah perhatian dan motivasi peserta didik untuk menyimak tujuan riil pembelajaran. rasa ingin tahu ini ditumbuhkembangankan oleh peserta didik. Untuk itu, guru harus merancang aktivitas-aktivitas yang dapat memberi kejutan bagi peserta didik.
Sebagai pembangkit dan penantang ide-ide peserta didik, guru harus dapat membangkitkan, memberi semangat, dan menstimulus peserta didik untuk berpikir kritis dalam mengemukakan pendapat maupun dalam melakukan investigasi. Sebagai narasumber, guru mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh peserta didik serta menyiapkan informasi yang memadai baik itu tertulis maupun verbal ataupun menyusun rencana untuk menggunakan alat peraga yang mendukung dalam proses belajar mengajar di kelas. Sebagai senior co-investigator, istilah ini dapat diartikan bahwa peserta didik sebagai investigator dan guru berperan sebagai pembantu investigasi (co-investigator), karena guru lebih berpengalaman dari siswanya maka muncullah istilah senior co-investigator. Guru berperan sebagai model bagi siswa dalam mengajukan pertanyaan, juga merancang suatu aktivitas pembelajaran berupa diskusi ilmiah sehingga timbul sikap respon siswa terhadap teman sejawat atau teman sebayanya.



2.12 Langkah-langkah Pembelajaran Pembelajaran Generatif
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan generatif dapat dijabarkan dalam empat elemen dasar atau bisa disebut sebagai sintak dalam mengimplementasikannya di dalam pembelajaran matematika. Hal yang menjadi keunikan dari pembelajaran generatif bahwa sintak tersebut dapat diterapkan secara masing-masing ataupun diimplementasikan secara kombinatif antara satu sama lain yang disesuaikan dengan kreativitas dan keinginan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adapun elemen dasar tersebut dapat disebutkan sebagai berikut ini.
2.14.1    Mengingat (recall).
Mengingat merupakan suatu aktivitas yang melibatkan peserta didik untuk menarik kembali informasi dan memori lama yang telah dimilikinya. Tujuan dari mengingat yaitu mempelajari informasi berdasarkan fakta. Adapun beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengingat yaitu repetisi atau pengulangan, latihan atau praktik, review dan mnemonik.
2.14.2    Menggabungkan (integration).
Menggabungkan merupakan suatu aktivitas dalam pembelajaran generatif dimana peserta didik menggabungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Hal tersebut bertujuan mentransformasi informasi ke dalam bentuk yang lebih mudah diingat. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mentranformasi informasi diantaranya yaitu paraphrasing atau mengoutline dengan bentuk naratif, summarizing atau menceritakan kembali konten pelajaran agar dapat menginterpretasikan atau menjelaskan dengan baik, issue tress atau memetakan isu kedalam pohon peta konsep, generating questions yaitu membuat contoh atau pertanyaan terkait materi pembelajaran, dan generating analogies yakni membuat analogi yang dapat memudahkan proses integrasi.


2.14.3    Mengolah (organization).
Proses mengolah merupakan salah satu sintak dari pembelajaran generatif dimana melibatkan peserta didik untuk menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan gagasan dan konsep baru dalam pembelajaran dengan cara yang sistematis. Dalam melakukan pengolahan ada beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya yaitu menganalisis pokok atau kata kunci dari suatu gagasan, menggaris bawahi suatu gagasan, mengakategorikan, menandai atau mengelompokan, dan pemetaan konsep.
2.14.4    Memerinci (elaboration).
Memerinci merupakan suatu aktivitas peserta didik dalam menghubungkan materi baru dengan informasi atau gagasan yang sudah mereka miliki sebelumnya. Elaborasi sendiri bertujuan untuk menambah gagasan ke dalam informasi yang baru. Adapun beberapa teknik dalam melakukan elaborasi diantaranya yaitu membuat gambar mental atau diagram fisik, free writing atau kegiatan menulis bebas, elaborasi kalimat, tampilan visual atau slide ataupun berupa majalah dinding.
Dalam mengimplementasikan beberapa elemen dasar tersebut diperlukan beberapa langkah atau tahapan pembelajaran yang terstruktur. Menurut Osborne dan Cosgrove (dalam Sofyanto, 2013) bahwa tahapan penerapan model pembelajaran generatif dapat dijabarkan sebagai berikut ini.
2.14.1    Tahap pendahuluan atau eksplorasi yaitu suatu aktivitas guru dalam membimbing peserta didik untuk melakukan eksplorasi terhadap suatu pengetahuan, idea tau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman kehidupan sehari-hari atau pemahaman pembelajaran sebelumnya. Guru harus berperan aktif dalam memberikan stimulus sehingga peserta didik pun dapat berperan aktif dalam bertanya yang kemudian peserta didik didorong untuk menciptakan iklim diskusi tentang fakta atau gejala yang diselidiki atau amati. Dalam proses diskusi guru berperan sebagai fasilitator untuk mengantarkan peserta didik dalam mengidentifikasi konsep yang selanjutnya dikembangkan menjadi rumusan masalah, dugaan serta hipotesis. Tahap ini juga disebut the preliminary step atau tahap persiapan.
2.14.2    Tahap pemfokusan (the focus step) merupakan suatu tahap dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis. Guru sebagai fasilitator memberikan berbagai pelayanan kepada peserta didik seperti menyediakan berbagai sumber, memberikan bimbingan, LKS dan lain sebagainya dalam upaya menciptakan proses ilmiah peserta didik. Tugas yang diberikan harus didesain semenarik mungkin sehingga memberikan peluang dan merangsang peserta didik untuk menguji hipotesisnya dengan caranya. Penyelesaian tugas dapat dilakukan secara berkelompok kecil dengan beranggotakan 2 sampai 4 orang sehingga peserta didik dapat berinteraksi dalam meningkatkan sikap ilmuwan.
2.14.3    Tahap tantangan atau tahap pengenalan konsep (the challenge step) dilakukan setelah peserta didik memperoleh data yang selanjutnya menyimpulkan dan menulis dalam lembar kerja siswa. Peserta didik mempresentasikan penemuannya melalui diskusi kelas secara bergantian dalam menciptakan iklim tukar pengalaman dan melatih peserta didik dalam menyampaikan ide, kritik, saran, berdebat dan toleran terhadap perbedaan pendapat. Setelah diskusi berakhir peserta didik memperoleh kesimpulan dan pemantapan konsep yang benar dengan proses kognitif yaitu terjadinya asimilasi dan akomodasi. Proses mental asimilasi tersebut terjadi apabila konsepsi peserta didik sesuai dengan konsep benar menurut data eksperimen, sedangkan akomodasi terjadi karena konsepsi peserta didik sesuai dengan data empiris. Guru berperan dalam pemberian pemantapan konsep dan latihan soal agar peserta didik benar-benar memahami konsep matematika yang diajarkan.
2.14.4    Tahap penerapan konsep atau tahap aplikasi (the application step) merupakan tahap terakhir dalam pembelajaran generatif dimana peserta didik diajak untuk memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya dan konsep benar dalam situasi baru yang berkaitan dengan hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tahap penerapan konsep, guru memberikan beberapa soal yang kuantitas dan kualitasnya sudah ditentukan berdasarkan tingkatan sehingga melatih kembali pemahaman konsep matematis peserta didik. Dengan tahapan ini diharapkan materi pembelajaran dapat masuk kedalam ingatan jangka panjang peserta didik.




















BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
Pendekatan investigatif merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Secara bahasa investigatif berasal dari kata investigasi yang artinya penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dsb, dengan tujuan mempereoleh jawaban atas pertanyaan (tt. peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dsb). Dengan demikian pendekatan investigatif merupakan pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengontruksi pengetahuannya melalui beberapa rangkaian kegiatan investigasi dalam usaha pencarian dan pembentukan suatu konsep matematika dan dapat dilakukan secara berkelompok. Adapun teori-teori dalam pendekatan investigasi yang melandasi diantaranya, teori konstruktivisme, teori Ausubel, teori Vygotsky dan teori Brunner.
Menurut Osborn dan Wittrock pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya. Pengetahuan baru tersebut akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab permasalahan atau gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan yang terjadi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka panjang. Langkah-langkah pembelajaran pada model pembelajaran generatif meliputi mengingat, menggabungkan, mengolah, dan merinci. Sedangkan tahapannya meliputi, tahapan pendahuluan atau eksplorasi, tahapan pemfokusan, tahapan tantangan, dan tahapan penerapan konsep atau tahap aplikasi.


3.2     Saran
Pendekatan pembelajaran investigatif dan pembelajaran generatif dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar dalam aplikasinya memerlukan kesiapan untuk bisa mengkonstruksi pengetahuan kepada peserta didik melalui berbagai proses diantaranya yakni pemecahan masalah. Dengan demikian diharapkan guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus tutor atau fasilitator bagi para peserta didik. Selain itu guru juga harus mampu memberikan motivasi, semangat dan membantu peserta didik dalam menguasai konsep dalam pembelajaran. Dalam sudut lain peserta didik juga harus siap dalam menerima lingkungan belajar yang telah dirancang oleh guru sehingga mampu menjalani setiap tahapan pembelajaran dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.


















DAFTAR PUSTAKA

Amelia, M. (2010). Pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan koneksi matematis siswa. [Online]. Diakses dari: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5458/1/MIMIN%20MINARNI%20AMELIA-FITK.

Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif). Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.
Dika, A. (2013). Model pembelajaran generatif. [Online]. Diakses dari: http://tutorial-seo-bloger.blogspot.com/2013/02/model-pembelajaran-generatif.html.
Huda, M. (2013). Model-model pengajaran dan pembelajaran: Isu-isu metodis dan paradigmatis. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Hulukati, E. (2013). Mengembangkan kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematika siswa SMP melalui model pembelajaran generatif. Bandung: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. [Online]. Diakses dari: http://digilib.upi.edu/digitalview.php?digital_id=1773.
Lidnillah, D.A.M. (2009). Investigasi matematika dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. [Online]. Diakses dari: http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/PENDIDIKAN_DASAR/Nomor_11-April_2009/INVESTIGASI_MATEMATIKA_DALAM_PEMBELAJAR AN_MATEMATIKA_DI_SEKOLAH_DASAR.pdf.
Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rusman. (2014). Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sofyanto. (2013). Model pembelajaran generatif. [Online]. Diakses dari: http://www.guraru.org/guru-berbagi/model-pembelajaran-generatif/.
Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...