PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING)
DAN PENDEKATAN OPEN-ENDED
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.
Maharani
Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penyusun mampu menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, para keluarganya, sahabatnya,
tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas dari mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika. Penulisan ini ini
bertujuan sebagai sumber informasi mengenai “Pendekatan Pembelajaran Berbasis
Masalah dan Pendekatan Open-Ended” dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Maulana, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Model-model Pembelajaran Matematika yang senantiasa
memberikan bimbingan dan ilmunya serta memberikan tugas untuk belajar secara
kooperatif. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari
segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena
itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami
dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami
khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir
kata kami ucapkan terima kasih.
Sumedang, 9
Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)............................... 4
2.2 Landasan
Teori Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)................... 5
2.3 Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)....................... 7
2.4 Tujuan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)................................. 9
2.5 Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah...........
10
2.6 Fase
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)..................................... 11
2.7 Implementasi
Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD...
12
2.8 Sejarah
Pendekatan Open-Ended.....................................................
14
2.9 Konsep
Pendekatan Open-Ended....................................................
14
2.10 Teori
Belajar yang Mendukung Pendekatan Open-Ended............... 15
2.11 Karakteristik
Pendekatan Open-Ended............................................
18
2.12 Masalah
dalam Pendekatan Open-Ended.........................................
18
2.13 Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Open-Ended..................... 20
2.14 Langkah-langkah
Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended 21
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan...........................................................................................
23
3.2 Saran.................................................................................................
24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Proses pembelajaran telah mengalami berbagai
perubahan paradigma. Pembelajaran matematika sendiri kini berada pada paradigma
konstruktivisme dimana pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan pengetahuan yang
mengedepankan hasil, konstruksi dan interaksi. Hal tersebut menjadikan peserta
didik sebagai pusat atau subjek pembelajaran yang biasa disebut sebagai
pembelajaran student center yang
mengedepankan bahwa peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya
sendiri. Sehingga pada akhirnya guru yang berperan sebagai fasilitator berusaha
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mempunyai nilai kebermaknaan
bagi peserta didik.
Pemilihan pendekatan pembelajaran merupakan salah
satu cara dalam mengimplementasikan pembelajaran konstruktivisme tersebut.
Sehingga pendidik harus mampu memilih pendekatan yang sesuai dan pembelajaran
dapat memacu semangat setiap peserta didik untuk terlibat aktif dalam
pengalaman belajarnya. Pendidik atau guru sebagai pemegang kunci dalam
pembelajaran harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan
peserta didik menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas dan belajar
sepanjang hayat.
Beberapa hal tersebut mendasari perlunya guru atau
calon guru memahami pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan pendekatan open-ended yang dapat membantu
pencapaian tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian, pemahaman terhadap
suatu pendekatan baik secara konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan
pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan open ended diperlukan oleh guru atau calon guru agar dalam
implementasinya dapat tercapainya suatu tujuan pembelajaran seefisien dan
efektif mungkin.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Bagaimana hakikat dari pendekatan pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning)
dalam pembelajaran matematika?
1.2.2
Apa yang menjadi landasan teori dari pendekatan pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.3
Bagaimana karakteristik dari pendekatan pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.4
Apa tujuan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.5
Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran
berbasis (Problem Based Learning)?
1.2.6
Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari
pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning)?
1.2.7
Bagaimana implementasi dari pendekatan pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning)
dalam pembelajaran matematika di SD?
1.2.8
Bagaimana sejarah dari pendekatan pembelajaran Open-Ended?
1.2.9
Bagaimana konsep pendekatan pembelajaran Open-Ended dalam pembelajaran matematika?
1.2.10 Apa yang menjadi landasan teori belajar
yang mendukung pendekatan Open-Ended?
1.2.11 Bagaimana karakteristik dari
pendekatan Open-Ended?
1.2.12 Apa saja yang permasalahan dalam
pendekatan Open-Ended?
1.2.13 Apa saja kelebihan dan kekurangan
dari pendekatan Open-Ended?
1.2.14 Bagaimana tahapan atau
langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan Open-Ended?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui serta memahami hakikat dari pendekatan pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning).
1.3.2
Untuk memberikan gambaran informasi mengenai landasan teori
dari pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning)?
1.3.3
Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning).
1.3.4
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai tujuan
pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1.3.5
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan
dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
1.3.6
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai langkah-langkah
dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
1.3.7
Untuk memberikan informasi mengenai implementasi dari
pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) dalam pembelajaran matematika di SD.
1.3.8
Memberikan informasi mengenai sejarah pendekatan Open-Ended.
1.3.9
Memberikan informasi mengenai konsep pendekatan Open-Ended.
1.3.10 Untuk memberikan informasi mengenai landasan
teori dar pendekatan Open-Ended.
1.3.11 Untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik dari pendekatan Open-Ended.
1.3.12 Untuk memberikan informasi mengenai
permasalahan dalam pendekatan Open-Ended.
1.3.13 Untuk memberikan informasi mengenai kelebihan
dan kelemahan dari pendekatan Open-Ended.
1.3.14 Untuk memberikan informasi mengenai tahapan
atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan Open-Ended.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu
bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan kepada paradigma
pembelajaran konstruktivisme. Sehingga pada pembelajaran berbasis masalah
orientasinya mengacu kepada proses belajar terpusat pada siswa (student centered learning). Menurut Aqib
(2015, hlm. 14) problem based learning
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari materi pelajaran. Sehingga pada pelaksanaannya kegiatan
pembelajaran diawali dengan masalah sebagai stimulus. Masalah ditujukan untuk
menumbuhkan kesadaran bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru
dengan syarat harus mampu memecahkan permasalahan. Masalah disini mampu
mendorong keseriusan, inquiry, dan
berpikir dengan cara yang bermakna dan sangat kuat.
Pada awalnya Problem
Based Learning merupakan model pembelajaran yang pertama kali dipopulerkan
pada dunia pendidikan kedokteran sejak tahun 1970. PBL berfokus kepada
penyajian suatu masalah baik berupa kenyataan atau sekedar simulasi yang
diberikan kepada peserta didik untuk mencari pemecahannya melalui serangkaian
penelitian yang berlandaskan kepada teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya
dari berbagai bidang ilmu. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah ini
merupakan pendekatan yang menjadikan masalah sebagai fokus dan stimulus serta
pemandu proses pembelajaran. Siregar dan Nara (2010, hlm. 120) menegaskan bahwa
pendekatan belajar berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar dimana
masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Oleh karena itu guru dalam
peranannya hanya sebagai fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran.
Pendekatan ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk berpikir
kritis dan analitis serta menemukan dan menggunakan sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah berkaitan
dengan penggunaan intelegensi dari dalam diri peserta didik yang berada dalam
sebuah kelompok orang atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna,
relevan dan kontekstual. Menurut Tan (dalam Rusman, 2014, hlm. 229)
pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam
PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja
kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa memberdayakan, mengasah,
menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah biasanya
berkaitan erat dengan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) atau biasa disebut dengan metode ilmiah. Menurut
Majid (2015, hlm. 212) problem solving bukan
hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir
karena dalam problem solving dapat
menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada
penarikan kesimpulan. Namun pada kenyataannya pembelajaran berbasis masalah
memuat pembentukan masalah yang menuntut penyelesaian sehingga pembelajaran
berbasis masalah tidak hanya ditujukan kepada problem solving melainkan juga pada problem posing atau pembentukan masalah yang kemudian diselesaikan.
Kesimpulannya bahwa pembelajaran berbasis masalah yaitu pendekatan yang
menyajikan masalah dan menuntut pemecahan masalah melalui proses berpikir
tingkat tinggi atau keterampilan matematis peserta didik.
2.2
Landasan
Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Teori
yang melandasi pembelajaran berbasis masalah yaitu teori konstruktivisme dengan
ciri-ciri tertentu diantaranya yaitu pemahaman diperoleh dari interaksi dengan
skenario permasalahan dan lingkungan belajar, pergulatan dengan masalah dan
proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi
belajar, dan pengetahuan baru terbentuk melalu proses kolaborasi negosiasi
sosial dan evaluasi terhadap keberadaan suatu sudut pandang. Menurut Rusman
(2014, hlm. 244) “Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori
belajar lainnya yang melandasi pendekatan PBM”. Adapun beberapa teori yang
melandasi pembelajaran berbasis masalah yakni sebagai berikut ini.
2.2.1
Teori belajar bermakna
dari David Ausubel.
Teori
belajar Ausubel membedakan antara belajar bemakna dengan belajar menghafal.
Belajar bermakna sendiri merupakan proses belajar dimana informasi baru
dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang
sedang belajar. Sehingga pembelajaran berbasis masalah berlandaskan kepada
teori belajar bermakna dari David Ausubel karena mengaikan konsep atau
informasi baru dengan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah dimiliki
peserta didik.
2.2.2
Teori belajar Vigotsky.
Pembelajaran
berbasis masalah mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh peserta didik melalui pembelajaran dalam interaksi sosial dengan
teman lainnya. Hal tersebut menandai bahwa PBL berlandaskan pada teori belajar
Vigotsky yang berpandangan bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat
individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta pada saat
seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya
mendapatkan pemahaman dan pengertian terhadap pembelajaran, peserta didik
berusaha untuk mengaitkan pengetahuan baru mereka dengan bekal pengetahuan awal
sehingga terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan baru. Selain itu teori
belajar Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan rekan belajar memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
2.2.3
Teori belajar Jerome S.
Brunner.
Pembelajaran
berbasis masalah ditujukan kepada pembangunan pengetahuan berdasarkan proses discovery learning hal tersebut
berlandaskan pada teori belajar Brunner. Metode penemuan merupakan metode di
mana peserta didik menemukan kembali suatu pengetahuan namun memunculkan rasa
kepuasan peserta didik karena telah menemukan suatu pengetahuan baru seperti
rasanya para peneliti. Pembelajaran sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia dan berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta
didukung oleh pengetahuan yang benar-benar bermakna. Selain itu konsep scaffolding digunakan pula oleh Brunner dan
interaksi sosial baik didalam maupun diluar kelas. Scaffolding merupakan suatu konsep yang berisi proses untuk
membantu peserta didik menuntaskan masalah tertentu melmpaui kapasitas
perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang mempunyai
kemampuan lebih.
2.3
Karakteristik
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Seperti
pendekatan pembelajaran lainnya bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki
beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas dari pendekatan ini. Adapun
beberapa karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis masalah yang telah
dirangkum dari beberapa sumber sebagai berikut ini.
2.3.1
Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2.3.2
Permasalahan yang
diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur dan
membutuhkan perspektif ganda (multiple
prespective).
2.3.3
Permasalahan menantang pengetahuan
yang dimiliki oleh peserta didik, sikap dan kompetensi yang kemudian
membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
2.3.4
Belajar pengarahan diri
menjadi hal yang utama.
2.3.5
Pemanfaatan sumber
pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan
proses yang esensial dalam PBM.
2.3.6
Belajar adalah
kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
2.3.7
Pengembangan
keterampilan inquiry dan pemecahan
masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi
dari sebuah permasalahan.
2.3.8
Keterbukaan proses
dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
2.3.9
PBM melibatkan evaluasi
dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Selain
karakteristik pembelajaran berbasis masalah sendiri tentunya tidak terlepas
pula dari karakteristik serta jenis masalah yang dapat digunakan. Pada dasarnya
kompleksitas masalah yang digunakan disesuaikan dengan latar belakang dan
profil peserta didik. Desain masalah yang dapat digunakan dalam pembelajaran
berbasis masalah memiliki ciri sebagai berikut ini (Rusman, 2014, hlm. 238).
2.3.1
Karakteristik masalah
meliputi masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum,
tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah disesuaikan, masalah memiliki kaitan
dengan disiplin ilmu, keterbukaan masalah sebagai produk akhir.
2.3.2
Konteks masalah
meliputi masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen
baru.
2.3.3
Sumber dan lingkungan
belajar meliputi masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara
kolaboratif, independen untuk bekerjasama, adanya bimbingan dalam proses
memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi, dan hal
lain yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
2.3.4
Presentasi masalah
meliputi penggunaan media sebagai pendukung dalam menampilkan suatu
permasalahan.
Menurut
Adjie dan Maulana (2006, hlm. 7) permasalahan yang kita hadapi dapat dibedakan
menjadi masalah yang berhubungan dengan translasi, masalah aplikasi, masalah
proses dan masalah teka-teki. Masalah translasi merupakan masalah kehidupan
sehari-hari yang untuk menyelesaikannya memerlukan translasi (perpindahan) dari
bentuk verbal ke bentuk matematika. Masalah aplikasi yaitu masalah yang
memerlukan penyelesaian dengan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari
pada matematika. Masalah proses yaitu masalah yang biasanya ditujukan untuk
menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam
menyelesaikan masalah. Masalah teka-teki yaitu masalah dengan maksud rekreasi
dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif
dalam pembelajaran matematika.
2.4
Tujuan
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pendekatan
pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa tujuan yang dapat diperoleh.
Menurut Barrows, Tambblyn dan Engel (dalam Siregar dan Nara, 2010, hlm. 121) problem based learning dapat
meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal berikut ini.
2.4.1
Adaptasi dan
partisipasi dalam suatu perubahan.
2.4.2
Aplikasi dari pemecahan
masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang.
2.4.3
Pemikiran yang kreatif
dan kritis dan kemajuan mengarahkan diri.
2.4.4
Adopsi data holistik
untuk masalah-masalah dan situasi-situasi.
2.4.5
Apresiasi dan beragam
cara pandang.
2.4.6
Kolaborasi tim yang
sukses dan kemampuan dalam kepemimpinan.
2.4.7
Identifikasi dalam
mempelajari kelemahan dan kekuatan.
2.4.8
Kemampuan komunikasi
yang efektif.
2.4.9
Uraian dasar-dasar atau
argumentasi pengetahuan.
2.4.10 Pemanfaatan
sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.
2.5
Kelebihan
dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).
Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, pembelajaran
berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun beberapa
kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut ini.
2.5.1
Menantang kemampuan
peserta didik dan memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru baginya.
2.5.2
Meningkatkan motivasi
dan aktivitas pembelajaran peserta didik.
2.5.3
Membantu mentransfer
pengetahuan untuk memahami dunia nyata.
2.5.4
Membantu peserta didik
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
dilakukan.
2.5.5
Mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
2.5.6
Memberikan kesempatan
bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam
dunia nyata.
2.5.7
Mengembangkan minat
peserta didik untuk belajar secara terus menerus (long life education).
2.5.8
Memudahkan peserta
didik dalam menguasai konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia
nyata.
Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran berbasis
masalah tentunya memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan pembelajaran berbasis
masalah diantaranya yaitu sebagai berikut.
2.5.1. Pembelajaran
berbasis masalah tidak dapat diterapkan dalam setiap materi pelajaran dan lebih
cocok pada pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu berkaitan dengan
pemecahan masalah.
2.5.2. Pembelajaran
berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga dikhawatirkan
tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan.
2.5.3. Peserta
didik yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk
mencobanya.
2.6
Fase
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah dalam pelaksanaannya
memerlukan suatu langkah yang sistematis dan menjadi ciri khas dari
pembelajaran itu sendiri. Adapun beberapa sintaks dari pembelajaran berbasis
masalah seperti yang termuat dalam Aqib (2015, 13) yang dapat disajikan dalam
tabel berikut ini.
Tabel
2.1 Fase/Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase-Fase
|
Perilaku Guru
|
1. Orientasi
siswa kepada masalah.
|
Menjelaskan tujuan
dan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat aktif pada
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
|
2. Mengorganisasikan
siswa untuk belajar.
|
Membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
|
3. Membimbing
penyelidikan atau pengalaman individu dan kelompok.
|
Mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
|
4. Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
|
Membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu peserta didik untuk berbagi tugas
dengan temannya.
|
5. Menganalisa
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
|
Memnbantu peserta didik untuk
melakukan refleksi serta mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari dan proses yang digunakan, meminta kelompok presentasi hasil
kerja.
|
Selain
beberapa fase yang terjadi dalam pembelajaran berbasis masalah diperlukan
beberapa langkah pemecahan masalah itu sendiri. Menurut George Polya (dalam
Suwangsih dan Tiurlina, 2010, hlm. 129) dalam pemecahan suatu masalah terdapat
empat langkah yang harus dilakukan yaitu memahami masalah, merencanakan
pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, memerika
kembali hasil yang diperoleh (looking
back). John Dewey (dalam Sanjaya, 2006, hlm. 215) menegaskan bahwa terdapat
enam langkah dalam metode pemecahan masalah yaitu merumuskan masalah,
menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian
hipotesis, dan merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.
2.7
Implementasi
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah
sama halnya dengan melakukan kegiatan pembelajaran lainnya yang dibagi dalam
tiga kegiatan yakni kegiatan awal, inti dan penutup. Pada kegiatan awal
biasanya guru mengondisikan peserta didik dan menyampaikan tujuan pembelajaran
serta mengantarkan peserta didik pada topik yang akan dibahas. Selanjutnya
pokok dari kegiatan pembelajaran berada pada kegiatan inti sebagai proses
dimana guru bersama peserta didik menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam
suatu pembelajaran, untuk selanjutnya peserta didik dibagi kedalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok meninjau serta menganalisis masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang. Untuk kemudian dilanjutkan dengan memberikan
kesempatan kepada setiap kelompok untuk memecahkan masalah atau melakukan
kegiatan inquiry pemecahan masalah
tersebut berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Disini guru berperan sebagai
pembimbing peserta didik apabila mengalami kesulitan.
Masih dalam kegiatan inti, untuk selanjutnya guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan atau mempresentasikan hasil
penyelesaian masalah dan saling bergantian antara kelompok yang
mempresentasikan dengan yang menanggapi. Sebagai fasilitator guru memberikan
penguatan terhadap jawaban peserta didik untuk mecari jawaban yang paling
efektif. Sehingga kegiatan inti ini diakhiri dengan pengambilan suatu
kesimpulan bersama antara guru dengan murid tentang materi yang telah
diajarkan.
Pada kegiatan akhir biasanya guru dapat memberikan
soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik. akan lebih baik
jika guru membahas evaluasi tersebut dan menyimpulkan kembali hasil
pembelajaran. Untuk kemudian guru memberikan refleksi mengenai materi yang
telah dipelajari dan menginformasikan materi yang akan dipelajari.
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa guru
memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran berbasis masalah.
Adapun beberapa peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah seperti yang
diungkapkan Rusman (2014, hlm. 234) yakni menyiapkan perangkat berpikir siswa,
menekankan belajar kooperatif, memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam
pembelajaran berbasis masalah dan melaksanakan pembelajaran berbasis masalah.
Menyiapkan perangkat pembelajaran diantaranya membantu peserta didik mengubah
cara berpikir, menjelaskan pengertian dan pola dengan PBM, serta memberikan
ikhtisar siklus PBM dilengkapi struktur dan batasan waktu juga
mengkomunikasikan tujuan, hasil dan harapan, juga menyiapkan peserta didik
untuk menghadapi kesulitan yang akan datang dan membantu siswa merasa memiliki
masalah. Hal tersebut sangat penting dilakukan terutama kepada peserta didik
yang belum memahami pembelajaran berbasis masalah.
Peran guru selanjutnya yaitu menekankan belajar
koopeartif merupakan penciptaan lingkungan belajar PBM secara berkelompok
sehingga peserta didik belajar bahwa bekerja dalam tim dan berkolaborasi
sangatlah penting sebagai pengembangan kognitif yang berguna meneliti
lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan menganalisis data penting
serta mengelaborasi solusi. Sehingga dari hal tersebut guru juga mempunyai
peranan lanjutan yakni harus bisa memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil
dalam pembelajaran berbasis masalah. Guru juga mempunyai peranan dalam
melaksanakan kegiatan PBM yakni dengan mengelola lingkungan belajar untuk
mendorong penyatuan ide dan perlibatan peserta didik dalam masalah.
2.8
Sejarah
Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended merupakan salah satu upaya
inovasi pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli
pendidikan matematika Jepang. Menurut Nohda (Amiruddin, dkk., 2012) pendekatan
ini lahir sekiatar 20 tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya.
Munculnya pendekatan ini sebagai suatu respon atas pendidikan matematika
sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal
teaching), dimana guru menjelaskan konsep baru de depan kelas kepada
peserta didik, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal.
Pendekatan ini berkembang pesat sampai di Amerika dan
eropa yang selanjutnya dikenal dengan istilah open-ended problem solving.
Di Eropa, terutama di negara-negara seperti Belanda pendekatan pembelajaran ini
mendapat perhatian luas seiring dengan terjadinya tuntutan pergeseran paradigma
dalam pendidikan matematika di sana. Di klaim bahwa pembelajaran matematika
merupakan “human activities”, baik mental atau fisik berdasarkan “real
life” dengan mengambil landasan Konstruktivisme Radikal Modern. (Maulana,
dalam Amirudin, dkk., 2012).
2.9
Konsep
Pendekatan Open-Ended
Pendekatan open-ended
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai
dengan cara mereka sendiri. Menurut Shimada (Zahrotusshobah, 2010), pendekatan open-ended
adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki
kebenaran penyelesaian masalah lebih dari satu, sehingga dapat memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam menyelesaikan masalah melalui berbagai cara yang berbeda.
Menurut Suryadi (Ali, dkk.,
2007) masalah yang diformulasikan dengan sedemikian hasilnya disebut masalah open-ended.
Ketika peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah yang menuntut mereka untuk
mengembangkan metode dan cara berbeda dalam upaya memperoleh jawaban yang
bersifat open-ended. Peserta didik tidak hanya menentukan jawaban yang
benar atas soal permasalahan yang diberikan, melainkan mereka dituntut juga
untuk menjelaskan bagaimana caranya sampai pada jawaban yang benar tersebut.
Masalah yang bisa diangkat sebagai materi pembelajaran dapat diperoleh dari
masalah yang terdapat pada kehidupan sehari-hari atau masalah-masalah yang
dapat dipahami oleh pikiran peserta didik. Melalui masalah itu peserta didik
akan dibawa kepada konsep matematika melalui reinvention atau melalui discovery.
Menurut Nohda (Kusmiyati, 2007)
bahawa tujuan pembelajaran open-ended yaitu membawa peserta didik lebih
mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematisnya melalui probelm
solving secara simultan. Penggunaan pendekatan open-ended dalam pembelajaran
matematika itu sendiri melalui pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput dari yang namanya masalah.
Masalah sangat beragam jenisnya tergantung pada sudut pandang seseorang
menyikapi masalah tersebut. Setiap masalah harus tahu bagaimana cara
menyelesaikannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan beberapa informasi atau
data yang bisa menjadi indikator dari permasalahan tersebut.
2.10 Teori Belajar yang
Mendukung Pendekatan Open-Ended
Pendekatan open-ended sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan
pada aktifitas belajar peserta didik dalam pemecahan masalah berpijak pada
beberapa teori belajar sebagai berikut ini.
2.10.1
Teori belajar kognitif.
Pada proses pembelajaran menggunakan teori kognitif lebih mengutamakan
proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar merupakan suatu
kegiatan yang berkaitan dengan penataan informasi dan reorganisasi perseptual
yang berlangsung dalam proses internal. Menurut Piaget (Budiningsih, 2012),
pada umumnya seorang peserta didik akan memperoleh kecakapan intelektual
melalui proses pencarian keseimbangan antara apa yang mereka ketahui dan mereka
rasakan dengan apa yang mereka lihat pada situasi baru sebagai suatu pengalaman
atau permasalahan. Apabila peserta didik mampu mengatasi permasalahan pada
situasi baru tersebut, maka keseimbangan mereka tidak akan terganggu, dan jika
tidak maka ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Pendapat lain dari Piaget (Sagala, 2006) bahwa
terdapat dua proses yang terjadi dalam perkembangan kognitif peserta
didik,yaitu asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi bisa diartikan sebagai
proses penyesuaian informasi baru dengan apa yang telah diketahui, sedangkan
dalam proses akomodasi peserta didik membangun kembali atau mengubah apa yang
telah diketahui sebelumnya sehingga memunculkan pengetahuan baru yang lebih
berkembang. Menurut ausubel (Budiningsih, 2012), “Belajar seharusnya merupakan
kegiatan yang bermakna bagi peserta didik. Materi yang dipelajari,
diasimilasikan, dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta
didik dalam bentuk struktur kognitif”. Gagasan dikembangkan oleh Ausubel dan
kemudian kita kenal dengan proses pembelajaran yang bermakna.
2.10.2
Teori belajar konstruktivisme.
Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah ada dan orang lain tinggal menerimanya, tetapi
pengetahuan lebih diartikan sebagai suatu pembentukan kognitif oleh peserta
didik terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Apabila siswa belajar
secara kooperatif dalam suasana dan lingkungan yang mendukung proses
pembelajaran maka proses pembelajaran tersebut akan menjadi lebih efisien dan
efektif, serta adanya bimbingan seorang guru. berkaitan dengan pembelajaran,
Vygotsky (Slavin, 2008) mengemukakan empat prinsip pembelajaran kontrukstivis.
Percakapan pribadi, dapat diartikan sebagai suatu mekanisme untuk mengubah
pengetahuan bersama menjadi pengetahuan pribadi.
Zona perkembangan proksimal, pembelajaran ini
terjadi ketika peserta didik bekerja dalam zona perkembangan
proksimalPerancahan, bisa diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh teman
atau orang dewasa yang berkompeten. Menurut Rosenshine & Meister (Slavin,
2008), perancahan berarti menyediakan banyak dukungan kepada peserta didik
selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukungan dan
meminta peserta didik tersebut untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar
ketika ia dianggap sudah sanggup. Pembelajaran kerja sama, proses
pembelajaran ini akan selalu menuntut peserta didik untuk bekerja sama dengan
yang lainnya. Kerja sama inilah yang sangat membantu mereka dalam belajar dan
nilai interaksi dengan sesama teman akan dapat memajukan peserta didik dalam tingkat
pemikiran mereka.
2.10.3
Teori belajar humanistik.
Proses ini ditujukan untuk kepentingan manusia. Pada dasarnya teori
belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya adalah untuk membantu manusia
dalam memahami serta mengaktualisasikan diri. Taksonomi bloom merupakan
salahsatu hasil dari teori humanistik. Dalam penerapannya, taksonomi Bloom ini
telah banyak membantu para prakatisi pendidikan
dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai serta
program-program pembelajarannya.
Taksonomi bloom terdiri dari tiga aspek, yakni
kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sinstesis), psikomotor
(peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, naturalisasi), dan afektif (pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, dan
pengalaman). Semua komponen pembelajaran, termasuk tujuan, perencanaan, proses
dan hasil pembelajaran diarahkan untuk membentuk manusia yang ideal dan manusia
yang dicitak-citakan, yaitu manusia yang juga mampu mengaktualisasikan diri
dengan optimal. Penerapan teori humanistik dalam pembelajaran mengarahkan
peserta didik untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.
2.11 Karakteristik
Pendekatan Open-Ended
Nohda (dalam Afgani, 2014) merumuskan karakteristik yang mendasari
pendekatan open-ended adalah sifat terbuka atau keterbukaan. Menurutnya,
dalam pendekatan pembelajaran open-ended terdapat tiga hal mendasarinya
(Afgani, 2014). Proses nya terbuka, maksud dari proses ini adalah peserta didik
mampu menyelesaikan berupa soal-soal mengenai masalah matematika yang diberikan
oleh guru. Hasil akhirnya terbuka ini berarti masalah matematika berupa soal
memiliki banyak tipe jawaban soal yang banyak. Dan cara pengembangan
lanjutannya terbuka artinya bahwa ketika peserta didik telah selesai
menyelesaikan masalah, mereka dapat mengembangkan masalah yang baru dengan
mengubah kondisi masalah yang ada di awal.
2.12 Masalah dalam
Pendekatan Open-Ended
Pada pembelajaran melalui
pendekatan open-ended, hal utama dalam alat pembelejaran adalah masalah. Untuk
mengkondisikan peserta didik agar dapat memberikan reaksi terhadap situasi
masalah yang diberikan berbentuk open-ended tidaklah mudah. Biasanya masalah
yang digunakan merupakan masalah non-rutin, yakni masalah yang dikonstruksi
sedemikian hingga peserta didik tidak serta merta dapat menentukan konsep
matematika prasyarat dan algoritma penyelesaiannya. Shimada & Becker (Afgani,
2014) mengemukakan bahwa, secara umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat
diberikan, “Menemukan pengaitan, pengklasifikasian, dan pengukuran”. Menemukan
hubungan, hal ini peserta didik diberikan sebuah fakta-fakta kemudian
fakta-fakta tersebut dikaitkan hingga peserta didik dapat menemukan hubungan
diantara kedua fakta yang telah diberikan.
Mengklasifikasi, peserta didik
diberikan pertanyaan untuk mengklasifikasikan berdasarkan karakteristik yang
berbeda dari objek untuk memformulasikan ke dalam beberapa konsep matematika.
Pengukuran, peserta didik diminta untuk menentukan ukuran-ukuran numerik dari
suatu kejadian. Peserta didik juga diharapkan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan matematika yang telah dipelajarinya. Adapun penyajian soalnya dapat
diinovasikan dengan berbagai cara diantaranya, menyajikan suatu permasalahan
melalui situasi fisik yang nyata dimana konsep-konsep matematika dapat diamati
dan dikaji oleh peserta didik. Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian
rupa sehingga peserta didik dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari
variabel dalam persoalan tersebut.
Menyajikan bentuk-bentuk atau
bangun-bangun (geometri) sehingga peserta didik dapat membuat suatu konjektur.
Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga peserta didik dapat menemukan
aturan matematika. Memberikan beberapa contoh nyata dalam kategori sehingga
peserta didik dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan
sifat-sifat yang umum. Dan hadapkan peserta didik pada suatu masalah yang mempunyai
beberapa sifat yang sama. Tugaskan peserta didik untuk menyelesaikannya dan
peserta didik diminta untuk menemukan beberapa kesamaan sifat-sifat yang
mungkin terjadi paling sedikit diantara dua soal yang diberikan.
2.13 Kelebihan dan
Kekurangan Pendekatan Open-Ended
Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan
kepada peserta didik yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu
jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh
peserta didik dalam memecahkan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman
pada peserta didik dalam menentukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan,
keterampilan dan cara berpikkir matematik yang telah diperoleh sebelumnya.
Jika dianalisis berdasarkan
teori-teori yang ada, maka ada beberapa keunggulan dari pendekatan ini antara lain, peserta didik berpartisipasi secara lebih aktif serta
memungkinkan untuk mengekspresikan idenya, peserta didik memiliki kesempatan
lebih banyak menerapkan pengetahuan serta keterampilan matematika secara
komprehensif, peserta didik dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki
kesempatan untuk mengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan dengan
cara mereka sendiri, peserta didik harus dapat membiasakan diri ketika menjawab
pertanyaan, dan peserta didik memiliki banyak pengalaman dari temuan yang
mereka lakukan maupun ketika menjawab permasalahan temannya.
Adapun kelemahan dari
pendekatan open-ended antara lain,
peserta didik sulit untuk membuat atau menyajikan situasi masalah matematika
yang bermakna bagi mereka, sulit juga bagi guru ketika menyajikan masalah
secara sempurna. Seringkali peserta didik menghadapi kesulitan pula dalam
memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan yang diberikan,
peserta didik yang pandai seringkali merasa tidak yakin atau cemas ketika
jawaban yang mereka berikan tidak memuaskan karena jawabannya bersifat bebas
(terbuka), terdapat kecenderungan bahwa peserta didik merasa kegiatan belajar
mereka tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan
kesimpulan secara tepat dan jelas. Namun dari kelemahan tersebut tidak perlu
dijadikan permasalahan yang serius. Jangan sampai calon guru terlalu fokus pada
kelemahannya sehingga keberatan untuk menerapkan pendekatan ini.
2.14 Langkah-langkah
Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended
Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan open-ended
merupakan kegiatan belajar yang berpusat pada masalah terbuka. Bentuk
penyajiannya dapat berupa soal yang terbuka atau tugas terbuka. Menurut Putra,
dkk. (2012), menyatakan bahwa “Secara konseptual masalah terbuka dalam
pembelajaran matematika adalah masalah atau soal-soal matematika yang
dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak
solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu”. Putra,
dkk. (2012) menegaskan bahwa desain atau tahap-tahap pembelajaran yang dapat
dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan open-ended seperti berikut ini.
2.14.1
Persiapan
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, pertama
kali yang harus dilakukan guru yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) mengenai materi ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dan
membuat pertanyaan-pertanyaan open-ended
problems.
2.14.2
Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya terdapat dua kegiatan yaitu
kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti. Pendahuluan meliputi, pemberian
motivasi yang dilakukan oleh guru untuk menyemangati peserta didik belajar dan
peserta didik menyimaknya. Guru melakukan apersepsi berkaitan dengan materi
yang akan disampaikan untuk melihat sejauh mana pengetahuan awal peserta didik.
Kegiatan inti meliputi proses pembelajaran yang dimulai oleh guru dengan cara
membentuk kelompok, memberikan pertanyaan atau masalah open-ended kepada peserta didik, melakukan diskusi untuk
menyelesaikan masalah tersebut bersama kelompok masing-masing, peserta didik
kemudian menyajikan hasil diskusi dari perwakilan masing-masing kelompok di
depan kelas, setiap kelompok menganalisis jawaban-jawaban yang telah
dikemukakan untuk menemukan jawaban yang lebih efektif, kemudian guru dan
peserta didik menyimpulkan apa yang telah dipelajari.
2.14.3
Evaluasi
Pada tahapan yang terkahir ini, guru memberikan soal
atau pertanyaan open-ended kepada
setiap peserta didik untuk dikerjakan secara individu. Evaluasi sendiri ditukan
sebagai alat mengukur tingkat ketercapaian tujuan yang diharapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Pembelajaran berbasis
masalah merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan
kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Sehingga pada pembelajaran
berbasis masalah orientasinya mengacu kepada proses belajar siswa (student centered learning). Pada pelaksanaannya kegiatan pembelajaran diawali dengan
masalah sebagai stimulus. Masalah ini ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran
bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru dengan syarat harus mampu
memecahkan permasalahan.
Teori yang melandasi pembelajaran berbasis masalah yaitu
teori konstruktivisme dengan ciri-ciri tertentu diantaranya yaitu pemahaman
diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar,
pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi
kognitif yang menstimulasi belajar, dan pengetahuan baru terbentuk melalu
proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan suatu sudut
pandang. Adapun beberapa karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis masalah
yang telah dirangkum dari beberapa sumber diantaranya, permasalahan yang
diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur dan
belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
Pendekatan open-ended
merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai
dengan cara mereka sendiri. Teori yang melandasi pendekatan pembelajaran
open-ended yaitu teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivisme, dan
teori belajar humanisitik.
3.2
Saran
Pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (PBL)
dan pendekatan open-ended dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar dalam aplikasinya memerlukan kesiapan
untuk bisa memecahkan masalah yang diangkat baik itu dari guru maupun peserta
didik. Dengan demikian diharapkan guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus
tutor atau fasilitator bagi para peserta didik. Selain memerlukan pemahaman
terhadap pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan open-ended guru juga harus mampu memberikan motivasi, semangat dan
membantu peserta didik dalam menguasai keterampilan memecahkan masalah dalam
pembelajaran. Selain itu peserta didik juga harus siap dalam menerima
lingkungan belajar yang telah dirancang oleh guru sehingga mampu menjalani
setiap tahapan pembelajaran dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, N.
& Maulana. (2006). Pemecahan masalah
matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.
Afgani, Janawi. (2014). Pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika. Bandung: Tidak diterbitkan.
Ali, Mohammad, dkk. (2007). Ilmu
dan aplikasi pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.
Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif).
Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.
Budiningsih, Asri. (2012). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Putra,
dkk. (2012). Metode pembelajaran
pendekatan “open-ended”. [Online]. Diakses dari: http://kelompokinovatif.blogspot.com/.
Rusman. (2014). Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar
proses pendidikan. Jakarta: Kencana.
Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Slavin, Robert E. (2008). Psikologi
pendidikan teori dan praktik. Jakarta: Indeks.
Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi
Kesatu. Bandung: UPI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar