Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN PENDEKATAN OPEN-ENDED


PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DAN PENDEKATAN OPEN-ENDED

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.


Disusun oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
4.      Maharani Larasati P.   (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat-Nya lah penyusun mampu menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw, para keluarganya, sahabatnya, tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Model-Model Pembelajaran Matematika. Penulisan ini ini bertujuan sebagai sumber informasi mengenai “Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pendekatan Open-Ended” dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Ucapan terimakasih kepada Bapak Maulana, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Model-model Pembelajaran Matematika yang senantiasa memberikan bimbingan dan ilmunya serta memberikan tugas untuk belajar secara kooperatif. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 9 Maret 2016



         Penyusun



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah...................................................................  1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................  2
1.3  Tujuan Pembahasan..........................................................................  3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)...............................   4
2.2  Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)...................   5
2.3  Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).......................   7
2.4  Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).................................   9
2.5  Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah........... 10
2.6  Fase Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)..................................... 11
2.7  Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD... 12
2.8  Sejarah Pendekatan Open-Ended..................................................... 14
2.9  Konsep Pendekatan Open-Ended.................................................... 14
2.10 Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Open-Ended............... 15
2.11 Karakteristik Pendekatan Open-Ended............................................ 18
2.12 Masalah dalam Pendekatan Open-Ended......................................... 18
2.13 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Open-Ended..................... 20
2.14 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended           21
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 23
3.2  Saran................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25


BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran telah mengalami berbagai perubahan paradigma. Pembelajaran matematika sendiri kini berada pada paradigma konstruktivisme dimana pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan pengetahuan yang mengedepankan hasil, konstruksi dan interaksi. Hal tersebut menjadikan peserta didik sebagai pusat atau subjek pembelajaran yang biasa disebut sebagai pembelajaran student center yang mengedepankan bahwa peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Sehingga pada akhirnya guru yang berperan sebagai fasilitator berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mempunyai nilai kebermaknaan bagi peserta didik.
Pemilihan pendekatan pembelajaran merupakan salah satu cara dalam mengimplementasikan pembelajaran konstruktivisme tersebut. Sehingga pendidik harus mampu memilih pendekatan yang sesuai dan pembelajaran dapat memacu semangat setiap peserta didik untuk terlibat aktif dalam pengalaman belajarnya. Pendidik atau guru sebagai pemegang kunci dalam pembelajaran harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan peserta didik menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas dan belajar sepanjang hayat.
Beberapa hal tersebut mendasari perlunya guru atau calon guru memahami pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan pendekatan open-ended yang dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran matematika. Dengan demikian, pemahaman terhadap suatu pendekatan baik secara konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan open ended diperlukan oleh guru atau calon guru agar dalam implementasinya dapat tercapainya suatu tujuan pembelajaran seefisien dan efektif mungkin.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana hakikat dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam pembelajaran matematika?
1.2.2        Apa yang menjadi landasan teori dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.3        Bagaimana karakteristik dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.4        Apa tujuan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.5        Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran berbasis (Problem Based Learning)?
1.2.6        Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.2.7        Bagaimana implementasi dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam pembelajaran matematika di SD?
1.2.8        Bagaimana sejarah dari pendekatan pembelajaran Open-Ended?
1.2.9        Bagaimana konsep pendekatan pembelajaran Open-Ended dalam pembelajaran matematika?
1.2.10    Apa yang menjadi landasan teori belajar yang mendukung pendekatan Open-Ended?
1.2.11    Bagaimana karakteristik dari pendekatan Open-Ended?
1.2.12    Apa saja yang permasalahan dalam pendekatan Open-Ended?
1.2.13    Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan Open-Ended?
1.2.14    Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan Open-Ended?


1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui serta memahami hakikat dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
1.3.2        Untuk memberikan gambaran informasi mengenai landasan teori dari pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)?
1.3.3        Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning).
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai tujuan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
1.3.6        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai langkah-langkah dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
1.3.7        Untuk memberikan informasi mengenai implementasi dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam pembelajaran matematika di SD.
1.3.8        Memberikan informasi mengenai sejarah pendekatan Open-Ended.
1.3.9        Memberikan informasi mengenai konsep pendekatan Open-Ended.
1.3.10    Untuk memberikan informasi mengenai landasan teori dar pendekatan Open-Ended.
1.3.11    Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik dari pendekatan Open-Ended.
1.3.12    Untuk memberikan informasi mengenai permasalahan dalam pendekatan Open-Ended.
1.3.13    Untuk memberikan informasi mengenai kelebihan dan kelemahan dari pendekatan Open-Ended.
1.3.14    Untuk memberikan informasi mengenai tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan Open-Ended.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Hakikat Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Sehingga pada pembelajaran berbasis masalah orientasinya mengacu kepada proses belajar terpusat pada siswa (student centered learning). Menurut Aqib (2015, hlm. 14) problem based learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Sehingga pada pelaksanaannya kegiatan pembelajaran diawali dengan masalah sebagai stimulus. Masalah ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru dengan syarat harus mampu memecahkan permasalahan. Masalah disini mampu mendorong keseriusan, inquiry, dan berpikir dengan cara yang bermakna dan sangat kuat.
Pada awalnya Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang pertama kali dipopulerkan pada dunia pendidikan kedokteran sejak tahun 1970. PBL berfokus kepada penyajian suatu masalah baik berupa kenyataan atau sekedar simulasi yang diberikan kepada peserta didik untuk mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian yang berlandaskan kepada teori, konsep, prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu. Dengan demikian pembelajaran berbasis masalah ini merupakan pendekatan yang menjadikan masalah sebagai fokus dan stimulus serta pemandu proses pembelajaran. Siregar dan Nara (2010, hlm. 120) menegaskan bahwa pendekatan belajar berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah mengendalikan proses belajar mengajar. Oleh karena itu guru dalam peranannya hanya sebagai fasilitator dan pembimbing dalam pembelajaran. Pendekatan ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis serta menemukan dan menggunakan sumber belajar.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah berkaitan dengan penggunaan intelegensi dari dalam diri peserta didik yang berada dalam sebuah kelompok orang atau lingkungan untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual. Menurut Tan (dalam Rusman, 2014, hlm. 229) pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah biasanya berkaitan erat dengan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving) atau biasa disebut dengan metode ilmiah. Menurut Majid (2015, hlm. 212) problem solving bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir karena dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai pada penarikan kesimpulan. Namun pada kenyataannya pembelajaran berbasis masalah memuat pembentukan masalah yang menuntut penyelesaian sehingga pembelajaran berbasis masalah tidak hanya ditujukan kepada problem solving melainkan juga pada problem posing atau pembentukan masalah yang kemudian diselesaikan. Kesimpulannya bahwa pembelajaran berbasis masalah yaitu pendekatan yang menyajikan masalah dan menuntut pemecahan masalah melalui proses berpikir tingkat tinggi atau keterampilan matematis peserta didik.

2.2     Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Teori yang melandasi pembelajaran berbasis masalah yaitu teori konstruktivisme dengan ciri-ciri tertentu diantaranya yaitu pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar, pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, dan pengetahuan baru terbentuk melalu proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan suatu sudut pandang. Menurut Rusman (2014, hlm. 244) “Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori belajar lainnya yang melandasi pendekatan PBM”. Adapun beberapa teori yang melandasi pembelajaran berbasis masalah yakni sebagai berikut ini.
2.2.1        Teori belajar bermakna dari David Ausubel.
Teori belajar Ausubel membedakan antara belajar bemakna dengan belajar menghafal. Belajar bermakna sendiri merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Sehingga pembelajaran berbasis masalah berlandaskan kepada teori belajar bermakna dari David Ausubel karena mengaikan konsep atau informasi baru dengan struktur kognitif atau pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik.
2.2.2        Teori belajar Vigotsky.
Pembelajaran berbasis masalah mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh peserta didik melalui pembelajaran dalam interaksi sosial dengan teman lainnya. Hal tersebut menandai bahwa PBL berlandaskan pada teori belajar Vigotsky yang berpandangan bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta pada saat seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman dan pengertian terhadap pembelajaran, peserta didik berusaha untuk mengaitkan pengetahuan baru mereka dengan bekal pengetahuan awal sehingga terjadi proses pengkonstruksian pengetahuan baru. Selain itu teori belajar Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan rekan belajar memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.
2.2.3        Teori belajar Jerome S. Brunner.
Pembelajaran berbasis masalah ditujukan kepada pembangunan pengetahuan berdasarkan proses discovery learning hal tersebut berlandaskan pada teori belajar Brunner. Metode penemuan merupakan metode di mana peserta didik menemukan kembali suatu pengetahuan namun memunculkan rasa kepuasan peserta didik karena telah menemukan suatu pengetahuan baru seperti rasanya para peneliti. Pembelajaran sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta didukung oleh pengetahuan yang benar-benar bermakna. Selain itu konsep scaffolding digunakan pula oleh Brunner dan interaksi sosial baik didalam maupun diluar kelas. Scaffolding merupakan suatu konsep yang berisi proses untuk membantu peserta didik menuntaskan masalah tertentu melmpaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih.

2.3     Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Seperti pendekatan pembelajaran lainnya bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas dari pendekatan ini. Adapun beberapa karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis masalah yang telah dirangkum dari beberapa sumber sebagai berikut ini.
2.3.1        Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2.3.2        Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur dan membutuhkan perspektif ganda (multiple prespective).
2.3.3        Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik, sikap dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
2.3.4        Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
2.3.5        Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM.
2.3.6        Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
2.3.7        Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
2.3.8        Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
2.3.9        PBM melibatkan evaluasi dan review  pengalaman siswa dan proses belajar.
Selain karakteristik pembelajaran berbasis masalah sendiri tentunya tidak terlepas pula dari karakteristik serta jenis masalah yang dapat digunakan. Pada dasarnya kompleksitas masalah yang digunakan disesuaikan dengan latar belakang dan profil peserta didik. Desain masalah yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri sebagai berikut ini (Rusman, 2014, hlm. 238).
2.3.1        Karakteristik masalah meliputi masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah disesuaikan, masalah memiliki kaitan dengan disiplin ilmu, keterbukaan masalah sebagai produk akhir.
2.3.2        Konteks masalah meliputi masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki elemen baru.
2.3.3        Sumber dan lingkungan belajar meliputi masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerjasama, adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber, adanya sumber informasi, dan hal lain yang diperlukan dalam pemecahan masalah.
2.3.4        Presentasi masalah meliputi penggunaan media sebagai pendukung dalam menampilkan suatu permasalahan.
Menurut Adjie dan Maulana (2006, hlm. 7) permasalahan yang kita hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan translasi, masalah aplikasi, masalah proses dan masalah teka-teki. Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya memerlukan translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika. Masalah aplikasi yaitu masalah yang memerlukan penyelesaian dengan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika. Masalah proses yaitu masalah yang biasanya ditujukan untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah teka-teki yaitu masalah dengan maksud rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.

2.4     Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah mempunyai beberapa tujuan yang dapat diperoleh. Menurut Barrows, Tambblyn dan Engel (dalam Siregar dan Nara, 2010, hlm. 121) problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal berikut ini.
2.4.1        Adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan.
2.4.2        Aplikasi dari pemecahan masalah dalam situasi yang baru atau yang akan datang.
2.4.3        Pemikiran yang kreatif dan kritis dan kemajuan mengarahkan diri.
2.4.4        Adopsi data holistik untuk masalah-masalah dan situasi-situasi.
2.4.5        Apresiasi dan beragam cara pandang.
2.4.6        Kolaborasi tim yang sukses dan kemampuan dalam kepemimpinan.
2.4.7        Identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan.
2.4.8        Kemampuan komunikasi yang efektif.
2.4.9        Uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan.
2.4.10    Pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.


2.5     Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).
Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun beberapa kelebihan dari pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut ini.
2.5.1        Menantang kemampuan peserta didik dan memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru baginya.
2.5.2        Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik.
2.5.3        Membantu mentransfer pengetahuan untuk memahami dunia nyata.
2.5.4        Membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan.
2.5.5        Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
2.5.6        Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
2.5.7        Mengembangkan minat peserta didik untuk belajar secara terus menerus (long life education).
2.5.8        Memudahkan peserta didik dalam menguasai konsep yang dipelajari guna memecahkan masalah dunia nyata.
Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran berbasis masalah tentunya memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan pembelajaran berbasis masalah diantaranya yaitu sebagai berikut.
2.5.1.      Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat diterapkan dalam setiap materi pelajaran dan lebih cocok pada pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu berkaitan dengan pemecahan masalah.
2.5.2.      Pembelajaran berbasis masalah membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan.
2.5.3.      Peserta didik yang tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.

2.6     Fase Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah dalam pelaksanaannya memerlukan suatu langkah yang sistematis dan menjadi ciri khas dari pembelajaran itu sendiri. Adapun beberapa sintaks dari pembelajaran berbasis masalah seperti yang termuat dalam Aqib (2015, 13) yang dapat disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Fase/Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase-Fase
Perilaku Guru
1.      Orientasi siswa kepada masalah.
Menjelaskan tujuan dan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2.      Mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3.      Membimbing penyelidikan atau pengalaman individu dan kelompok.
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4.      Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan  membantu peserta didik untuk berbagi tugas dengan temannya.
5.      Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Memnbantu peserta didik untuk melakukan refleksi serta mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan proses yang digunakan, meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Selain beberapa fase yang terjadi dalam pembelajaran berbasis masalah diperlukan beberapa langkah pemecahan masalah itu sendiri. Menurut George Polya (dalam Suwangsih dan Tiurlina, 2010, hlm. 129) dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, memerika kembali hasil yang diperoleh (looking back). John Dewey (dalam Sanjaya, 2006, hlm. 215) menegaskan bahwa terdapat enam langkah dalam metode pemecahan masalah yaitu merumuskan masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, pengujian hipotesis, dan merumuskan rekomendasi pemecahan masalah.

2.7     Implementasi Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah sama halnya dengan melakukan kegiatan pembelajaran lainnya yang dibagi dalam tiga kegiatan yakni kegiatan awal, inti dan penutup. Pada kegiatan awal biasanya guru mengondisikan peserta didik dan menyampaikan tujuan pembelajaran serta mengantarkan peserta didik pada topik yang akan dibahas. Selanjutnya pokok dari kegiatan pembelajaran berada pada kegiatan inti sebagai proses dimana guru bersama peserta didik menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam suatu pembelajaran, untuk selanjutnya peserta didik dibagi kedalam beberapa kelompok dan setiap kelompok meninjau serta menganalisis masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. Untuk kemudian dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk memecahkan masalah atau melakukan kegiatan inquiry pemecahan masalah tersebut berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Disini guru berperan sebagai pembimbing peserta didik apabila mengalami kesulitan.
Masih dalam kegiatan inti, untuk selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyampaikan atau mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dan saling bergantian antara kelompok yang mempresentasikan dengan yang menanggapi. Sebagai fasilitator guru memberikan penguatan terhadap jawaban peserta didik untuk mecari jawaban yang paling efektif. Sehingga kegiatan inti ini diakhiri dengan pengambilan suatu kesimpulan bersama antara guru dengan murid tentang materi yang telah diajarkan.
Pada kegiatan akhir biasanya guru dapat memberikan soal evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik. akan lebih baik jika guru membahas evaluasi tersebut dan menyimpulkan kembali hasil pembelajaran. Untuk kemudian guru memberikan refleksi mengenai materi yang telah dipelajari dan menginformasikan materi yang akan dipelajari.
Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa guru memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran berbasis masalah. Adapun beberapa peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah seperti yang diungkapkan Rusman (2014, hlm. 234) yakni menyiapkan perangkat berpikir siswa, menekankan belajar kooperatif, memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran berbasis masalah dan melaksanakan pembelajaran berbasis masalah. Menyiapkan perangkat pembelajaran diantaranya membantu peserta didik mengubah cara berpikir, menjelaskan pengertian dan pola dengan PBM, serta memberikan ikhtisar siklus PBM dilengkapi struktur dan batasan waktu juga mengkomunikasikan tujuan, hasil dan harapan, juga menyiapkan peserta didik untuk menghadapi kesulitan yang akan datang dan membantu siswa merasa memiliki masalah. Hal tersebut sangat penting dilakukan terutama kepada peserta didik yang belum memahami pembelajaran berbasis masalah.
Peran guru selanjutnya yaitu menekankan belajar koopeartif merupakan penciptaan lingkungan belajar PBM secara berkelompok sehingga peserta didik belajar bahwa bekerja dalam tim dan berkolaborasi sangatlah penting sebagai pengembangan kognitif yang berguna meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan menganalisis data penting serta mengelaborasi solusi. Sehingga dari hal tersebut guru juga mempunyai peranan lanjutan yakni harus bisa memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam pembelajaran berbasis masalah. Guru juga mempunyai peranan dalam melaksanakan kegiatan PBM yakni dengan mengelola lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan ide dan perlibatan peserta didik dalam masalah.
2.8     Sejarah Pendekatan Open-Ended
Pendekatan Open-Ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan matematika yang pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang. Menurut Nohda (Amiruddin, dkk., 2012) pendekatan ini lahir sekiatar 20 tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Shigeru Shimada, Toshio Sawada, Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya. Munculnya pendekatan ini sebagai suatu respon atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan “issei jugyow” (frontal teaching), dimana guru menjelaskan konsep baru de depan kelas kepada peserta didik, kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal.
Pendekatan ini berkembang pesat sampai di Amerika dan eropa yang selanjutnya dikenal dengan istilah open-ended problem solving. Di Eropa, terutama di negara-negara seperti Belanda pendekatan pembelajaran ini mendapat perhatian luas seiring dengan terjadinya tuntutan pergeseran paradigma dalam pendidikan matematika di sana. Di klaim bahwa pembelajaran matematika merupakan “human activities”, baik mental atau fisik berdasarkan “real life” dengan mengambil landasan Konstruktivisme Radikal Modern. (Maulana, dalam Amirudin, dkk., 2012).

2.9     Konsep Pendekatan Open-Ended
Pendekatan open-ended merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan cara mereka sendiri. Menurut Shimada (Zahrotusshobah, 2010), pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu permasalahan yang memiliki kebenaran penyelesaian masalah lebih dari satu, sehingga dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam menyelesaikan masalah melalui berbagai cara yang berbeda.
Menurut Suryadi (Ali, dkk., 2007) masalah yang diformulasikan dengan sedemikian hasilnya disebut masalah open-ended. Ketika peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah yang menuntut mereka untuk mengembangkan metode dan cara berbeda dalam upaya memperoleh jawaban yang bersifat open-ended. Peserta didik tidak hanya menentukan jawaban yang benar atas soal permasalahan yang diberikan, melainkan mereka dituntut juga untuk menjelaskan bagaimana caranya sampai pada jawaban yang benar tersebut. Masalah yang bisa diangkat sebagai materi pembelajaran dapat diperoleh dari masalah yang terdapat pada kehidupan sehari-hari atau masalah-masalah yang dapat dipahami oleh pikiran peserta didik. Melalui masalah itu peserta didik akan dibawa kepada konsep matematika melalui reinvention atau melalui discovery.
Menurut Nohda (Kusmiyati, 2007) bahawa tujuan pembelajaran open-ended yaitu membawa peserta didik lebih mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematisnya melalui probelm solving secara simultan. Penggunaan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika itu sendiri melalui pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak luput dari yang namanya masalah. Masalah sangat beragam jenisnya tergantung pada sudut pandang seseorang menyikapi masalah tersebut. Setiap masalah harus tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Untuk memecahkan masalah diperlukan beberapa informasi atau data yang bisa menjadi indikator dari permasalahan tersebut.

2.10 Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Open-Ended
Pendekatan open-ended sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada aktifitas belajar peserta didik dalam pemecahan masalah berpijak pada beberapa teori belajar sebagai berikut ini.
2.10.1    Teori belajar kognitif.
Pada proses pembelajaran menggunakan teori kognitif lebih mengutamakan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan penataan informasi dan reorganisasi perseptual yang berlangsung dalam proses internal. Menurut Piaget (Budiningsih, 2012), pada umumnya seorang peserta didik akan memperoleh kecakapan intelektual melalui proses pencarian keseimbangan antara apa yang mereka ketahui dan mereka rasakan dengan apa yang mereka lihat pada situasi baru sebagai suatu pengalaman atau permasalahan. Apabila peserta didik mampu mengatasi permasalahan pada situasi baru tersebut, maka keseimbangan mereka tidak akan terganggu, dan jika tidak maka ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Pendapat lain dari Piaget (Sagala, 2006) bahwa terdapat dua proses yang terjadi dalam perkembangan kognitif peserta didik,yaitu asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi bisa diartikan sebagai proses penyesuaian informasi baru dengan apa yang telah diketahui, sedangkan dalam proses akomodasi peserta didik membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga memunculkan pengetahuan baru yang lebih berkembang. Menurut ausubel (Budiningsih, 2012), “Belajar seharusnya merupakan kegiatan yang bermakna bagi peserta didik. Materi yang dipelajari, diasimilasikan, dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik dalam bentuk struktur kognitif”. Gagasan dikembangkan oleh Ausubel dan kemudian kita kenal dengan proses pembelajaran yang bermakna.
2.10.2    Teori belajar konstruktivisme.
Teori belajar konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan orang lain tinggal menerimanya, tetapi pengetahuan lebih diartikan sebagai suatu pembentukan kognitif oleh peserta didik terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Apabila siswa belajar secara kooperatif dalam suasana dan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran maka proses pembelajaran tersebut akan menjadi lebih efisien dan efektif, serta adanya bimbingan seorang guru. berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky (Slavin, 2008) mengemukakan empat prinsip pembelajaran kontrukstivis. Percakapan pribadi, dapat diartikan sebagai suatu mekanisme untuk mengubah pengetahuan bersama menjadi pengetahuan pribadi.
Zona perkembangan proksimal, pembelajaran ini terjadi ketika peserta didik bekerja dalam zona perkembangan proksimalPerancahan, bisa diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh teman atau orang dewasa yang berkompeten. Menurut Rosenshine & Meister (Slavin, 2008), perancahan berarti menyediakan banyak dukungan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian menghilangkan dukungan dan meminta peserta didik tersebut untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar ketika ia dianggap sudah sanggup. Pembelajaran kerja sama, proses pembelajaran ini akan selalu menuntut peserta didik untuk bekerja sama dengan yang lainnya. Kerja sama inilah yang sangat membantu mereka dalam belajar dan nilai interaksi dengan sesama teman akan dapat memajukan peserta didik dalam tingkat pemikiran mereka.
2.10.3    Teori belajar humanistik.
Proses ini ditujukan untuk kepentingan manusia. Pada dasarnya teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya adalah untuk membantu manusia dalam memahami serta mengaktualisasikan diri. Taksonomi bloom merupakan salahsatu hasil dari teori humanistik. Dalam penerapannya, taksonomi Bloom ini telah banyak membantu para prakatisi pendidikan  dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai serta program-program pembelajarannya.
Taksonomi bloom terdiri dari tiga aspek, yakni kognitif (pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan sinstesis), psikomotor (peniruan, penggunaan, ketepatan, perangkaian, naturalisasi), dan afektif (pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, dan pengalaman). Semua komponen pembelajaran, termasuk tujuan, perencanaan, proses dan hasil pembelajaran diarahkan untuk membentuk manusia yang ideal dan manusia yang dicitak-citakan, yaitu manusia yang juga mampu mengaktualisasikan diri dengan optimal. Penerapan teori humanistik dalam pembelajaran mengarahkan peserta didik untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses belajar.

2.11 Karakteristik Pendekatan Open-Ended
Nohda (dalam Afgani, 2014) merumuskan karakteristik yang mendasari pendekatan open-ended adalah sifat terbuka atau keterbukaan. Menurutnya, dalam pendekatan pembelajaran open-ended terdapat tiga hal mendasarinya (Afgani, 2014). Proses nya terbuka, maksud dari proses ini adalah peserta didik mampu menyelesaikan berupa soal-soal mengenai masalah matematika yang diberikan oleh guru. Hasil akhirnya terbuka ini berarti masalah matematika berupa soal memiliki banyak tipe jawaban soal yang banyak. Dan cara pengembangan lanjutannya terbuka artinya bahwa ketika peserta didik telah selesai menyelesaikan masalah, mereka dapat mengembangkan masalah yang baru dengan mengubah kondisi masalah yang ada di awal.

2.12 Masalah dalam Pendekatan Open-Ended
Pada pembelajaran melalui pendekatan open-ended, hal utama dalam alat pembelejaran adalah masalah. Untuk mengkondisikan peserta didik agar dapat memberikan reaksi terhadap situasi masalah yang diberikan berbentuk open-ended tidaklah mudah. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah non-rutin, yakni masalah yang dikonstruksi sedemikian hingga peserta didik tidak serta merta dapat menentukan konsep matematika prasyarat dan algoritma penyelesaiannya. Shimada & Becker (Afgani, 2014) mengemukakan bahwa, secara umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat diberikan, “Menemukan pengaitan, pengklasifikasian, dan pengukuran”. Menemukan hubungan, hal ini peserta didik diberikan sebuah fakta-fakta kemudian fakta-fakta tersebut dikaitkan hingga peserta didik dapat menemukan hubungan diantara kedua fakta yang telah diberikan.
Mengklasifikasi, peserta didik diberikan pertanyaan untuk mengklasifikasikan berdasarkan karakteristik yang berbeda dari objek untuk memformulasikan ke dalam beberapa konsep matematika. Pengukuran, peserta didik diminta untuk menentukan ukuran-ukuran numerik dari suatu kejadian. Peserta didik juga diharapkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan matematika yang telah dipelajarinya. Adapun penyajian soalnya dapat diinovasikan dengan berbagai cara diantaranya, menyajikan suatu permasalahan melalui situasi fisik yang nyata dimana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji oleh peserta didik. Soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan tersebut.
Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga peserta didik dapat membuat suatu konjektur. Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga peserta didik dapat menemukan aturan matematika. Memberikan beberapa contoh nyata dalam kategori sehingga peserta didik dapat mengelaborasi sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum. Dan hadapkan peserta didik pada suatu masalah yang mempunyai beberapa sifat yang sama. Tugaskan peserta didik untuk menyelesaikannya dan peserta didik diminta untuk menemukan beberapa kesamaan sifat-sifat yang mungkin terjadi paling sedikit diantara dua soal yang diberikan.


2.13 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Open-Ended
Dalam pendekatan open-ended guru memberikan permasalahan kepada peserta didik yang solusinya tidak perlu ditentukan hanya melalui satu jalan. Guru harus memanfaatkan keragaman cara atau prosedur yang ditempuh peserta didik dalam memecahkan masalah. Hal tersebut akan memberikan pengalaman pada peserta didik dalam menentukan sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan cara berpikkir matematik yang telah diperoleh sebelumnya.
Jika dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada, maka ada beberapa keunggulan dari pendekatan ini antara lain, peserta didik berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan untuk mengekspresikan idenya, peserta didik memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta keterampilan matematika secara komprehensif, peserta didik dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untuk mengekspresikan penyelesaian masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri, peserta didik harus dapat membiasakan diri ketika menjawab pertanyaan, dan peserta didik memiliki banyak pengalaman dari temuan yang mereka lakukan maupun ketika menjawab permasalahan temannya.
Adapun kelemahan dari pendekatan open-ended antara lain, peserta didik sulit untuk membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi mereka, sulit juga bagi guru ketika menyajikan masalah secara sempurna. Seringkali peserta didik menghadapi kesulitan pula dalam memahami bagaimana caranya merespon atau menjawab permasalahan yang diberikan, peserta didik yang pandai seringkali merasa tidak yakin atau cemas ketika jawaban yang mereka berikan tidak memuaskan karena jawabannya bersifat bebas (terbuka), terdapat kecenderungan bahwa peserta didik merasa kegiatan belajar mereka tidak menyenangkan karena mereka merasa kesulitan dalam mengajukan kesimpulan secara tepat dan jelas. Namun dari kelemahan tersebut tidak perlu dijadikan permasalahan yang serius. Jangan sampai calon guru terlalu fokus pada kelemahannya sehingga keberatan untuk menerapkan pendekatan ini.

2.14 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Open-Ended
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open-ended merupakan kegiatan belajar yang berpusat pada masalah terbuka. Bentuk penyajiannya dapat berupa soal yang terbuka atau tugas terbuka. Menurut Putra, dkk. (2012), menyatakan bahwa “Secara konseptual masalah terbuka dalam pembelajaran matematika adalah masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu”. Putra, dkk. (2012) menegaskan bahwa desain atau tahap-tahap pembelajaran yang dapat dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan open-ended seperti berikut ini.
2.14.1    Persiapan
Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, pertama kali yang harus dilakukan guru yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mengenai materi ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik dan membuat pertanyaan-pertanyaan open-ended problems.
2.14.2    Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya terdapat dua kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan dan kegiatan inti. Pendahuluan meliputi, pemberian motivasi yang dilakukan oleh guru untuk menyemangati peserta didik belajar dan peserta didik menyimaknya. Guru melakukan apersepsi berkaitan dengan materi yang akan disampaikan untuk melihat sejauh mana pengetahuan awal peserta didik. Kegiatan inti meliputi proses pembelajaran yang dimulai oleh guru dengan cara membentuk kelompok, memberikan pertanyaan atau masalah open-ended kepada peserta didik, melakukan diskusi untuk menyelesaikan masalah tersebut bersama kelompok masing-masing, peserta didik kemudian menyajikan hasil diskusi dari perwakilan masing-masing kelompok di depan kelas, setiap kelompok menganalisis jawaban-jawaban yang telah dikemukakan untuk menemukan jawaban yang lebih efektif, kemudian guru dan peserta didik menyimpulkan apa yang telah dipelajari.
2.14.3    Evaluasi
Pada tahapan yang terkahir ini, guru memberikan soal atau pertanyaan open-ended kepada setiap peserta didik untuk dikerjakan secara individu. Evaluasi sendiri ditukan sebagai alat mengukur tingkat ketercapaian tujuan yang diharapkan.


















BAB III
PENUTUP

3.1     Simpulan
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran dengan berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Sehingga pada pembelajaran berbasis masalah orientasinya mengacu kepada proses belajar siswa (student centered learning). Pada pelaksanaannya kegiatan pembelajaran diawali dengan masalah sebagai stimulus. Masalah ini ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru dengan syarat harus mampu memecahkan permasalahan.
Teori yang melandasi pembelajaran berbasis masalah yaitu teori konstruktivisme dengan ciri-ciri tertentu diantaranya yaitu pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar, pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar, dan pengetahuan baru terbentuk melalu proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan suatu sudut pandang. Adapun beberapa karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis masalah yang telah dirangkum dari beberapa sumber diantaranya, permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur dan belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
Pendekatan open-ended merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang bisa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir bebas dalam menyelesaikan suatu masalah sesuai dengan cara mereka sendiri. Teori yang melandasi pendekatan pembelajaran open-ended yaitu teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivisme, dan teori belajar humanisitik.

3.2     Saran
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBL) dan pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar dalam aplikasinya memerlukan kesiapan untuk bisa memecahkan masalah yang diangkat baik itu dari guru maupun peserta didik. Dengan demikian diharapkan guru harus siap menjadi pembimbing sekaligus tutor atau fasilitator bagi para peserta didik. Selain memerlukan pemahaman terhadap pembelajaran berbasis masalah dan pendekatan open-ended guru juga harus mampu memberikan motivasi, semangat dan membantu peserta didik dalam menguasai keterampilan memecahkan masalah dalam pembelajaran. Selain itu peserta didik juga harus siap dalam menerima lingkungan belajar yang telah dirancang oleh guru sehingga mampu menjalani setiap tahapan pembelajaran dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.















DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N. & Maulana. (2006). Pemecahan masalah matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.
Afgani, Janawi. (2014). Pendekatan open-ended dalam pembelajaran matematika. Bandung: Tidak diterbitkan.
Ali, Mohammad, dkk. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.
Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif). Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.
Budiningsih, Asri. (2012). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Putra, dkk. (2012). Metode pembelajaran pendekatan “open-ended”. [Online]. Diakses dari: http://kelompokinovatif.blogspot.com/.
Rusman. (2014). Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana.
Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Slavin, Robert E. (2008). Psikologi pendidikan teori dan praktik. Jakarta: Indeks.
Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...