HAKIKAT
MATEMATIKA, PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN MATHEMATICAL
HIGH ORDER THINKING SKILLS (HOTS)
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh :
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 / 1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No. Absen/NIM : 13 / 1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No. Absen/NIM : 31 / 1306522)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kepada Allah S.W.T., karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga dapat
tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w., para sahabatnya, keluarganya,
tabiuttabiinnya, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin ya rabbal alamin. Seiring dengan
berakhirnya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah turut membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Model
Pembelajaran Matematika. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
dijadikan sebagai sumber pembelajaran mengenai informasi tentang “Hakikat
Matematika dan Pembelajaran Matematika”.
Penulis
menyadari bahwa pembuatan makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan, karena
ada pepatah mengatakan “Tak Ada Gading
yang Tak Retak” yang berarti tak ada sesuatu pun yang sempurna karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah S.W.T., untuk itu penulis meminta maaf atas
segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini dan berharap adanya kritik dan
saran yang membangun untuk kedepannya. Penulis berharap gunakanlah makalah ini
dengan sebaik-baiknya semoga bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan mudah-mudahan
makalah ini dijadikan sebagai suatu ibadah di sisi Allah S.W.T. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih.
Sumedang, 3
Februari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat
Matematika.........................................................................
3
2.2 Pembelajaran
Matematika................................................................
7
2.3 Mathematical High Order
Thinking Skills (HOTS).......................... 10
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan........................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang
tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia. Matematika merupakan suatu ilmu
pasti yang selama ini telah menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan. Matematika
banyak mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai berbagai peranan
penting lainnya diantaranya yaitu memajukan pola atau daya pikir manusia. Semua
kemajuan zaman, perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia tentunya selalu
tidak terlepas dari matematika. Dari pemahaman tersebut sangat ironis sekali
jika sebagian orang mempunyai pikiran bahwa matematika itu membosankan dan
ditakuti layaknya hantu. Banyak orang yang mengikrarkan diri untuk berpisah
dengan matematika karena ia menganggap matematika adalah ilmu yang membuat
kepala pusing. Hal tersebut dikarenakan manusia mempelajari suatu ilmu tetapi
tidak mengetahui hakikatnya.
Melihat hal tersebut matematika perlu sekali
diajarkan sejak dini dan dengan cara yang menyenangkan. Sekolah dasar sebagai
pendidikan dasar pertama bagi anak perlu memberikan pembelajaran matematika
yang membekali berbagai kemampuan kepada peserta didik, diantaranya yaitu
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan
bekerjasama. Kompetensi atau beberapa kemampuan tersebut diharapkan dapat
berguna dikemudian hari sebagai bekal peserta didik dalam menghadapi kehidupan
yang fleksibel atau selalu berubah.
Guru sebagai pemegang peranan utama dalam proses
belajar mengajar tentu harus mengetahui hakikat matematika. Selain itu guru
juga harus memahami betul tentang hakikat peserta didik juga pembelajaran
matematika di SD. Strategi pengajaran matematika yang benar dan mutakhir dapat
dilakukan jika mengetahui hakikat matematika dan pembelajaran matematika. Oleh
karena itu penerapan strategi dan metode pengajaran yang bervariasi akan banyak
diketahui jika mengetahui hakikat dari matematika itu sendiri. Hal itu
dimaksudkan juga agar pendidik mampu meningkatkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi peserta didik dalam pembelajaran matematika.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Bagaimana hakikat dari matematika?
1.2.2
Bagaimana pembelajaran matematika di sekolah dasar?
1.2.3
Apa yang dimaksud dengan mathematical
high order thinking skills (HOTS)?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui serta memahami hakikat matematika.
1.3.2
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai
pembelajaran matematika di sekolah dasar.
1.3.3
Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai mathematical high order thinking skills (HOTS) atau keterampilan berpikir
tingkat tinggi matematis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat
Matematika
Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 3)
menjelaskan bahwa hakikat matematika artinya menguraikan apa sebenarnya
matematika itu baik ditinjau dari arti kata matematika, karakteristik
matematika sebagai suatu ilmu, maupun peran dan kedudukan matematika diantara
cabang ilmu pengetahuan serta manfaatnya. Mengacu kepada perspektif tersebut sebenarnya
banyak sekali pendefinisian tentang matematika. Karena matematika termasuk
salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas, hal tersebut
mengakibatkan beragamnya sudut pandang terhadap definisi matematika. Namun
untuk dapat memahami hakikat matematika kita dapat memperhatikan pengertian
istilah matematika dari beberapa definisi yang telah dikemukakan para ahli
diantaranya yaitu Ruseffendi (dalam Suwangsih & Tiurlina, 2010, hlm. 4)
yang menjelaskan bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, beberapa definisi, aksioma dan dalil setelah dibuktikan kebenarannya
berlaku secara umum, karena itu matematika sering disebut ilmu deduktif.
Definisi lain dikemukakan oleh Beth dan Piaget (dalam
Runtukahu & Kandou, 2014, hlm 28) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak
dan hubungan antarstruktur tersebut sehingga terorganisasi dengan baik. Sehubungan
dengan matematika yang berhubungan dengan budaya, Barton (dalam Runtukahu &
Kandou, 2014, hlm 28) mendefinisikan matematika dalam tiga tingkatan definisi
yakni matematika praktik, matematika teknik dan matematika menurut pandangan
dunia.
Secara bahasa sebenarnya matematika berasal dari
bahasa Yunani yaitu matematike yang
berarti mempelajari atau berpikir. Dengan demikian matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berpikir atau bernalar. Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2002), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang
bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan
dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dikarenakan banyaknya pengertian
matematika, Hersh (dalam Runtukahu & Kandou, 2014, hlm 29) menganjurkan
bahwa dalam mendefinisikan matematika perlu memperhatikan tiga hal berikut.
2.1.1
Objek-objek matematika adalah penemuan
dan ciptaan manusia.
2.1.2
Matematika diciptakan dari kegiatan
dengan objek matematika, kebutuhan ilmu pengetahuan dan dari kehidupan
sehari-hari.
2.1.3
Sekali diciptakan objek matematika
memiliki sifat-sifat yang mungkin sulit ditemukan, tetapi dengan sifat-sifat
itu anak mendapatkan pengetahuan yang lebih luas.
Fathani (2012) mengungkapkan bahwa
definisi matematika dapat dideskripsikan sebagai struktur yang terorganisasi,
sebagai alat (tool), sebagai pola pikir
deduktif, sebagai cara bernalar, sebagai bahasa artifisial, dan sebagai seni
yang kreatif. Jika diuraikan matematika sebagai struktur terorganisasi
maksudnya yaitu matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dan terorganisasi
secara hierarkis, logis dan sistematis yang terdiri dari beberapa komponen
seperti unsur yang tidak dapat didefinisikan, unsur yang dapat didefinisikan,
aksioma/postulat, dan teorema/dalil. Hal tersebut selaras dengan Ruseffendi
(1992, hlm. 37) yang mengungkapkan matematika sebagai suatu ilmu yang
berhubungan dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak
dan hubungan di antara hal-hal itu.
Matematika
sebagai alat maksudnya bahwa matematika merupakan alat yang sering digunakan
untuk mencari solusi yang tepat dalam pemecahan masalah kehidupan. Hampir
serupa dengan itu, Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 9) menjelaskan matematika
sebagai ratu dan pelayan ilmu artinya matematika sebagai alat dan pelayan ilmu
yang lain. Matematika sebagai pola pikir deduktif yaitu matematika merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang muatannya memiliki pola pikir deduktif yakni untuk
mencari kebenarannya harus dibuktikan secara deduktif atau dari umum ke khusus.
Selain itu matematika juga dapat didefinisikan sebagai suatu kajian ilmu yang
membahas fakta dan hubungannya juga masalah ruang dan waktu yang dapat
mendasari definisi bahwa matematika sebagai alat. Matematika dapat digunakan
sebagai alat untuk menolong manusia dalam menafsirkan secara eksak berbagai ide
dan kesimpulan.
Matematika sebagai cara bernalar karena
dalam matematika memuat beberapa cara pembuktian yang valid, bersifat
sistematis dan mempunyai suatu pola yang bersifat umum. Hal yang hampir serupa
dinyatakan Ruseffendi (1992) bahwa matematika adalah ilmu tentang pola dan
hubungan karena dalam matematika generalisasinya dapat dibuat dengan mencari
keseragaman yang memerhatikan keteraturan, keterurutan dan keterkaitan.
Kegiatan mencari pola dan hubungan memang dapat dikatakan sebagai pengambilan
keputusan secara induktif sehingga kebenaran yang diambil dari cara tersebut
bukanlah kebenaran mutlak hanya sebatas penalaran atau mencari kemungkinan.
Pengambilan kesimpulan dari hasil mecari
pola dan hubungan tersebut merupakan salah satu tujuan utama dalam pengajaran
matematika untuk guru dan peserta didik. Dalam praktiknya pengambilan
kesimpulan secara induktif dapat diuji cobakan kembali melalui pengambilan
keputusan deduktif sehingga kebenarannya dapat diterima dengan benar. Lebih jelasnya
Suwangsih dan Tiurlina (2010) memisahkan pengertian matematika sebagai ilmu
tentang pola dan matematika sebagai ilmu tentang hubungan. Matematika sebagai
ilmu tentang pola yakni dalam kajian ilmu matematika sering dicari keseragaman
seperti keterurutan, keterkaitan pola dari sekumpulan konsep tertentu atau
model yang merupakan representasi dalam pembuatan generalisasi. Sedangkan
matematika sebagai ilmu tentang hubungan maksudnya bahwa konsep dalam
matematika dan juga cabang ilmu matematika saling mempunyai hubungan satu sama
lain.
Matematika sebagai bahasa artifisial
yakni matematika menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti bila dikenakan
pada suatu konteks. Sehingga simbol atau lambang menjadi ciri khas dalam kajian
ilmu matematika. Simbol atau lambang pada matematika memiliki arti yang sangat
padat dan bersifat internasional atau universal itu merupakan maksud dari
artifisial. Padat arti disini menjelaskan bahwa simbol atau lambang yang ada
pada matematika dituliskan dengan singkat namun jika ditafsirkan mempunyai arti
yang luas. Prihandoko (2006, hlm. 13) mengungkapkan bahwa pemakaian simbol dan variabel
dalam pekerjaan matematika harus dilakukan dengan tertib dan jelas sebab jika
tidak akan menimbulkan salah tafsir dan kurang komunikatif. Simbol dan variabel
matematika digunakan pula untuk mempersingkat kalimat atau model matematika.
Matematika sebagai seni yang kreatif
yakni matematika memperlihatkan adanya unsur keteraturan, keterurutan dan
ketetapan atau konsistensi dengan demikian matematika mengandung unsur
keindahan yang bermakna layaknya seni yang dapat dinikmati dan diresapi.
Penalaran logis dan efisien serta perbendaharaan ide juga pola yang kreatif dan
menakjubkan merupakan salah satu alasan mengapa matematika disebut sebagai seni
berfikir kreatif.
Hakikat matematika dapat disimpulkan
berkaitan dengan struktur, hubungan dan konsep dalam matematika yang
dikembangkan sesuai dengan aturan yang logis. Dengan memahami hakikat
matematika maka guru sebagai pemegang peranan utama dalam pembelajaran akan
memiliki pengetahuan, tujuan serta strategi yang diterapkan untuk melakukan
pembelajaran matematika sesuai dengan kondisi yang ada. Hakikat matematika
memang bersifat abstrak namun dalam praktiknya guru dapat menerapkan hal
tersebut kepada peserta didik secara tersirat mengingat peserta didik masih
berpikir dalam tahap operasional kongkrit. Dalam praktiknya guru bisa
menggunakan alat bantu berupa media atau lain sebagainya sehingga siswa dapat
mengetahui hakikat pentingnya belajar matematika.
Dari hakikat matematika dapat diketahui
bahwa matematika banyak sekali kegunaannya. Salah satu kegunaan matematika
yaitu sebagai pelayan ilmu yang lain karena banyak sekali ilmu pengetahuan yang
dalam pengembangannya bergantung kepada matematika. Selain itu matematika
digunakan manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Baik
itu dalam pemecahan masalah dunia nyata, masalah sosial seperti transaksi jual
beli, luas suatu daerah, jarak yang ditempuh, laju kecepatan kendaraan, bidang
pertanian, bidang perindustrian dan permasalahn lainnya.
2.2
Pembelajaran
Matematika
Darmawan dan Permasih (2013, hlm. 124)
menyatakan bahwa “belajar adalah aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh
individu agar terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang
tadinya tidak mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu, …”.
Perubahan yang dimaksud hendaknya terjadi sebagai akibat interaksi dengan
lingkungannya. Pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah belajar,
mengajar atau pengajaran dimana pembelajaran merupakan suatu upaya yang
dilakukan oleh guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar.
Purnomo (2015, hlm. 4) menyatakan bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai
usaha sadar yang melibatkan proses interaktif antara guru dan siswa untuk
memahami, merespons dan bergerak mencapai tujuan belajar. Dengan demikian
pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi antara pendidik dengan
peserta didik yang dilakukan secara sadar yang dilakukan dengan tujuan siswa
memahami konteks matematika yang diajarkan.
Tujuan pembelajaran matematika adalah
melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif
dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam
menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2003). Adapun secara lengkap tujuan
pembelajaran matematika di sekolah dasar berdasarkan kurikulum ktsp oleh BSNP
(2006, hlm. 30) sebagai berikut ini.
2.2.1
Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep satu algoritma, secara
luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.2.2
Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
2.2.3
Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
2.2.4
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
2.2.5
Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar
memiliki tiga aspek yaitu pembelajaran bilangan, geometri dan pengukuran juga
pengolahan data. Maulana (2011, hlm. 53) mengungkapkan bahwa kemampuan
matematik yang ditergetkan dalam kurikulum matematika yaitu pemahaman
matematik, pemecahan masalah matematik, penalaran matematik, koneksi matematik
dan komunikasi matematik.
Pembelajaran matematika memiliki
beberapa ciri yang membedakannya dengan pembelajaran matapelajaran lainnya
diantaranya bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode spiral yakni
pendekatan yang digunakan dalam matematika dengan cara pembelajaran konsep atau
topik matematika yang selalu dikaitkan dengan topik lainnya secara
berkesinambungan layaknya spiral. Selain itu pembelajaran matematika juga
dilakukan secara bertahap dimana dimulai dari suatu konsep sederhana dan
konkrit menuju ke konsep yang lebih rumit atau sulit dan abstrak. Ciri
berikutnya bahwa pembelajaran matematika menggunakan metode induktif yang
disesuaikan dengan tahap perkembangan mental peserta didik sehingga untuk
kemudian diharapkan anak dapat menemukan pola sesuai dengan hakikat matematika.
Ciri pembelajaran matematika selanjutnya
yaitu pembelajarannya menganut kebenaran konsistensi yaitu bahwa pembelajaran
matematika tidak memperdebatkan lagi kebenaran yang telah ditemukan sebelumnya
dalam artian bahwa peserta didik untuk kemudian harus mampu berpikir secara
deduktif. Pembelajaran matematika juga diharapkan dapat memenuhi unsur
kebermaknaan yaitu siswa dapat merasakan pengalaman secara langsung atau
pembelajarannya diarahkan kepada pemahaman bukan sekedar ingatan atau hafalan
belaka.
Dalam implementasi pembelajaran
matematika guru harus memperhatikan beberapa hal seperti mengkondisikan siswa
untuk melakukan penemuan seperti menemukan konsep, rumus dan lain sebagainya.
Guru juga harus fokus kepada pemecahan masalah yang dapat menarik perhatian
peserta didik untuk belajar memecahkan masalah selaras dengan pemenuhan tujan
keterampilan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika. Mengenalkan masalah
sesuai dengan situasi sehari-hari diperlukan dalam pembelajaran matematika.
Guru juga harus menguasai keterampilan atau pengetahuan prasyarat.
Shulman (dalam Purnomo, 2015, hlm. 5)
mengkategorikan pengetahuan yang harus dimiliki guru setidaknya meliputi
pengetahuan konten materi (subject matter
content knowledge;SMK), pengetahuan konten pedagogis (pedagogical content knowledge;PCK) dan pengetahuan kurikulum.
Pengetahuan konten materi yaitu pengetahuan mengenai muatan isi baik fakta
maupun konsep materi matematika yang diajarkan. Sedangkan pengetahuan konten
pedagogis yang dalam perkembangannya dipadukan dengan pengetahuan konten
kurikulum yaitu suatu pengetahuan dan keterampilan baik konseptual maupun
prosedural tentang cara mengajar yang akan mengantarkan siswa kedalam topik
pembelajaran dan pengelolaan kelas dalam praktik pengajaran.
Beberapa prinsip dalam melaksanakan
pembelajaran metematika di sekolah dasar diantaranya yaitu guru harus menyusun
silabus berdasarkan pada kurikulum yang berlaku. Pembelajaran matematika
diintegrasikan dengan materi pembelajaran lainnya. Pembelajaran matematika
ditujukan untuk tercapainya standar kompetensi/kompetensi inti dan kompetensi
dasar pembelajaran dimana pembelajaran harus dilakukan secara berkesinambungan.
Guru juga harus memperhatikan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari
kegiatan awal sampai akhir pembelajaran. Melakukan evaluasi yang relevan dan
disesuaikan dengan proses dalam pembelajaran. Diharapkan mampu menggunakan
media yang beragam secara kreatif, efektif dan efisien.
2.3
Mathematical High Order
Thinking Skills (HOTS)
Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang
dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang
harus dipecahkan. Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yaitu untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, sistematis, analitis,
kritis dan kreatif serta menggunakan keterampilan berpikirnya. Beberapa ahli
mengkategorikan keterampilan berpikir menjadi beberapa jenjang yaitu berpikir
tingkat rendah atau Lower Order Thinking
Skill (LOTS) dan berpikir tingkat tinggi atau High Order Thinking Skill (HOTS).
LOTS
yaitu suatu keterampilan berpikir yang hanya menuntut seseorang untuk
mengingat, memahami dan mengaplikasikan sesuatu rumus atau hukum. Sedangkan HOTS menurut Thomas & Thorne (dalam
Al’Azzy & Budiono, 2013, hlm 1) menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi
menempatkan aktivitas berpikir pada jenjang yang lebih tinggi dari sekedar
menyatakan fakta. HOTS disebut pula sebagai gabungan dari berpikir
kritis, berpikir kreatif dan berpikir pengetahuan dasar. Lebih jelasnya Winarso
(2014) mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi
ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah
tersimpan di dalam ingatannya dan menghubungkannya dan atau menata ulang serta
mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan
suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan. Oleh karena itu HOTS lebih dari sekedar keterampilan untuk
mengingat, memahami dan mengaplikasikan rumus saja.
Adapun beberapa aspek asosiasi dari HOTS diantaranya meliputi tidak ada
seorang pun yang dapat berpikir sempurna atau tidak dapat berpikir sepanjang
waktu, mengingat sesuatu tidak sama dengan berpikir tentang sesuatu itu, mengingat
sesuatu dapat dilakukan tanpa memahaminya, berpikir dapat diwujudkan dalam kata
dan gambar. Selain itu aspek lainnya terdapat tiga tipe intelegensi dan
berpikir yaitu analitis, kreatif dan praktis. Ketiga intelegensi dan cara
berpikir tersebut berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Keterampilan berpikir juga dapat ditingkatkan dengan
memahami proses yang terlibat dalam berpikir serta metakognisi (berpikir
tentang berpikir) merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa peranan guru dalam HOTS
yaitu mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan memfasilitasi siswa untuk
menjadi seorang pemikir dan pemecah masalah yang baik. Untuk itu guru harus
menyediakan masalah yang melibatkan siswa menggunakan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Jika mengacu kepada teori Bloom maka pembelajaran ditujukan
untuk memenuhi aspek C3 sampai C6 atau analisis, sintesis dan
evaluasi/berkreasi.
Dalam implementasi pembelajaran matematika jika
peserta didik menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi maka
pembelajaran tersebut akan menjadi pembelajaran yang bermakna. Hal tersebut
dikarenakan bahwa peserta didik tidak hanya mengingat dan menghafal rumus yang
banyak ditemui pada pelajaran matematika, tetapi peserta didik juga dituntut
untuk mampu memecahkan masalah dengan menggunakan rumus tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Secara langsung maupun tidak langsung hal tersebut akan
berdampak kepada peserta didik, dimana mereka akan lebih paham kegunaan dari
rumus yang dipelajari terhadap aplikasinya dalam kehidupan, hal tersebut
menjadi indikator bahwa pembelajaran dikatakan bermakna. Dengan begitu peserta
didik tidak akan mudah lupa terhadap rumus dan konsep matematika yang
diajarkan.
Berfikir
tingkat tinggi menurut Krulik dan Rudnick (dalam Trisniawati, 2013)
mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan berpikir kritis dan kreatif, diperlukan
kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis
dan kreatif siswa dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kreatif. Dari
perpektif tersebut maka guru harus mampu memberikan pernyataan dalam
pembelajaran matematika dimana pertanyaan tersebut ditujukan dalam beberapa
aspek. Aspek yang dapat ditanyakan berupa pertanyaan mengenai adakah cara lain
(what’s another way?), bagaimana jika
(what if …?), manakah yang salah (what’s wrong?) dan apa yang akan
dilakukan (what would you do?).
Dalam pertanyaan adakah
cara lain maksudnya guru memberikan masalah kepada siswa agar siswa mampu
mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pertanyaan ini didesain
dengan kondisi soal yang tetap dan berfokus kepada penyelesaian masalah. Contoh
dari soal tersebut yaitu pada sebuah kandang terdapat 30 ekor sapi dan ayam.
Jika pada kandang tersebut berjumlah 76 kaki, maka berapakah jumlah kambing dan
jumlah ayam pada kandang tersebut yang untuk kemudian ajukan pertanyaan cara
lain untuk mendapatkan jawaban yang sama.
Untuk pertanyaan bagaimana
jika didesain dengan kondisi soal yang berubah dari pernyataan yang telah
dibuat. Pertanyaan ini dimaksudkan agar siswa menganalisis kemungkinan yang
terjadi jika kondisi berubah. Contohnya yaitu Amir mengambil empat kartu
bilangan bernilai 22, 24, 27 dan 31. Berapakah jumlah nilai dari kartu yang
diambil Amir? Bagaimana jika Amir mengambil 3 kartu dengan total nilai 77?
Kartu mana saja yang diambil oleh Amir?
Aspek pertanyaan manakah
yang salah dimaksudkan agar siswa dapat menganalisis serta engevaluasi hal
mana yang salah dan harus diperbaiki dalam suatu permasalahan. Contoh soalnya
yaitu Andi membeli 3 buku tulis yang masing-masing harganya Rp. 7.500,-, selain
itu ia juga membeli 5 pensil yang harga masing-masing pensil Rp. 1.500,- dan 2
penghapus yang harga masing-masing penghapus yaitu Rp. 800,-. Toko tersebut
memberikan tanda pembayaran sebagai berikut:
Barang
|
Satuan
|
Jumlah
|
3
buku tulis
|
Rp.
7.500
|
Rp.
22.500
|
5
pensil
|
Rp.
1.500
|
Rp. 8.500
|
2
penghapus
|
Rp. 800
|
Rp. 1.600
|
Total
Pembayaran: Rp. 32.600
|
Setelah
melihat tanda pembayaran tersebut Andi mengatakan bahwa total yang harus Andi
bayar salah. Manakah yang salah dari pembayaran tersebut?
Pertanyaan
apakah yang akan dilakukan diajukan untuk merangsang kemampuan berpikir
kritis siswa dimana pertanyaan dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan
pengambilan keputusan yang sesuai dan disertai alasan yang mendasari
pengambilan keputusan tersebut. Pertanyaan biasanya diajukan dalam bentuk
tertulis yang dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk lebih leluasa menjawab dan melatih keterampilan mengkomunikasikan
pembelajaran matematis. Pada hakikatnya semua soal dapat digunakan untuk
melatih kemampuan HOTS yang dibutuhkan adalah keinginan dan komitmen pendidik
untuk membantu mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta
didik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara bahasa matematika berasal dari bahasa Yunani
yaitu matematike yang berarti
mempelajari atau berpikir. Dengan demikian matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berpikir atau bernalar. Matematika dapat
dideskripsikan sebagai struktur yang terorganisasi, sebagai alat (tool), sebagai pola pikir deduktif,
sebagai cara bernalar, sebagai bahasa artifisial, dan sebagai seni yang
kreatif. Matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dan terorganisasi secara
hierarkis, logis dan sistematis yang terdiri dari beberapa komponen. Matematika
sebagai alat maksudnya bahwa matematika merupakan alat yang sering digunakan
untuk mencari solusi yang tepat dalam pemecahan masalah kehidupan. Matematika
sebagai pola pikir deduktif yaitu suatu ilmu pengetahuan yang muatannya
memiliki pola pikir deduktif yakni untuk mencari kebenarannya harus dibuktikan
secara deduktif atau dari umum ke khusus.
Matematika sebagai cara bernalar karena dalam
matematika memuat beberapa cara pembuktian yang valid, bersifat sistematis dan
mempunyai suatu pola yang bersifat umum. Matematika sebagai bahasa artifisial
yakni matematika menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti bila dikenakan
pada suatu konteks. Matematika sebagai seni yang kreatif yakni matematika memperlihatkan
adanya unsur keteraturan, keterurutan dan ketetapan atau konsistensi dengan
demikian matematika mengandung unsur keindahan yang bermakna. Matematika banyak
sekali kegunaannya diantaranya sebagai pelayan ilmu yang lain dan digunakan
manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi
antara pendidik dengan peserta didik yang dilakukan secara sadar yang dilakukan
dengan tujuan siswa memahami konteks matematika yang diajarkan. Tujuan pembelajaran
matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis,
logis, kritis, kreatif dan konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan
percaya diri dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran matematika di sekolah
dasar memiliki tiga aspek yaitu pembelajaran bilangan, geometri dan pengukuran
juga pengolahan data. Ciri pembelajaran matematika diantaranya yaitu
menggunakan metode spiral, diajarkan secara bertahap, menggunakan metode
induktif, menganut kebenaran konsistensi, pembelajarannya bermakna.
Berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking Skills) menempatkan aktivitas berpikir pada
jenjang yang lebih tinggi dari sekedar menyatakan fakta. HOTS disebut pula sebagai
gabungan dari berpikir kritis, berpikir kreatif dan berpikir pengetahuan dasar.
Menurut teori Bloom pembelajaran HOTS ditujukan untuk memenuhi aspek C3 sampai
C6 atau analisis, sintesis dan evaluasi/berkreasi. Untuk mengembangkan berpikir
kritis dan kreatif, diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan
keterampilan berfikir kritis dan kreatif siswa dalam bentuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan kreatif.
3.2 Saran
Hakikat
matematika perlu dipahami oleh pendidik supaya memiliki pengetahuan, tujuan
serta strategi yang diterapkan untuk melakukan pembelajaran matematika sesuai
dengan kondisi yang ada. Dalam praktiknya guru bisa menggunakan alat bantu
berupa media atau lain sebagainya sehingga siswa dapat mengetahui hakikat
pentingnya belajar matematika. Peranan guru dalam HOTS yaitu mengembangkan keterampilan berpikir siswa dan
memfasilitasi siswa untuk menjadi seorang pemikir dan pemecah masalah yang
baik. Untuk itu guru harus menyediakan masalah yang melibatkan siswa
menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam mewujudkan pembelajaran
matematika yang bermakna serta dilakukan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azzy,
U.L. & Budiono, E. (2013). Penerapan strategi brain based learning yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Universitas Negeri Malang.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) SD/MI. Jakarta: BP Dharma Bhakti.
Darmawan, D. & Permasih. (2013). Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 standar kompetensi mata
pelajaran matematika sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Jakarta:
Depdiknas.
Fathani, A.H. (2012). Matematika:hakikat dan logika. Cetakan Kedua. Yogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Maulana. (2011). Dasar-dasar keilmuan dan pembelajaran matematika (sequel 1).
Subang: Royan Press.
Prihandoko,
A.C. (2006). Pemahaman dan penyajian
konsep matematika secara benar dan menarik. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Purnomo, Y.W. (2015). Pembelajaran matematika untuk PGSD: Bagaimana guru mengembangkan
penalaran proposional siswa. Jakarta: Erlangga.
Runtukahu, J.T. & Kandou, S. (2014). Pembelajaran matematika dasar bagi anak
berkesulitan belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ruseffendi,
E.T. dkk. (1992). Pendidikan matematika 3.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suwangsih, E. & Tiurlina. (2010). Model pembelajaran matematika. Edisi
Kesatu. Bandung: UPI Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta: PT Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka.
Trisniawati. (2013). Penggunaan HOTS (High Order Thinking Skills)
dalam pembelajaran matematematika. [Online].
Diakses dari: http://trisniawati87.blogspot.co.id/2013/05/penggunaan-hots-higher-order-thinking.html.
Winarso, W. (2014). Membangun kemampuan
berpikir matematika tingkat tinggi melalui pendekatan induktif, deduktif dan
induktif-deduktif dalam pembelajaran matematika. Edukasi
Matematika. 3 (2), hlm. 95-118.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar