PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)
MAKALAH
Diajukan
untuk memenuhi
salah
satu
tugas
matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap
tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana,
M.Pd.
Disusun
oleh:
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.
Trisna
Nugraha (No. Absen/NIM : 47 /1307502)
2.
Annisa
Listiorini (No.Absen/NIM
: 13 /1306136)
3.
Tera
Lawina Darajat (No.Absen/NIM
: 31 /1306522)
4.
Maharani
Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH
DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pendekatan Kontekstual (Contextual
Teaching Learning)” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan terima
kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu
matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan
saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai Pendekatan
Kontekstual(Contextual Teaching Learning). Dalam
menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik
secara moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.
2. Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model
Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun
kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih.
Sumedang, 3
Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR
ISI.................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................
2
1.3 Tujuan
Pembahasan..........................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat
Pendekatan Kontekstual (CTL).......................................... 4
2.2 Komponen
Pendekatan Kontekstual (CTL)..................................... 6
2.3 Karakteristik
Pendekatan Kontekstual (CTL).................................. 8
2.4 Prinsip-prinsip
Pendekatan Kontekstual (CTL)................................ 10
2.5 Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual (CTL)........... 13
2.6 Tahapan
atau Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual (CTL)..... 14
2.7 Implementasi
Pendekatan Konsekstual Matematika di SD............. 16
BAB
III PENUTUP
3.1 Simpulan........................................................................................... 19
3.2 Saran................................................................................................. 20
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pengetahuan dikonstruksi oleh
manusia secara bertahap dan berkelanjutan. Pengetahuan sendiri bukan sebagai
sesuatu yang instan atau dapat langsung dikunyah atau
dihapalkan begitu saja melainkan memerlukan proses pengkrontruksian secara
berkelanjutan. Dengan demikian peserta didik pada hakikatnya ditujukan untuk
mengontruksi pengetahuan terebut.
Selain
itu peserta didik juga pada hakikatnya diharapkan memiliki atau merasakan unsur
kebermaknaan dalam suatu pembelajaran melalui pengalaman nyata.
Proses pembelajaran telah mengalami
berbagai perubahan paradigma. Pembelajaran matematika sendiri kini berada pada
paradigma konstruktivisme dimana pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan
pengetahuan yang mengedepankan hasil, konstruksi dan interaksi. Hal tersebut menjadikan peserta
didik sebagai pusat atau subjek pembelajaran yang biasa disebut sebagai
pembelajaran student center yang
mengedepankan bahwa peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya
sendiri. Sehingga pada akhirnya guru yang
berperan sebagai fasilitator berusaha menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan dan mempunyai nilai kebermaknaan bagi peserta didik. Nilai
kebermaknaan tersebut dapat dicapai apabila peserta didik diberikan kesempatan
untuk menciptakan pengalaman secara langsung terhadap apa yang dipelajarinya
dan tidak sekedar mengetahui suatu muatan pembelajaran.
Beberapa hal tersebut mendasari
perlunya guru atau calon guru memahami pendekatan kontekstual yang dapat
membantu pencapaian tujuan pembelajaran.
Karena
pendekatan kontekstual (contextual
teaching and learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang cocok
digunakan di sekolah dasar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan peserta didik. Pemahaman
baik secara konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual
diperlukan oleh guru atau calon guru agar dalam implementasinya dapat
tercapainya suatu tujuan pembelajaran seefisien dan efektif mungkin.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1
Bagaimana
hakikat daripendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika?
1.2.2
Apa
saja yang termasuk kedalam komponen pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.2.3
Bagaimana
karakteristik dari pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika?
1.2.4
Bagaimana
prinsip dari pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning)?
1.2.5
Apa
saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika di
sekolah dasar?
1.2.6
Bagaimana
tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.2.7
Bagaimana
implementasi dari pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika di SD?
1.2.8
Bagaimana
evaluasi pendekatan pembelajaran kontekstual?
1.3
Tujuan
Pembahasan
Adapun
beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam penulisan makalah ini di
antaranya sebagai berikut.
1.3.1
Untuk
mengetahui serta memahami hakikat dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam
pembelajaran matematika.
1.3.2
Untuk
memberikan gambaran serta informasi mengenai komponen dari pendekatan kontekstual
(Contextual Teaching and Learning)?
1.3.3
Untuk
memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.4
Untuk
memberikan gambaran serta informasi mengenai prinsip pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.5
Untuk
memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari
pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning).
1.3.6
Untuk
memberikan gambaran serta informasi mengenaitahapan atau langkah-langkah pembelajaran
dari pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning).
1.3.7
Untuk
memberikan informasi mengenai implementasi dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam
pembelajaran matematika di SD.
1.3.8
Untuk
memberikan informasi mengenai evaluasi dari pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hakikat
Pendekatan Konstektual (CTL)
Pembelajaran matematika masa kini
berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Dimana pembelajaran
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya melalui
mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
merujuk kepada hal tersebut diantaranya yakni pendekatan kontekstual atau biasa
dikenal dengan pendekatan CTL (Contextual
Teaching and Learning). Menurut
Aqib (2015, hlm. 1) pendekatan kontekstual merupakan “konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat”. Senada
dengan Siregar dan Nara (2010, hlm. 117) pendekatan kontekstual (CTL) adalah
konsep belajar yang ditunjukan oleh guru dengan menghadirkan dunia nyata
kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hakikatnya pendekatan kontekstual
berusaha menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dengan
harapan peserta didik mampu memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Lebih jelasnya Suwangsih dan
Tiurlina (2010, hlm. 122) menegaskan bahwa pendekatan kontekstual merupakan
konsep belajar yang memfungsikan guru sebagai pihak yang harus mengkemas materi
(konten) dan mengaitkannya dengan susasana yang mudah dipahami siswa (konteks). Hal yang serupa dikemukakan oleh
Rusman (2014, hlm. 187) pembeajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat
siswa menjadi aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi
manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan dunia nyata.
Proses pembelajaran pendekatan kontekstual
melibatkan peserta didik secara aktif yakni bekerja dan mengalami sehingga
pembelajaran bertajuk kepada situated
learning atau student center. Proses
pembelajaran atau strategi pembelajaran lebih diutamakan oleh pendidik dibandingkan
hasil. Dengan demikian tugas guru hanya sebagai fasilitator yang menjembatani
siswa dengan konsep yang diajarkan. Selain itu guru berfungsi menciptakan atau
mengelola proses pembelajaran yang menggugah perhatian peserta didik agar
menemukan atau membangun pengetahuan sendiri.
Dalam pembelajaran kontekstual,
pembelajaran dilakukan dengan mengaitkan antara materi pembelajaran dengan
situasi dunia nyata. Sehingga
pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan dan pengaplikasian peserta didik
terhadap pengetahuan dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengaitkan materi yang
dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual sekitar peserta
didik.guru juga bisa mengaitkan pembelajaran melalui cara pemberian ilustrasi
atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang pastinya memiliki
kaitan atau bisa juga dikaitkan dengan pengalaman dari realita kehidupan. Dengan
demikian tujuan akhir dari pendekatan kontekstual yakni peserta didik dapat
memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari
satu permasalahan kedalam permasalahan lainnya. Kemajuan peserta didik diukur
dari proses, kinerja dan produk serta berbasis kepada prinsip authentic assessment.
Pendekatan kontekstual (CTL)
mempunyai pijakan atau landasan terhadap beberapa teori. Aqib (2015, hlm. 13) mengungkapkan
beberapa teori yang melandasi CTL diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.1.1
Knowledege-Based
Constructivism merupakan suatu teori yang menekankan
akan pentingnya membangun senidiri pengetahuan peserta didik melalui
keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.
2.1.2
Effort-Based
Learning/Incremental Theory of Intellegence merupakan teori
yang menekankan perlunya bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan
memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan
komitmen untuk belajar.
2.1.3
Socialization
yakni
teori yang menekankan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan
tujuan belajar sehingga faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama
perencanaan pembelajaran.
2.1.4
Situated
Learning yang mengungkapkan bahwa pengetahuan dan
pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial dalam
mencapai tujuan belajar.
2.1.5
Distributed
Learning yakni manusia merupakan bagian yang terintegrasi
dari proses pembelajaran sehingga harus berbagi pengetahuan dan tugas.
Dari beberapa pemaparan tersebut
dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pendekatan kontekstual memuat tiga hal
penting yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikannya yakni
pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik
secara aktif untuk menemukan materi atau pengetahuan. Selain itu pendekatan
kontekstual mendorong peserta didik untuk menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
Dan
hal terakhir yakni mendorong peserta didik agar mampu mengaplikasikan
pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari dalam pembelajaran kedalam
kehidupan sehari-hari.
2.2
Komponen
Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
dibangun oleh beberapa komponen.
Adapun
komponen dari pendekatan kontekstual seperti yang dikemukakan oleh Johnson B.
Elaine (dalam Rusman, 2014, hlm. 192) sebagai berikut ini.
2.2.1
Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna
(making meaningful connections).
Maksudnya yakni mengaitkan apa yang dipelajari peserta didik dengan
pengalamannya, informasi dari media massa dan lain sebagainya. Sehingga peserta
didik akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan suatu
informasi yang instant dan disajikan tanpa mengaitkan terhadap hal yang ada
dalam kehidupannya. Dengan demikian motovasi peserta didik akan lebih meningkat
karena apa yang dipelajarinya memberikan kebermaknaan terhadap dirinya. Hal ini
bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri, mengontruksi sendiri dan lainnya.
2.2.2
Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang
berarti (doing significant work).
Pekerjaan yang berarti disini merupakan suatu hal yang dapat menciptakan
kebermaknaan terhadap siswa. Guru sebagai fasilitator dapat melakukan berbagai
hal dalam menciptakan pembelajaran yang mengaitkan pelajaran dengan konteks
kehidupan peserta didik diantaranya yaitu sebagai berikut.
1)
Mengaitkan pembelajaran dengan dengan
sumber yang ada di dalam konteks kehidupan peserta didik.
2)
Mengaitkan pembelajaran dengan topik
bahasan yang mempunyai hubungan keterkaitan.
2.2.3
Melakukan proses belajar yang diatur
sendiri (self-regulated learning).
Maksudnya bahwa pembelajaran dilakukan secara mandiri sesuai dengan kondisi
atau kemampuan dari peserta didik dengan sikap menghargai terhadap kecepatan
belajar, cara belajar dan minat serta bakat yang bervariasi.
2.2.4
Mengadakan kolaborasi (collaborating). Maksudnya bahwa
pembelajaran konstektual dalam implementasinya tentu memerlukan dan diciptakan
untuk mengadakan kolaborasi atau kerjasama antara peserta didik.
2.2.5
Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Hal
tersebut merupakan tujuan dari pembelajaran kontekstual yakni mengembangkan
potensi intelektual peserta didik dan memberikan kesempatan untuk
mengaplikasikan pada kehidupan nyata.
2.2.6
Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual). Maksudnya
bahwa pendekatan kontekstual dibangun karena adanya niatan mengembangkan
potensi individu sehingga kegiatan pembelajaran sebaiknya mampu
mengidentifikasi kemampuan peserta didik dan memberikan kesempatan
mengembangkannya.
2.2.7
Mengupayakan pencapaian standar yang
tinggi (reaching high standars). Hal
tersebut sebenarnya dimaksudkan sebagai tolak ukur keberhasilan yang tinggi
sehingga dapat memicu dan memberikan motivasi sendiri kepada peserta didik
dalam melakukan pembelajaran dan menumbuhkan rasa kerja keras berprestasi.
2.2.8
Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment). Maksudnya
bahwa pembelajaran harus mempunyai evaluasi yang akurat dan tidak cukup apablia
dinilai pada akhir saja melainkan melihat proses juga hasil pembelajaran
sehingga membantu tingkat validitas dari suatu penilaian tentang kualitas
program pendidikan. Data evaluasi bisa diperoleh dari kegiatan nyata yang
dikerjakan oleh peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran. Sutardi
dan Sudirjo (2007, hlm. 99) mengungkapkan bahwa asesmen autentik memiliki
karakteristik, adapun karakteristiknya yaitu.
Dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembeajaran berlangsung, bisa digunakan untuk
formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan performansi bukan
mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback.
2.3
Karakteristik
PendekatanKontekstual (CTL)
Seperti pendekatan lainnya bahwa
pendekatan pembelajaran kontekstual sendiri memiliki beberapa karakteristik
yang menjadi cirri khas atau pembeda dari pendekatan lainnya. Adapun beberapa karakteristik
tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.3.1
Ciri yang khas pertama dari pendekatan
kontekstual yakni menjunjung kerjasama karena pembelajaran dilakukan secara
kolaboratif dalam membangun pengetahuan peserta didik.
2.3.2
Saling menunjang baik antara komponen
yang terlibat dalam pembelajaran dan juga topik pembelajaran.
2.3.3
Menyenangkan dan tidak membosankan
karena berlandaskan kepada paradigma konstruktivisme.
2.3.4
Belajar dengan bergairah sehingga dalam
implementasinya guru harus membangkitkan motivasi dan rasa ingi tahu peserta
didik.
2.3.5
Pembelajaran terintegrasi baik lintas
topik maupun dengan pengalaman atau kehidupan nyata peserta didik.
2.3.6
Menggunakan berbagai sumber belajar baik
buku atau lainnya.
2.3.7
Peserta didik aktiv karena pembelaran
kontekstual sendiri bertajuk situated
learning dan student center.
2.3.8
Sharing
dengan
teman, hal ini layaknya ciri khas pertama yakni kerjasama dan saling berbagi
ide.
2.3.9
Peserta didik kritis dan guru kreatif,
dengan rasa ingin tahu yag tinggi diharapkan peserta didik dapat encapai
kemampuan berpikir tingkat tinggi yakni berpikir kritis dan karenanya guru
harus menciptakan iklim pembelajaran yang kreatif dan menarik.
2.3.10
Kelas penuh dengan hasil kreativitas
kerja peserta didik hal tersebut karena penilaian pendekatan ini didasarkan
atas penilaian proses dan karya atau produk selain itu produk peserta didik
dipajang sebagai bentuk apresiasi terhadapnya dan dapat meningkatkan motivasi
secara tidak langsung.
2.3.11
Hasil pembelajaran dilaporkan kepada
orang tua baik itu hasil karyanya, praktikum dan lain sebagainya sebagai
penghargaan dan diharapkan orang tua dapat bekerjasama dengan guru dalam
membimbing peserta didik.
Hal yang hampir serupa dikemukakan
oleh Udin Saefudin Saud (dalam Sutardi dan Sudrjo, 2007) terdapat lima
karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual di
sekolah dasar diantaranya yaitu sebagai berikut.
2.3.1
Dalam CTL pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2.3.2
Pembelajaran kontekstual adalah belajar
dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru yang diperoleh dengan
cara deduktif.
2.3.3
Pemahaman pengetahuan bahwa pengetahuan
itu bukan untuk dihafal melainkan untuk dipahami.
2.3.4
Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman
yang dipelajari agar terjadi perubahan perilaku peserta didik.
2.3.5
Melakukan refleksi terhada pengembangan
pengetahuan.
2.4
Prinsip-prinsip
Pendekatan Kontekstual (CTL)
Prinsip
pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar
dalam pembelajaran kontekstual. Pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran
kontekstual harus dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan pendekatan
pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru ketika
hendak mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi kekeliruan
atau kesalahan. Pendekatan kontekstual sendiri memiliki tujuh prinsip yang
harus dikembangkan oleh guru. Adapun tujuh prinsip pendekatan kontekstual seperti
yang dimuat dalam Suwangsih dan Tiurlina (2010) sebagai berikut ini.
2.4.1
Kostruktivisme (constructivism) merupakan suatu prinsip yang menekankan untuk
membangun pemahaman peserta didik melalui pengalaman baru yang didasarkan
kepada pengetahuan awal, selain itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkontruksi bukan sebagai menerima pengetahuan yang sudah jadi. Peserta didik
harus dilatih dalam menyelesaikan masalah serta menemukan suatu hal yang
berguna bagi dirinya sehingga dapat memaknainya dan ingat terus akan
pengkontruksian pengetahuan tersebut. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu
menarik peserta didik melalui penciptaan kondisi kebermaknaan, memberikan
kesempatan untuk menemukan dan menerapkan suatu ide juga menyadarkan peserta
didik untuk menerapkan strategi tersendiri dalam melakukan kegiatan belajar.
2.4.2
Bertanya (questioning) merupakan suatu strategi utama pembelajaran berbasis
kontekstual yakni prinsip yang menuntut guru untuk mendorong, membimbing serta
menilai kemampuan berpikir peserta didik dan dari pihak peserta didik kegiatan
bertanya sendiri merupakan bagian terpenting dari pembelajaran yang berbasis
konstruktivisme dan inquiry. Hal ini
bertujuan mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui pertanyaan.
Selain itu dari kegiatan bertanya dapat mengorek informasi mengenai pemahaman
peserta didik, membangkitkan respon, mengetahui sejauh mana rasa keingintahuan,
mengetahui konsep awal yang dimiliki peserta didik, dapat memfokuskan perhatian
juga membangkitkan pertanyaan balikan dari peserta didik serta menyegarkan
pengetahuan yang dimiliki. Selain itu prinsip bertanya juga dapat menjadikan
pembalajaran lebih aktif.
2.4.3
Menemukan (inquiry) yaitu proses inti dari suatu pendekatan kontekstual yakni
proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman yang melatih kemampuan
berpikir kritis peserta didik. Langkah dari inkuiri sendiri yaitu merumuskan
masalah, melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil juga diakhiri
dengan mekomunikasikan atau menyajikan hasil.
2.4.4
Masyarakat belajar (learning community) adalah prisip yang menyatakan bahwa hasil belajar diperoleh dari kerjasama
dengan peserta didik lainnya, memuat sekelompok orang yang terikat dalam suatu
kegiatan belajar sehingga pembelajaran memandang bahwa berkolaborasi atau
saling bekerjasama lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri karena hal
tersebut sangatlah mendukung proses tukar pengalaman dan saling berbagi ide.
Maksudnya yaitu membiasakan peserta didik melakukan kerjasama dan memanfaatkan
sumber belajar/sharing dengan temannya.
2.4.5
Permodelan (modeling) menjelaskan mengenai proses penampilan suatu contoh agar
orang lain melakukan kegiatan berpikir, bekerja dan belajar. Sehingga pada
pendekatan kontekstual sendiri guru biasanya memberikan contoh tentang cara
mengerjakan sesuatu sebelum memberikan tugas.
2.4.6
Refleksi (reflection) merupakan prinsip mengenai cara berpikir tentang apa
yang telah dipelajari dan memuat kegiatan mencatat apa yang telah dipelajari.
Refleksi sendiri merupakan respon terhadap bagaimana peserta didik menerima
pengetahuan yang telah dipelajarinya. Selain itu diharapkan menciptakan
hubungan antara pelajaran yang telah diterima dengan pengetahuan peserta didik
baik awal maupun aplikasi kedepannya.
2.4.7
Penilaian sebenarnya (authentic assessment) yakni prinsip
mengukur pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang terintegrasi dengan
pembelajaran. Hal tersebut didasarkan kepada penilaian suatu produk atau
kinerja dan dari tugas yang relevan dan kontekstual. Melakukan penilaian secara
objektif yakni menilai kamampuan sebenarnya yang terdapat pada peserta didik.
Menurut Elaine B. Johnson (dalam
Sutadi dan Sudirjo, 2007, hlm. 105) dalam pembelajaran kontekstual setidaknya
meliputi tiga prinsip utama yakni saling ketergantungan, diferensiasi dan
pengorganisasian diri. Prinsip
saling ketergantungan merupakan suatu prinsip yang menyatakan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran kontekstual menuntut adanya saling kerjasama dan
ketergantungan antar komponen pelaku pembelajaran baik itu guru dengan peserta
didik maupun antarpeserta didik.
Diferensiasi
sendiri menunjukkan suatu prinsip perbedaan dimana perbedaan dalam pembelajaran
kontekstual merupakan suatu hal yang dihargai sebagai suatu kesatuan yang
saling berhubungan dan adanya saling ketergantungan sehingga terbungkus dalam suatu
simbiosis mutualistis. Adapun
prinsip pengorganisasian diri yaitu sehingga pembelajaran kontekstual ditujukan
terhadap pengembangan potensi diri semaksimal mungkin.
2.5
Kelebihan
dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual memiliki
beberapa kelebihan dan kekurangan yang didasarkan kepada hakikat, prinsip,
komponen dan lain sebagainya. Adapun kelebihan dari pendekatan kontekstual
diantaranya yaitu pendekatan kontekstual lebih mengarahkan pembelajaran kepada real world learning, mengutamakan
pengalaman peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuan sendiri, menumbuhkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (high
order thinking skills) salah satunya kemampuan berpikir kritis, kegiatan
pembelajaran berpusat atau berorientasi kepada peserta didik sebagai subjek
pembelajaran sehingga peserta didik ditujukan kepada kegiatan yang aktif,
kritis dan kreatif.
Selain itu kelebihan yang lainnya
bahwa pendekatan kontekstual berlandaskan kepada pencapaian pengetahuan dan
keterampilan yang sangat bermanfaat dan bermakna bagi peserta didik sebagai
bekal kehidupannya karena dekat dan memiliki hubungan dengan dunia
nyata.Pendekatan kontekstual juga memiliki kelebihan dengan mempunyai tujuan
adanya perubahan perilaku sebagai hasil dari pembelajaran, dan kegiatannya
ditujukan dalam konteks belajar bukan mengajar. Kelebihan lainnya dari
pendekatan kontekstual yaitu kegiatannya lebih mengarah kepada pendidikan bukan
kepada pengajaran, berorentasi pada pemecahan masalah, siswa sebagai actor
utama dan guru hanya membimbing dan mengarahkan, dan hasil pembelajaran diukur
dengan berbagai alat ukur atau instrument penilaian tidak hanya berupa tes
namun unjuk kerja dan lain sebagainya.
Pada setiap hal tentu dibalik
kelebihan pasti memiliki kekurangan.
Adapun
kekurangan yang dimiliki pendekatan kontekstual diantaranya yaitu menuntut guru
agar memiliki kemampuan dan pemahaman yang komprehensif terhadap konsep
pembelaran kontekstual baik secara konseptual maupun prscedural. Guru juga
harus mampu mengetahui potensi dari setiap peserta didik yang bervariasi, dan juga sarana, media
serta alat bantu dan kelengkapan pembelajaran lainnya harus menunjang dalam
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual.
Adapun kelemahan dari pendekatan
kontekstual yang dilihat dari sudut pandang peserta didik diantaranya peserta
didik harus mempunyai inisiatif dan kreativitas yang tinggi sebagai bekal dalam
kegiatan pembelajaran, mempunyai wawasan pengetahuan yang memadai dari setiap
mata pelajaran. Pendekatan
kontekstual sendiri dapat menimbulkan perubahan sikap apabila menyajikan
masalah yang tidak dimengerti oleh peserta didik. Selain
itu peserta didik dituntut agar memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi
dalam menyelesaikan tugas.
2.6
Tahapan
Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja namun tetap memperhatikan kesesuaian topik
yang akan dibahas dan juga hal lainnya seperti kondisi peserta didik dan lain
sebagainya. Apabila dirinci secara umum maka terdapat tujuh langkah atau fase
kegiatan pembelajaran dalam pendekatan kontekstual seperti dimuat dalam Majid
(2015) sebagai berikut.
2.6.1
Pembelajaran diawali dengan pengembangan
pemikiran bahwa belajar akan lebih menumbuhkan unsur kebermaknaan jika dikerjakan
secara mandiri dan mengontruksi sendiri suatu pengetahuan dan keterampilan.
2.6.2
Peserta didik ditujukan untuk
melaksanakan beberapa kegiatan inkuiri atau menemukan suatu konsep melalui
pengamatan atau percobaan.
2.6.3
Langkah ketiga yakni guru memfasilitasi
dalam proses pengembangan rasa ingin tahu peserta didik hal tersebut dapat
dilakukan dengan memancing peserta didik melalui beberapa pertanyaan.
2.6.4
Ciptakan masyarakat belajar seperti yang
telah dikemukakan dalam prinsip pembelajaran konstektual dimana hal tersebut
bisa dilakukan melalui pembentukan kelompok peserta didik dengan berbagai cara.
2.6.5
Langkah selanjutnya yakni menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran, model dapat berupa media pembelajaran
ataupun suatu konsep model contoh yang bisa digambarkan atau dinotasikan
sehingga menjelaskan suatu cara mengerjakan sesuatu.
2.6.6
Pengadaan refleksi atau mengulang dan
mempelajari kembali apa yang telah dipelajari peserta didik pada
aktivitas-aktivitas sebelumnya sehingga peserta didik dapat lebih memahami
suatu konsep yang telah dipelajari bahkan refleksi ini juga ditujukan sebagai
salah satu bentuk penguatan terhadap siswa sehingga pada akhirnya tujuan
pembelajaran akan dapat tercapai dengan jelas dan tidak menmbulkan ambigu
pemahaman peserta didik terhadap topik yang telah dibahas bahkan juga refleksi
mampu mengaitkan pembelajaran yang telah dipelajari terhadap pengalaman peserta
didik dan mampu mengembangkan sikap implementatif terhadap kehidupan
sehari-hari dari apa yang telah dipelajari.
2.6.7
Guru melakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara diantaranya yaitu menggunakan penilaian autentik dimana
penilaian tidak hanya ditujukan kepada hasil atau penilaian pembelajaran
melainkan melalui penilaian yang terpadu yakni penilaian berada pada proses,
unjuk kerja maupun akhir pembelajaran sehingga dapat meningkatkan taraf
validitas terhadap kompetensi peserta didik.
Lebih jelas lagi pendekatan
kontekstual dapat dilakukan melalui empat tahapan yaitu tahap invitasi, tahap
eksplorasi, tahap penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan keputusan. Tahap
invitasi merupakan suatu tahap pembelajaran dimana peserta didik dipancing
untuk mengemukakan dan mengkomunikasikan argument mengenai pengetahuan awal
tentang suatu topik yang akan dibahas. Selanjutnya melaju ke tahap eksplorasi
dimana peserta didik diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi dan
mengkontruksi pengetahuan melalui suatu pengamatan atau percobaan yang
dilanjutkan dengan diskusi yang sudah dibuat skenarionya oleh guru. Tahap selanjutnya yakni penjelasan
dan solusi dimana guru meluruskan dan menguatkan pengetahuan yang telah peserta
didik konstruksi sendiri sehingga timbul suatu solusi dan refleksi
pembelajaran. Tahap
terakhir dari pendekatan kontekstual yakni tahap pengambilan keputusan yaitu
peserta didik menyimpulkan atau membuat keputusan akhir pembelajaran baik
dikuatkan melalui pertanyaan atau diskusi lanjutan dan sebagainya.
2.7
Implementasi
Pendekatan KontekstualMatematika di SD
Dalam mengimplementasikan
pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika di sekolah dasar sebaiknya
guru merancang skenario pembelajaran dengan jelas dan terstruktur. Program pembelajaran kontekstual
harus memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu harus menyatakan kegiatan
utama pembelajaran yakni kegiatan siswa yang menghubungkan antara suatu
kompetensi dasar, tujuan yang hendak dicapai dengan materi maupun indikator
pembelajaran. Selain
itu guru harus merumuskan secara jelas tujuan umum yang hendak dicapai. Guru juga harus benar-benar
memperhatian media dan sumber belajar dalam pembelajaran. Selanjutnya guru dapat merumuskan
scenario pembelajaran secara terstruktur dan sistematis namun juga fleksibel
sehingga dapat diimplementasikan terhadap pembelajaran. Langkah terakhir dari
implementasi perencanaan yakni merumuskan sistem penilaian baik proses maupun
hasil.
Rencana kegiatan pembelajaran (RPP)
dengan menggunakan pendekatan kontekstual disusun oleh guru sebagai rancangan
skenario yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Hal yang menjadi penting dalam
penyusunan rencana pembelajaran yakni gambaran tahap demi tahap kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan karena penekatan kontekstual lebih
mengutamakan proses yang terdapat dalam strategi pembelajaran. Sehingga
perencanaan pendekatan kontekstual lebih menekankan kepada skenario pembelajaran. Dalam implementasinya kegiatan
pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dapat dilakukan sesuai tahapan
pembelajaran sebagai berikut ini.
Tabel
2.1 Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika di SD
Kegiatan
|
Deskripsi
Kegiatan
|
Pendahuluan
|
1. Guru
menjelaskan kompetensi atau tujuan yang harus dicapai dan manfaat dari
pembelajaran.
2. Siswa
dibagi kedalam beberapa kelompok.
3. Masing-masing
kelompok diberikan tugas observasi dengan mencatat hasil kerjanya.
4. Guru
melakukan tanya jawab mengenai tugas yang diberikan.
|
Inti
|
5.
Siswa melakukan observasi bersama kelompok.
6.
Siswa mencatat hasil observasi sesuai dengan alat
observasi atau LKS.
7.
Siswa bersama kelompok mendiskusikan hasil
observasi.
8.
Siswa melaporkan atau mempresentasikan hasil diskusi.
9.
Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan
kelompok lain.
|
Penutup
|
10.
Siswa menyimpulkan hasil observasi dalam
pembelajaran dengan bimbingan dan bantuan guru.
11.
Guru menugaskan siswa untuk membuat pengalaman
belajar.
|
2.8 Evaluasi Pendekatan Kontekstual
Matematika di SD
Pada pendekatan kontekstual, sistem evaluasi yang digunakan adalah
penilaian autentik. Penilaian merupakan evaluasi kemampuan peserta didik dalam
konteks dunia yang sebenarnya, penilaian kinerja, penilaian portofolio,
observasi sistematik, dan jurnal. Evaluasi dalam pendekatan kontekstual tidak
hanya pada evaluasi hasil, seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, dan
ulangan akhir semester, tetapi dapat berupa kuis, tugas individu, tugas
kelompok. Oleh karena itu, dengan sistem evaluasi tersebut akan diketahui
kecepatan belajar peserta didik. Menurut Hasnawati (2006), metode penilaian
yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu sebagai
berikut.
2.8.1
Diskusi, aspek
yang dinilai meliputi kemampuan peserta didik berbicara, mengemukakan ide,
kerja sama, dan sebagainya.
2.8.2
Wawancara,
aspek yang dinilai meliputi kemampuan peserta didik dalam memahami konsep
kedalamannya.
2.8.3
Paper dan Pencil Test, aspek yang dinilai meliputi berbagai jenis
test dengan tingkat pemikiran yang tinggi.
2.8.4
Observasi,
aspek yang dinilai meliputi kegiatan menilai sikap dan perilaku peserta didik.
2.8.5
Demonstrasi,
aspek yang dinilai meliputi kemampuan mentransformasikan ide-ide ke dalam
sesuatu yang konkret dan dapat diamati melalui penglihatan, pendengaran, seni,
drama pergerakan, dan atau musik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada hakikatnya
pendekatan kontekstual berusaha menciptakan pengalaman belajar yang bermakna
bagi peserta didik dengan harapan peserta didik mampu memecahkan masalah dalam
kehidupan jangka panjang. Proses pembelajaran pendekatan kontekstual melibatkan
peserta didik secara aktif yakni bekerja dan mengalami sehingga pembelajaran
bertajuk kepada situated learning atau
student center. Dalam pembelajaran
kontekstual ini mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia
nyata. Sehingga pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan dan pengaplikasian
peserta didik terhadap pengetahuan dan penerapan matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun beberapa teori yang yang melandaskan pendekatan
pembelajaran kontekstual ini diantaranya, Knowledege-Based
Constructivism, Effort-Based Learning/Incremental Theory of
Intellegence,Situated Learning, dan Distributed Learning.
Adapun komponen-komponen pembelajaran kontekstual salahsatunya yaitu menjalin
hubungan-hubungan yang bermakna (making
meaningful connections) dengan mengaitkan apa yang dipelajari peserta didik
dengan pengalamannya, informasi dari media massa dan lain sebagainya. Prinsip
pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning)merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar
dalam pembelajaran kontekstual. Terdapat tujuh prinsip pada pendekatan
pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Makalah ini juga
membahas mengenai kelebihan dan kekurangan, tahapan, implementasi, dan evaluasi
dalam pendekatan pembelajaran kontekstual.
3.2 Saran
Pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan pendekatan pembelajaran yang
memiliki karakteristik unik dalam mengaitkan pengetahuan terhadap pengalaman
peserta didik. Sehingga guru atau calon guru
sekolah dasar harus mampu mengimplementasikan pendekatan kontekstual dengan
baik dan benar yang disesuaikan dengan prinsip dasar pendekatan pembelajaran
kontekstual sendiri. Dengan
demikian diharapkan guru mampu mengembangkan, menerapkan, dan menghubungkan
pengetahuan yang diperoleh peserta didik dalam suatu pembelajaran di kelas
dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.untuk itu guru perlu memahami konsep
pendekatan pembelajaran kontekstual baik secara konseptual maupun prosedural agar mampu
mangaplikasikannya di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif).
Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.
Hasnawati. (2006). Pendekatan
contextual teaching learning hubungannya dengan evaluasi pembelajaran. [Online]. Diakses dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=6786&val=444. (3 Maret 2016)
Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Rusman. (2014). Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori
belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sutardi, D. & Sudirjo, E.
(2007). Pembaharuan
dalam PBM di SD. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.
Suwangsih, E. &
Tiurlina.(2010). Model pembelajaran
matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar