Translate

Sabtu, 10 Februari 2018

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)


PENDEKATAN KONTEKSTUAL
(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Model Pembelajaran Matematika pada semester genap tahun akademik 2015/2016
dengan dosen pembimbing Maulana, M.Pd.


Disusun oleh:
Kelompok 1
Semester 6 Kelas 3D
1.      Trisna Nugraha            (No. Absen/NIM : 47 /1307502)
2.      Annisa Listiorini         (No.Absen/NIM : 13 /1306136)
3.      Tera Lawina Darajat   (No.Absen/NIM : 31 /1306522)
4.      Maharani Larasati P. (No. Absen/NIM : 46 / 1307346)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS SUMEDANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching Learning)” tepat pada waktunya. Rasa hormat dan ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Maulana, M.Pd., selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika atas ilmu, bimbingan, motivasi, dan saran yang diberikan selama perkuliahan. Makalah ini akan membahas mengenai Pendekatan Kontekstual(Contextual Teaching Learning). Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan do’a serta dukungan baik secara moril maupun materiil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
2.      Bapak Maulana, M.Pd. selaku dosen pengampu matakuliah Model Pembelajaran Matematika.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi, tata bahasa, penulisan kalimat, maupun kajian teori. Oleh karena itu kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaikinya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para pembaca umumnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

                                                                                    Sumedang, 3 Maret 2016



Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3  Tujuan Pembahasan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Hakikat Pendekatan Kontekstual (CTL).......................................... 4
2.2  Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL)..................................... 6
2.3  Karakteristik Pendekatan Kontekstual (CTL).................................. 8
2.4  Prinsip-prinsip Pendekatan Kontekstual (CTL)................................ 10
2.5  Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual (CTL)........... 13
2.6  Tahapan atau Langkah-langkah Pendekatan Kontekstual (CTL)..... 14
2.7  Implementasi Pendekatan Konsekstual Matematika di SD............. 16
2.8  Evaluasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual.............................. 18
BAB III PENUTUP
3.1  Simpulan........................................................................................... 19
3.2  Saran................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 21





BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah
Pengetahuan dikonstruksi oleh manusia secara bertahap dan berkelanjutan. Pengetahuan sendiri bukan sebagai sesuatu yang instan atau dapat langsung dikunyah atau dihapalkan begitu saja melainkan memerlukan proses pengkrontruksian secara berkelanjutan. Dengan demikian peserta didik pada hakikatnya ditujukan untuk mengontruksi pengetahuan terebut. Selain itu peserta didik juga pada hakikatnya diharapkan memiliki atau merasakan unsur kebermaknaan dalam suatu pembelajaran melalui pengalaman nyata.
Proses pembelajaran telah mengalami berbagai perubahan paradigma. Pembelajaran matematika sendiri kini berada pada paradigma konstruktivisme dimana pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan pengetahuan yang mengedepankan hasil, konstruksi dan interaksi. Hal tersebut menjadikan peserta didik sebagai pusat atau subjek pembelajaran yang biasa disebut sebagai pembelajaran student center yang mengedepankan bahwa peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Sehingga pada akhirnya guru yang berperan sebagai fasilitator berusaha menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mempunyai nilai kebermaknaan bagi peserta didik. Nilai kebermaknaan tersebut dapat dicapai apabila peserta didik diberikan kesempatan untuk menciptakan pengalaman secara langsung terhadap apa yang dipelajarinya dan tidak sekedar mengetahui suatu muatan pembelajaran.
Beberapa hal tersebut mendasari perlunya guru atau calon guru memahami pendekatan kontekstual yang dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran. Karena pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan pendekatan pembelajaran yang cocok digunakan di sekolah dasar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Pemahaman baik secara konseptual maupun prosedural mengenai pendekatan pembelajaran kontekstual diperlukan oleh guru atau calon guru agar dalam implementasinya dapat tercapainya suatu tujuan pembelajaran seefisien dan efektif mungkin.

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa rumusan masalah yaitu sebagai berikut ini.
1.2.1        Bagaimana hakikat daripendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika?
1.2.2        Apa saja yang termasuk kedalam komponen pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.2.3        Bagaimana karakteristik dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika?
1.2.4        Bagaimana prinsip dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.2.5        Apa saja kelebihan dan kekurangan dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar?
1.2.6        Bagaimana tahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.2.7        Bagaimana implementasi dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika di SD?
1.2.8        Bagaimana evaluasi pendekatan pembelajaran kontekstual?

1.3     Tujuan Pembahasan
Adapun beberapa tujuan yang dapat diketahui di dalam  penulisan makalah ini di antaranya sebagai berikut.
1.3.1        Untuk mengetahui serta memahami hakikat dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika.
1.3.2        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai komponen dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning)?
1.3.3        Untuk memberikan informasi mengenai karakteristik pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.4        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai prinsip pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.5        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenai kelebihan dan kekurangan dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.6        Untuk memberikan gambaran serta informasi mengenaitahapan atau langkah-langkah pembelajaran dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning).
1.3.7        Untuk memberikan informasi mengenai implementasi dari pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran matematika di SD.
1.3.8        Untuk memberikan informasi mengenai evaluasi dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Hakikat Pendekatan Konstektual (CTL)
Pembelajaran matematika masa kini berlandaskan kepada paradigma pembelajaran konstruktivisme. Dimana pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya melalui mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang merujuk kepada hal tersebut diantaranya yakni pendekatan kontekstual atau biasa dikenal dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning). Menurut Aqib (2015, hlm. 1) pendekatan kontekstual merupakan “konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Senada dengan Siregar dan Nara (2010, hlm. 117) pendekatan kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang ditunjukan oleh guru dengan menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hakikatnya pendekatan kontekstual berusaha menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dengan harapan peserta didik mampu memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Lebih jelasnya Suwangsih dan Tiurlina (2010, hlm. 122) menegaskan bahwa pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang memfungsikan guru sebagai pihak yang harus mengkemas materi (konten) dan mengaitkannya dengan susasana yang mudah dipahami siswa (konteks). Hal yang serupa dikemukakan oleh Rusman (2014, hlm. 187) pembeajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa menjadi aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.
Proses pembelajaran pendekatan kontekstual melibatkan peserta didik secara aktif yakni bekerja dan mengalami sehingga pembelajaran bertajuk kepada situated learning atau student center. Proses pembelajaran atau strategi pembelajaran lebih diutamakan oleh pendidik dibandingkan hasil. Dengan demikian tugas guru hanya sebagai fasilitator yang menjembatani siswa dengan konsep yang diajarkan. Selain itu guru berfungsi menciptakan atau mengelola proses pembelajaran yang menggugah perhatian peserta didik agar menemukan atau membangun pengetahuan sendiri.
Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran dilakukan dengan mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Sehingga pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan dan pengaplikasian peserta didik terhadap pengetahuan dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengaitkan materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual sekitar peserta didik.guru juga bisa mengaitkan pembelajaran melalui cara pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media dan lain sebagainya yang pastinya memiliki kaitan atau bisa juga dikaitkan dengan pengalaman dari realita kehidupan. Dengan demikian tujuan akhir dari pendekatan kontekstual yakni peserta didik dapat memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan kedalam permasalahan lainnya. Kemajuan peserta didik diukur dari proses, kinerja dan produk serta berbasis kepada prinsip authentic assessment.
Pendekatan kontekstual (CTL) mempunyai pijakan atau landasan terhadap beberapa teori. Aqib (2015, hlm. 13) mengungkapkan beberapa teori yang melandasi CTL diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.1.1        Knowledege-Based Constructivism merupakan suatu teori yang menekankan akan pentingnya membangun senidiri pengetahuan peserta didik melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran.
2.1.2        Effort-Based Learning/Incremental Theory of Intellegence merupakan teori yang menekankan perlunya bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.
2.1.3        Socialization yakni teori yang menekankan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan tujuan belajar sehingga faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pembelajaran.
2.1.4        Situated Learning yang mengungkapkan bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial dalam mencapai tujuan belajar.
2.1.5        Distributed Learning yakni manusia merupakan bagian yang terintegrasi dari proses pembelajaran sehingga harus berbagi pengetahuan dan tugas.
Dari beberapa pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya pendekatan kontekstual memuat tiga hal penting yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikannya yakni pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara aktif untuk menemukan materi atau pengetahuan. Selain itu pendekatan kontekstual mendorong peserta didik untuk menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Dan hal terakhir yakni mendorong peserta didik agar mampu mengaplikasikan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari dalam pembelajaran kedalam kehidupan sehari-hari.

2.2     Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dibangun oleh beberapa komponen. Adapun komponen dari pendekatan kontekstual seperti yang dikemukakan oleh Johnson B. Elaine (dalam Rusman, 2014, hlm. 192) sebagai berikut ini.
2.2.1        Menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Maksudnya yakni mengaitkan apa yang dipelajari peserta didik dengan pengalamannya, informasi dari media massa dan lain sebagainya. Sehingga peserta didik akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan suatu informasi yang instant dan disajikan tanpa mengaitkan terhadap hal yang ada dalam kehidupannya. Dengan demikian motovasi peserta didik akan lebih meningkat karena apa yang dipelajarinya memberikan kebermaknaan terhadap dirinya. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, mengontruksi sendiri dan lainnya.
2.2.2        Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti (doing significant work). Pekerjaan yang berarti disini merupakan suatu hal yang dapat menciptakan kebermaknaan terhadap siswa. Guru sebagai fasilitator dapat melakukan berbagai hal dalam menciptakan pembelajaran yang mengaitkan pelajaran dengan konteks kehidupan peserta didik diantaranya yaitu sebagai berikut.
1)      Mengaitkan pembelajaran dengan dengan sumber yang ada di dalam konteks kehidupan peserta didik.
2)      Mengaitkan pembelajaran dengan topik bahasan yang mempunyai hubungan keterkaitan.
2.2.3        Melakukan proses belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning). Maksudnya bahwa pembelajaran dilakukan secara mandiri sesuai dengan kondisi atau kemampuan dari peserta didik dengan sikap menghargai terhadap kecepatan belajar, cara belajar dan minat serta bakat yang bervariasi.
2.2.4        Mengadakan kolaborasi (collaborating). Maksudnya bahwa pembelajaran konstektual dalam implementasinya tentu memerlukan dan diciptakan untuk mengadakan kolaborasi atau kerjasama antara peserta didik.
2.2.5        Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Hal tersebut merupakan tujuan dari pembelajaran kontekstual yakni mengembangkan potensi intelektual peserta didik dan memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pada kehidupan nyata.
2.2.6        Memberikan layanan secara individual (nurturing the individual). Maksudnya bahwa pendekatan kontekstual dibangun karena adanya niatan mengembangkan potensi individu sehingga kegiatan pembelajaran sebaiknya mampu mengidentifikasi kemampuan peserta didik dan memberikan kesempatan mengembangkannya.
2.2.7        Mengupayakan pencapaian standar yang tinggi (reaching high standars). Hal tersebut sebenarnya dimaksudkan sebagai tolak ukur keberhasilan yang tinggi sehingga dapat memicu dan memberikan motivasi sendiri kepada peserta didik dalam melakukan pembelajaran dan menumbuhkan rasa kerja keras berprestasi.
2.2.8        Menggunakan asesmen autentik (using authentic assessment). Maksudnya bahwa pembelajaran harus mempunyai evaluasi yang akurat dan tidak cukup apablia dinilai pada akhir saja melainkan melihat proses juga hasil pembelajaran sehingga membantu tingkat validitas dari suatu penilaian tentang kualitas program pendidikan. Data evaluasi bisa diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan oleh peserta didik pada saat melakukan proses pembelajaran. Sutardi dan Sudirjo (2007, hlm. 99) mengungkapkan bahwa asesmen autentik memiliki karakteristik, adapun karakteristiknya yaitu.
Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembeajaran berlangsung, bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan performansi bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan sebagai feedback.

2.3     Karakteristik PendekatanKontekstual (CTL)
Seperti pendekatan lainnya bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual sendiri memiliki beberapa karakteristik yang menjadi cirri khas atau pembeda dari pendekatan lainnya. Adapun beberapa karakteristik tersebut diantaranya yaitu sebagai berikut ini.
2.3.1        Ciri yang khas pertama dari pendekatan kontekstual yakni menjunjung kerjasama karena pembelajaran dilakukan secara kolaboratif dalam membangun pengetahuan peserta didik.
2.3.2        Saling menunjang baik antara komponen yang terlibat dalam pembelajaran dan juga topik pembelajaran.
2.3.3        Menyenangkan dan tidak membosankan karena berlandaskan kepada paradigma konstruktivisme.
2.3.4        Belajar dengan bergairah sehingga dalam implementasinya guru harus membangkitkan motivasi dan rasa ingi tahu peserta didik.
2.3.5        Pembelajaran terintegrasi baik lintas topik maupun dengan pengalaman atau kehidupan nyata peserta didik.
2.3.6        Menggunakan berbagai sumber belajar baik buku atau lainnya.
2.3.7        Peserta didik aktiv karena pembelaran kontekstual sendiri bertajuk situated learning dan student center.
2.3.8        Sharing dengan teman, hal ini layaknya ciri khas pertama yakni kerjasama dan saling berbagi ide.
2.3.9        Peserta didik kritis dan guru kreatif, dengan rasa ingin tahu yag tinggi diharapkan peserta didik dapat encapai kemampuan berpikir tingkat tinggi yakni berpikir kritis dan karenanya guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang kreatif dan menarik.
2.3.10    Kelas penuh dengan hasil kreativitas kerja peserta didik hal tersebut karena penilaian pendekatan ini didasarkan atas penilaian proses dan karya atau produk selain itu produk peserta didik dipajang sebagai bentuk apresiasi terhadapnya dan dapat meningkatkan motivasi secara tidak langsung.
2.3.11    Hasil pembelajaran dilaporkan kepada orang tua baik itu hasil karyanya, praktikum dan lain sebagainya sebagai penghargaan dan diharapkan orang tua dapat bekerjasama dengan guru dalam membimbing peserta didik.
Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Udin Saefudin Saud (dalam Sutardi dan Sudrjo, 2007) terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual di sekolah dasar diantaranya yaitu sebagai berikut.
2.3.1        Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada.
2.3.2        Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru yang diperoleh dengan cara deduktif.
2.3.3        Pemahaman pengetahuan bahwa pengetahuan itu bukan untuk dihafal melainkan untuk dipahami.
2.3.4        Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman yang dipelajari agar terjadi perubahan perilaku peserta didik.
2.3.5        Melakukan refleksi terhada pengembangan pengetahuan.

2.4     Prinsip-prinsip Pendekatan Kontekstual (CTL)
Prinsip pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam pembelajaran kontekstual. Pemahaman akan prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual harus dikuasai oleh seorang guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran ini. Pemahaman terhadap prinsip juga tentunya agar guru ketika hendak mengemplementasikan pada proses pembelajaran tidak terjadi kekeliruan atau kesalahan. Pendekatan kontekstual sendiri memiliki tujuh prinsip yang harus dikembangkan oleh guru. Adapun tujuh prinsip pendekatan kontekstual seperti yang dimuat dalam Suwangsih dan Tiurlina (2010) sebagai berikut ini.
2.4.1        Kostruktivisme (constructivism) merupakan suatu prinsip yang menekankan untuk membangun pemahaman peserta didik melalui pengalaman baru yang didasarkan kepada pengetahuan awal, selain itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan sebagai menerima pengetahuan yang sudah jadi. Peserta didik harus dilatih dalam menyelesaikan masalah serta menemukan suatu hal yang berguna bagi dirinya sehingga dapat memaknainya dan ingat terus akan pengkontruksian pengetahuan tersebut. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu menarik peserta didik melalui penciptaan kondisi kebermaknaan, memberikan kesempatan untuk menemukan dan menerapkan suatu ide juga menyadarkan peserta didik untuk menerapkan strategi tersendiri dalam melakukan kegiatan belajar.
2.4.2        Bertanya (questioning) merupakan suatu strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual yakni prinsip yang menuntut guru untuk mendorong, membimbing serta menilai kemampuan berpikir peserta didik dan dari pihak peserta didik kegiatan bertanya sendiri merupakan bagian terpenting dari pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan inquiry. Hal ini bertujuan mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui pertanyaan. Selain itu dari kegiatan bertanya dapat mengorek informasi mengenai pemahaman peserta didik, membangkitkan respon, mengetahui sejauh mana rasa keingintahuan, mengetahui konsep awal yang dimiliki peserta didik, dapat memfokuskan perhatian juga membangkitkan pertanyaan balikan dari peserta didik serta menyegarkan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu prinsip bertanya juga dapat menjadikan pembalajaran lebih aktif.
2.4.3        Menemukan (inquiry) yaitu proses inti dari suatu pendekatan kontekstual yakni proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman yang melatih kemampuan berpikir kritis peserta didik. Langkah dari inkuiri sendiri yaitu merumuskan masalah, melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil juga diakhiri dengan mekomunikasikan atau menyajikan hasil.
2.4.4        Masyarakat belajar (learning community) adalah prisip yang menyatakan bahwa hasil belajar diperoleh dari kerjasama dengan peserta didik lainnya, memuat sekelompok orang yang terikat dalam suatu kegiatan belajar sehingga pembelajaran memandang bahwa berkolaborasi atau saling bekerjasama lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri karena hal tersebut sangatlah mendukung proses tukar pengalaman dan saling berbagi ide. Maksudnya yaitu membiasakan peserta didik melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar/sharing dengan temannya.
2.4.5        Permodelan (modeling) menjelaskan mengenai proses penampilan suatu contoh agar orang lain melakukan kegiatan berpikir, bekerja dan belajar. Sehingga pada pendekatan kontekstual sendiri guru biasanya memberikan contoh tentang cara mengerjakan sesuatu sebelum memberikan tugas.
2.4.6        Refleksi (reflection) merupakan prinsip mengenai cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari dan memuat kegiatan mencatat apa yang telah dipelajari. Refleksi sendiri merupakan respon terhadap bagaimana peserta didik menerima pengetahuan yang telah dipelajarinya. Selain itu diharapkan menciptakan hubungan antara pelajaran yang telah diterima dengan pengetahuan peserta didik baik awal maupun aplikasi kedepannya.
2.4.7        Penilaian sebenarnya (authentic assessment) yakni prinsip mengukur pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang terintegrasi dengan pembelajaran. Hal tersebut didasarkan kepada penilaian suatu produk atau kinerja dan dari tugas yang relevan dan kontekstual. Melakukan penilaian secara objektif yakni menilai kamampuan sebenarnya yang terdapat pada peserta didik.
Menurut Elaine B. Johnson (dalam Sutadi dan Sudirjo, 2007, hlm. 105) dalam pembelajaran kontekstual setidaknya meliputi tiga prinsip utama yakni saling ketergantungan, diferensiasi dan pengorganisasian diri. Prinsip saling ketergantungan merupakan suatu prinsip yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual menuntut adanya saling kerjasama dan ketergantungan antar komponen pelaku pembelajaran baik itu guru dengan peserta didik maupun antarpeserta didik. Diferensiasi sendiri menunjukkan suatu prinsip perbedaan dimana perbedaan dalam pembelajaran kontekstual merupakan suatu hal yang dihargai sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan dan adanya saling ketergantungan sehingga terbungkus dalam suatu simbiosis mutualistis. Adapun prinsip pengorganisasian diri yaitu sehingga pembelajaran kontekstual ditujukan terhadap pengembangan potensi diri semaksimal mungkin.

2.5     Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yang didasarkan kepada hakikat, prinsip, komponen dan lain sebagainya. Adapun kelebihan dari pendekatan kontekstual diantaranya yaitu pendekatan kontekstual lebih mengarahkan pembelajaran kepada real world learning, mengutamakan pengalaman peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuan sendiri, menumbuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills) salah satunya kemampuan berpikir kritis, kegiatan pembelajaran berpusat atau berorientasi kepada peserta didik sebagai subjek pembelajaran sehingga peserta didik ditujukan kepada kegiatan yang aktif, kritis dan kreatif.
Selain itu kelebihan yang lainnya bahwa pendekatan kontekstual berlandaskan kepada pencapaian pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat dan bermakna bagi peserta didik sebagai bekal kehidupannya karena dekat dan memiliki hubungan dengan dunia nyata.Pendekatan kontekstual juga memiliki kelebihan dengan mempunyai tujuan adanya perubahan perilaku sebagai hasil dari pembelajaran, dan kegiatannya ditujukan dalam konteks belajar bukan mengajar. Kelebihan lainnya dari pendekatan kontekstual yaitu kegiatannya lebih mengarah kepada pendidikan bukan kepada pengajaran, berorentasi pada pemecahan masalah, siswa sebagai actor utama dan guru hanya membimbing dan mengarahkan, dan hasil pembelajaran diukur dengan berbagai alat ukur atau instrument penilaian tidak hanya berupa tes namun unjuk kerja dan lain sebagainya.
Pada setiap hal tentu dibalik kelebihan pasti memiliki kekurangan. Adapun kekurangan yang dimiliki pendekatan kontekstual diantaranya yaitu menuntut guru agar memiliki kemampuan dan pemahaman yang komprehensif terhadap konsep pembelaran kontekstual baik secara konseptual maupun prscedural. Guru juga harus mampu mengetahui potensi dari setiap peserta didik yang bervariasi, dan juga sarana, media serta alat bantu dan kelengkapan pembelajaran lainnya harus menunjang dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual.
Adapun kelemahan dari pendekatan kontekstual yang dilihat dari sudut pandang peserta didik diantaranya peserta didik harus mempunyai inisiatif dan kreativitas yang tinggi sebagai bekal dalam kegiatan pembelajaran, mempunyai wawasan pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran. Pendekatan kontekstual sendiri dapat menimbulkan perubahan sikap apabila menyajikan masalah yang tidak dimengerti oleh peserta didik. Selain itu peserta didik dituntut agar memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi dalam menyelesaikan tugas.

2.6     Tahapan Pendekatan Kontekstual (CTL)
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja namun tetap memperhatikan kesesuaian topik yang akan dibahas dan juga hal lainnya seperti kondisi peserta didik dan lain sebagainya. Apabila dirinci secara umum maka terdapat tujuh langkah atau fase kegiatan pembelajaran dalam pendekatan kontekstual seperti dimuat dalam Majid (2015) sebagai berikut.
2.6.1        Pembelajaran diawali dengan pengembangan pemikiran bahwa belajar akan lebih menumbuhkan unsur kebermaknaan jika dikerjakan secara mandiri dan mengontruksi sendiri suatu pengetahuan dan keterampilan.
2.6.2        Peserta didik ditujukan untuk melaksanakan beberapa kegiatan inkuiri atau menemukan suatu konsep melalui pengamatan atau percobaan.
2.6.3        Langkah ketiga yakni guru memfasilitasi dalam proses pengembangan rasa ingin tahu peserta didik hal tersebut dapat dilakukan dengan memancing peserta didik melalui beberapa pertanyaan.
2.6.4        Ciptakan masyarakat belajar seperti yang telah dikemukakan dalam prinsip pembelajaran konstektual dimana hal tersebut bisa dilakukan melalui pembentukan kelompok peserta didik dengan berbagai cara.
2.6.5        Langkah selanjutnya yakni menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, model dapat berupa media pembelajaran ataupun suatu konsep model contoh yang bisa digambarkan atau dinotasikan sehingga menjelaskan suatu cara mengerjakan sesuatu.
2.6.6        Pengadaan refleksi atau mengulang dan mempelajari kembali apa yang telah dipelajari peserta didik pada aktivitas-aktivitas sebelumnya sehingga peserta didik dapat lebih memahami suatu konsep yang telah dipelajari bahkan refleksi ini juga ditujukan sebagai salah satu bentuk penguatan terhadap siswa sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran akan dapat tercapai dengan jelas dan tidak menmbulkan ambigu pemahaman peserta didik terhadap topik yang telah dibahas bahkan juga refleksi mampu mengaitkan pembelajaran yang telah dipelajari terhadap pengalaman peserta didik dan mampu mengembangkan sikap implementatif terhadap kehidupan sehari-hari dari apa yang telah dipelajari.
2.6.7        Guru melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara diantaranya yaitu menggunakan penilaian autentik dimana penilaian tidak hanya ditujukan kepada hasil atau penilaian pembelajaran melainkan melalui penilaian yang terpadu yakni penilaian berada pada proses, unjuk kerja maupun akhir pembelajaran sehingga dapat meningkatkan taraf validitas terhadap kompetensi peserta didik.
Lebih jelas lagi pendekatan kontekstual dapat dilakukan melalui empat tahapan yaitu tahap invitasi, tahap eksplorasi, tahap penjelasan dan solusi, dan tahap pengambilan keputusan. Tahap invitasi merupakan suatu tahap pembelajaran dimana peserta didik dipancing untuk mengemukakan dan mengkomunikasikan argument mengenai pengetahuan awal tentang suatu topik yang akan dibahas. Selanjutnya melaju ke tahap eksplorasi dimana peserta didik diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi dan mengkontruksi pengetahuan melalui suatu pengamatan atau percobaan yang dilanjutkan dengan diskusi yang sudah dibuat skenarionya oleh guru. Tahap selanjutnya yakni penjelasan dan solusi dimana guru meluruskan dan menguatkan pengetahuan yang telah peserta didik konstruksi sendiri sehingga timbul suatu solusi dan refleksi pembelajaran. Tahap terakhir dari pendekatan kontekstual yakni tahap pengambilan keputusan yaitu peserta didik menyimpulkan atau membuat keputusan akhir pembelajaran baik dikuatkan melalui pertanyaan atau diskusi lanjutan dan sebagainya.

2.7     Implementasi Pendekatan KontekstualMatematika di SD
Dalam mengimplementasikan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika di sekolah dasar sebaiknya guru merancang skenario pembelajaran dengan jelas dan terstruktur. Program pembelajaran kontekstual harus memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu harus menyatakan kegiatan utama pembelajaran yakni kegiatan siswa yang menghubungkan antara suatu kompetensi dasar, tujuan yang hendak dicapai dengan materi maupun indikator pembelajaran. Selain itu guru harus merumuskan secara jelas tujuan umum yang hendak dicapai. Guru juga harus benar-benar memperhatian media dan sumber belajar dalam pembelajaran. Selanjutnya guru dapat merumuskan scenario pembelajaran secara terstruktur dan sistematis namun juga fleksibel sehingga dapat diimplementasikan terhadap pembelajaran. Langkah terakhir dari implementasi perencanaan yakni merumuskan sistem penilaian baik proses maupun hasil.
Rencana kegiatan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan pendekatan kontekstual disusun oleh guru sebagai rancangan skenario yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Hal yang menjadi penting dalam penyusunan rencana pembelajaran yakni gambaran tahap demi tahap kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan karena penekatan kontekstual lebih mengutamakan proses yang terdapat dalam strategi pembelajaran. Sehingga perencanaan pendekatan kontekstual lebih menekankan kepada skenario pembelajaran. Dalam implementasinya kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual dapat dilakukan sesuai tahapan pembelajaran sebagai berikut ini.
Tabel 2.1 Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika di SD
Kegiatan
Deskripsi Kegiatan
Pendahuluan
1.      Guru menjelaskan kompetensi atau tujuan yang harus dicapai dan manfaat dari pembelajaran.
2.      Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok.
3.      Masing-masing kelompok diberikan tugas observasi dengan mencatat hasil kerjanya.
4.      Guru melakukan tanya jawab mengenai tugas yang diberikan.
Inti
5.      Siswa melakukan observasi bersama kelompok.
6.      Siswa mencatat hasil observasi sesuai dengan alat observasi atau LKS.
7.      Siswa bersama kelompok mendiskusikan hasil observasi.
8.      Siswa melaporkan atau mempresentasikan hasil diskusi.
9.      Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain.
Penutup
10.  Siswa menyimpulkan hasil observasi dalam pembelajaran dengan bimbingan dan bantuan guru.
11.  Guru menugaskan siswa untuk membuat pengalaman belajar.




2.8  Evaluasi Pendekatan Kontekstual Matematika di SD
Pada pendekatan kontekstual, sistem evaluasi yang digunakan adalah penilaian autentik. Penilaian merupakan evaluasi kemampuan peserta didik dalam konteks dunia yang sebenarnya, penilaian kinerja, penilaian portofolio, observasi sistematik, dan jurnal. Evaluasi dalam pendekatan kontekstual tidak hanya pada evaluasi hasil, seperti ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester, tetapi dapat berupa kuis, tugas individu, tugas kelompok. Oleh karena itu, dengan sistem evaluasi tersebut akan diketahui kecepatan belajar peserta didik. Menurut Hasnawati (2006), metode penilaian yang digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yaitu sebagai berikut.
2.8.1        Diskusi, aspek yang dinilai meliputi kemampuan peserta didik berbicara, mengemukakan ide, kerja sama, dan sebagainya.
2.8.2         Wawancara, aspek yang dinilai meliputi kemampuan peserta didik dalam memahami konsep kedalamannya.
2.8.3        Paper dan Pencil Test, aspek yang dinilai meliputi berbagai jenis test dengan tingkat pemikiran yang tinggi.
2.8.4        Observasi, aspek yang dinilai meliputi kegiatan menilai sikap dan perilaku peserta didik.
2.8.5        Demonstrasi, aspek yang dinilai meliputi kemampuan mentransformasikan ide-ide ke dalam sesuatu yang konkret dan dapat diamati melalui penglihatan, pendengaran, seni, drama pergerakan, dan atau musik.









BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Pada hakikatnya pendekatan kontekstual berusaha menciptakan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik dengan harapan peserta didik mampu memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Proses pembelajaran pendekatan kontekstual melibatkan peserta didik secara aktif yakni bekerja dan mengalami sehingga pembelajaran bertajuk kepada situated learning atau student center. Dalam pembelajaran kontekstual ini mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata. Sehingga pembelajaran ditujukan kepada pemaknaan dan pengaplikasian peserta didik terhadap pengetahuan dan penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa teori yang yang melandaskan pendekatan pembelajaran kontekstual ini diantaranya, Knowledege-Based Constructivism, Effort-Based Learning/Incremental Theory of Intellegence,Situated Learning, dan Distributed Learning. Adapun komponen-komponen pembelajaran kontekstual salahsatunya yaitu menjalin hubungan-hubungan yang bermakna (making meaningful connections) dengan mengaitkan apa yang dipelajari peserta didik dengan pengalamannya, informasi dari media massa dan lain sebagainya. Prinsip pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)merupakan dasar berpikir dan bertindak yang benar dalam pembelajaran kontekstual. Terdapat tujuh prinsip pada pendekatan pembelajaran kontekstual yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Makalah ini juga membahas mengenai kelebihan dan kekurangan, tahapan, implementasi, dan evaluasi dalam pendekatan pembelajaran kontekstual.


3.2  Saran
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan pendekatan pembelajaran yang memiliki karakteristik unik dalam mengaitkan pengetahuan terhadap pengalaman peserta  didik. Sehingga guru atau calon guru sekolah dasar harus mampu mengimplementasikan pendekatan kontekstual dengan baik dan benar yang disesuaikan dengan prinsip dasar pendekatan pembelajaran kontekstual sendiri. Dengan demikian diharapkan guru mampu mengembangkan, menerapkan, dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik dalam suatu pembelajaran di kelas dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.untuk itu guru perlu memahami konsep pendekatan pembelajaran kontekstual baik secara konseptual maupun prosedural agar mampu mangaplikasikannya di lapangan.
















DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. (2015). Model-model, media, dan strategi pembelajaran konstektual (inovatif). Edisi Kelima. Bandung: Yrama Widya.

Hasnawati. (2006).  Pendekatan contextual teaching learning hubungannya dengan evaluasi pembelajaran. [Online]. Diakses dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=6786&val=444. (3 Maret 2016)

Majid, A. (2015). Strategi pembelajaran. Cetakan keempat. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rusman. (2014). Model-model pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siregar, E. & Nara, H. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sutardi, D. & Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan dalam PBM di SD. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.

Suwangsih, E. & Tiurlina.(2010). Model pembelajaran matematika. Edisi Kesatu. Bandung: UPI Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS)

GOALS KOGNITIF (PEMAHAMAN, PENALARAN, KOMUNIKASI, KONEKSI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS) MAKALAH Diajukan untuk m emenuhi s ...